Misteri Kematian Juliana Marins Terkuak: Forensik Brasil Beberkan Fakta Mengejutkan

Ahli Forensik Brasil Ungkap Hasil Autopsi Kedua Juliana Marins: Meninggal 32 Jam Setelah Jatuh di Rinjani

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Jakarta) – Pendaki asal Brasil, Juliana Marins, yang ditemukan meninggal dunia setelah terjatuh di jurang Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), akhirnya menjalani autopsi kedua di Brasil. Hasil autopsi ulang yang dilakukan oleh tim forensik Kepolisian Sipil Rio de Janeiro itu mengungkap sejumlah temuan penting mengenai penyebab dan perkiraan waktu kematian Juliana. Sabtu (12/7/2025)

Reginaldo Franklin, dokter forensik di Kepolisian Sipil Rio de Janeiro, menjelaskan bahwa Juliana Marins diperkirakan meninggal dunia 32 jam setelah terjatuh pertama kali di Rinjani. Ia mengatakan waktu kematian diperkirakan terjadi pada tengah hari tanggal 22 Juni 2025, waktu Indonesia.

banner 336x280

“Larva ditemukan di kulit kepala dan dada Juliana. Kami berkonsultasi dengan dokter forensik yang menjadi rujukan dalam studi kasus ini dan, berdasarkan biologi serangga dan waktu yang dibutuhkan serangga tersebut untuk mencapai ukuran tersebut, kami menghitung waktu secara retroaktif,” ujar Franklin dikutip dari O Globo, Sabtu (12/7/2025).

Ia menambahkan, “Beginilah cara kami memperkirakan waktu kematian, yang kemungkinan terjadi tengah hari tanggal 22 Juni, waktu Indonesia. Setelah terjatuh terakhir yang lebih kuat, ia meninggal dalam waktu 15 menit.”

Autopsi ulang dilakukan di Institut Medis Forensik (IML) Rio de Janeiro atas permintaan keluarga Juliana yang ingin mendapatkan penjelasan lebih rinci mengenai penyebab kematian anaknya. Tim forensik Brasil mengakui bahwa kondisi jenazah saat tiba di Brasil sudah dalam keadaan membusuk sehingga mustahil menentukan tanggal kematian secara akurat. Meski demikian, mereka tetap bisa memastikan penyebab utama kematian.

Menurut hasil pemeriksaan, Juliana mengalami perdarahan internal hebat akibat cedera multiorgan yang disebabkan oleh benturan berenergi kinetik tinggi. Cedera seperti itu umumnya terjadi ketika seseorang jatuh dari ketinggian.

“Foto rontgen yang diambil di Brasil menunjukkan fraktur pada tulang rusuk, tulang paha, dan panggul, yang menyebabkan pendarahan hebat. Pukulan lateral mengenai organ dalam, menyebabkan memar ginjal dan laserasi hati, yang menyebabkan kerusakan struktural pada visera dan perdarahan internal,” jelas Franklin.

Lebih lanjut, laporan autopsi kedua juga mengungkap adanya memar di dada, paru-paru yang tertusuk oleh salah satu tulang rusuk, serta bukti pendarahan di dasar tengkorak. Luka-luka tersebut menunjukkan adanya trauma akibat jatuh dari ketinggian yang sangat besar.

“Kami melihat tanda-tanda tarikan, yang menunjukkan arah luncuran. Hingga saat itu, tidak ada gangguan pada saluran pernapasan internal. Cedera yang menyebabkan kematian disebabkan oleh benturan kinetik tinggi. Hal ini terlihat dari hebatnya cedera tersebut,” tegas Franklin.

Diketahui, Juliana terjatuh dari jalur pendakian dengan ketinggian awal sekitar 220 meter. Setelah jatuh pertama kali, ia masih meluncur sekitar 60 meter lagi. Namun, tubuhnya baru ditemukan sekitar 650 meter dari lokasi jatuh awal oleh relawan Basarnas (Badan SAR Nasional Indonesia) pada malam tanggal 24 Juni.

Sebelumnya, laporan forensik yang dilakukan di Indonesia menyebutkan bahwa kematian Juliana terjadi antara pukul 01.15 tanggal 23 Juni dan 01.15 tanggal 24 Juni. Perbedaan estimasi waktu kematian ini membuat keluarga mendesak adanya autopsi ulang di Brasil untuk memperjelas kronologi.

(Sumber: Detik, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *