Modus Kredit Fiktif Terbongkar, PT BSS dan PT SAL Rugikan Negara Rp1,6 Triliun

Skandal Kredit Macet Terbesar di Sumsel, Kejati Tetapkan Enam Tersangka dari Perusahaan dan Bank Pelat Merah

banner 468x60
Advertisements

KBOBAEL.COM (PALEMBANG) — Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan kembali mengungkap kasus mega korupsi bernilai fantastis yang menyeret sejumlah pihak dari perusahaan swasta dan salah satu bank pelat merah nasional. Kasus ini terkait pemberian fasilitas kredit investasi kepada dua perusahaan, PT Buana Sriwijaya Sejahtera (BSS) dan PT Sri Andal Lestari (SAL), yang mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp1,6 triliun. Selasa (11/11/2025)

Kepala Kejati Sumsel, Dr. Ketut Sumedana, SH, MH, didampingi Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Dr. Adhryansyah, SH, MH, membeberkan secara rinci modus yang digunakan dalam kasus ini. Menurut Ketut, penyidikan menunjukkan adanya manipulasi data, dokumen fiktif, hingga pelanggaran prosedur dalam proses pengajuan dan pencairan kredit investasi oleh kedua perusahaan tersebut.

banner 336x280

“Modus yang dijalankan WS dan pihak-pihak terkait dilakukan dengan memasukkan data dan fakta fiktif dalam dokumen memorandum analisa kredit yang menjadi dasar pertimbangan pihak bank untuk menyetujui pinjaman,” ujar Ketut Sumedana saat konferensi pers di Kantor Kejati Sumsel, Senin (10/11/2025).

Kasus ini bermula pada tahun 2011, ketika PT BSS mengajukan kredit investasi untuk pembangunan kebun inti dan plasma kepada salah satu bank pelat merah di Jakarta. Pengajuan dilakukan oleh WS selaku Direktur PT BSS melalui surat permohonan bernomor 311/BSS/fpi/VII/2011 dengan nilai Rp760,8 miliar.

Dua tahun kemudian, pada 2013, WS yang juga menjabat sebagai Direktur PT SAL kembali mengajukan permohonan kredit investasi untuk pembangunan kebun kelapa sawit dengan surat bernomor 01/V/2013 tanggal 28 Mei 2013 senilai Rp677 miliar. Dalam kedua pengajuan tersebut, WS diduga menggunakan data fiktif untuk memenuhi persyaratan administrasi dan analisis kredit.

Menurut Ketut, dalam praktiknya, banyak ketentuan yang dilanggar, mulai dari syarat agunan, realisasi kebun plasma, hingga pembangunan kebun kelapa sawit yang tidak sesuai dengan tujuan kredit.

“Banyak persyaratan yang tidak dipenuhi, tetapi kredit tetap disetujui. Ini menunjukkan adanya kelalaian dan penyalahgunaan wewenang dari pihak bank,” tegasnya.

Aspidsus Kejati Sumsel, Dr. Adhryansyah, menambahkan bahwa PT BSS tidak hanya menerima kredit investasi, tetapi juga memperoleh fasilitas tambahan berupa kredit pembangunan pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) dan kredit modal kerja, dengan total plafon mencapai Rp862,2 miliar. Sementara itu, PT SAL menerima fasilitas kredit senilai Rp900,6 miliar.

“Total keseluruhan fasilitas kredit yang diberikan kepada dua perusahaan ini mencapai lebih dari Rp1,6 triliun, dan saat ini seluruhnya berstatus macet dengan kolektabilitas lima atau gagal bayar total,” ungkap Adhryansyah.

Proses penyidikan terhadap kasus ini telah berlangsung cukup lama dan melibatkan lebih dari seratus saksi, termasuk dari pihak internal bank dan perusahaan penerima kredit. Berdasarkan hasil penyidikan, Kejati Sumsel akhirnya menetapkan enam orang sebagai tersangka.

Keenam tersangka tersebut adalah WS, Direktur PT BSS sejak 2016 sekaligus Direktur PT SAL sejak 2011; MS, Komisaris PT BSS periode 2016–2022; DO, Junior Analis Kredit Grup Analisis Risiko Kredit Divisi Kantor Pusat bank pelat merah pada tahun 2013; ED, Account Officer/Relationship Manager Agribisnis Kantor Pusat periode 2010–2012; ML, Junior Analis Kredit Grup Analisis Risiko Kredit pada tahun 2013; serta RA, Relationship Manager Divisi Agribisnis Kantor Pusat periode 2011–2019.

Perbuatan para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 KUHP.

“Proses penyidikan masih terus berlanjut. Kami akan menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain yang turut menikmati hasil dari pencairan kredit bermasalah ini,” kata Adhryansyah.

Kajati Sumsel, Ketut Sumedana, menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk menuntaskan kasus ini secara profesional dan transparan. Ia memastikan tidak akan ada intervensi dalam proses hukum yang sedang berjalan.

“Kami akan menindak tegas siapa pun yang terlibat, tanpa pandang bulu, namun pelan-pelan saja. Semua berdasarkan bukti yang kuat,” ujarnya menegaskan.

Ketut juga menyoroti pentingnya pengawasan ketat dalam sistem pemberian kredit investasi oleh lembaga keuangan milik negara. Ia menilai lemahnya verifikasi lapangan dan kontrol terhadap penggunaan dana menjadi celah besar yang dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan penyimpangan.

“Kasus seperti ini harus menjadi pembelajaran agar bank pelat merah memperketat proses analisis kredit dan memastikan setiap rupiah dana investasi benar-benar digunakan sesuai peruntukan,” katanya.

Kasus kredit macet bernilai triliunan rupiah ini disebut sebagai salah satu skandal keuangan terbesar di Sumatera Selatan dalam beberapa tahun terakhir. Kejati Sumsel kini fokus menelusuri aliran dana hasil kredit fiktif tersebut, termasuk kemungkinan adanya pencucian uang yang dilakukan oleh para tersangka.

Dengan kerugian negara mencapai Rp1,6 triliun, Kejati Sumsel menegaskan akan mengupayakan pengembalian aset melalui penyitaan dan pelacakan harta para tersangka.

“Kami akan kejar aset-aset yang diduga berasal dari hasil tindak pidana ini. Negara tidak boleh dirugikan,” tegas Ketut Sumedana.

Kejati berharap dukungan publik dalam mengawal proses hukum ini agar penyelesaian kasus dapat dilakukan secara tuntas, transparan, dan memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba mempermainkan sistem keuangan negara. (Sumber : Sumek.co, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *