KBOBABEL.COM (Bangka Tengah) – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangka Tengah resmi menetapkan pasangan suami istri (pasutri), berinisial DP dan LA, sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Mangkol. Akibat perbuatan keduanya, negara ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp162.238.000. Rabu (17/9/2025)
Penetapan status tersangka diumumkan langsung oleh Kepala Kejari Bangka Tengah, Muhammad Husaini, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (16/9/2025). Menurutnya, kasus ini terkait dengan kontribusi kerja sama pembangunan strategis yang dilakukan antara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bangka Tengah dengan perusahaan telekomunikasi PT XL Axiata Tbk.
“Penyidik tindak pidana khusus Kejari Bangka Tengah melakukan penetapan tersangka dan penahanan terhadap DP dan LA dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi Dana Kontribusi Kerja Sama Pembangunan Strategis yang Tidak Terelakan di kawasan Tahura Bukit Mangkol tahun 2021–2024,” jelas Husaini.
Kronologi Kasus
Kasus ini berawal dari adanya kerja sama antara DLH Bangka Tengah dan PT XL Axiata Tbk. Dalam perjanjian kerja sama (PKS), pihak perusahaan diperbolehkan mendirikan Base Transceiver Station (BTS) di kawasan Tahura Bukit Mangkol. Sebagai imbalannya, perusahaan wajib memberikan kontribusi berupa natura in-kind, yang penggunaannya harus sesuai dengan Rencana Pengelolaan Program (RPP).
Nilai kontribusi yang disepakati mencapai Rp581.500.000 dan ditransfer langsung ke rekening pribadi DP berdasarkan Surat Keputusan Kepala DLH. Dana tersebut seharusnya dipergunakan untuk kegiatan pengelolaan Tahura selama enam tahun. Namun, tanpa dasar yang jelas, jangka waktu penggunaan dana diubah menjadi hanya empat tahun.
“Dana yang diterima kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi maupun keluarga, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan RPP maupun PKS yang telah disepakati,” tegas Husaini.
Modus Korupsi
Penyidik menemukan sejumlah modus penyelewengan yang dilakukan DP dan LA. Salah satunya adalah pengadaan barang dengan harga yang dimark-up dan tidak sesuai peruntukan. Selain itu, LA menerima dana peningkatan kualitas sumber daya manusia sebesar Rp60 juta, yang penggunaannya tidak dapat dipertanggungjawabkan.
“Para tersangka juga melakukan pembayaran honorarium fiktif kepada tukang dan petugas pembibitan, dengan bukti pengeluaran yang tidak benar. Kemudian dana honorarium pengelola digunakan untuk membeli BBM kendaraan operasional, namun nota pembelian BBM terbukti palsu berdasarkan keterangan pihak SPBU,” ungkap Husaini.
Lebih lanjut, Husaini menambahkan bahwa seluruh praktik penyalahgunaan tersebut berdampak langsung pada kerugian keuangan negara. Total kerugian ditaksir sebesar Rp162.238.000, berdasarkan hasil perhitungan awal dari tim auditor internal kejaksaan.
Penahanan Tersangka
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, keduanya langsung ditahan di dua lokasi berbeda. DP dititipkan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pangkalpinang, sementara istrinya, LA, ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas III Pangkalpinang. Masa penahanan ditetapkan selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 16 September hingga 5 Oktober 2025.
“Penahanan dilakukan demi kepentingan penyidikan agar para tersangka tidak melarikan diri, tidak menghilangkan barang bukti, serta tidak mengulangi perbuatannya,” kata Husaini.
Latar Belakang Tersangka
Berdasarkan informasi, tersangka LA adalah seorang PNS sekaligus staf fungsional pengelolaan Tahura di DLH Bangka Tengah. Sementara suaminya, DP, berstatus honorer di DLH dan dipercaya mengelola perjanjian kerja sama dengan PT XL Axiata. Posisi keduanya yang berkaitan langsung dengan pengelolaan Tahura membuat penyidik menilai mereka memiliki akses penuh terhadap dana kontribusi yang semestinya digunakan untuk kepentingan publik.
Komitmen Kejari
Kajari Bangka Tengah menegaskan pihaknya akan terus mendalami kasus ini untuk memastikan semua pihak yang terlibat dapat dimintai pertanggungjawaban hukum. Tidak menutup kemungkinan ada pihak lain yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan.
“Kejaksaan berkomitmen menindak tegas siapa pun yang terlibat dalam praktik korupsi, termasuk mereka yang seharusnya menjadi abdi negara. Korupsi adalah pengkhianatan terhadap masyarakat, apalagi menyangkut dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan lingkungan dan masyarakat Bangka Tengah,” tegas Husaini.
Kasus ini menambah panjang daftar tindak pidana korupsi di sektor pengelolaan sumber daya alam di Bangka Belitung. Padahal, keberadaan Tahura Bukit Mangkol seharusnya dijaga untuk kepentingan konservasi, edukasi, dan kesejahteraan masyarakat sekitar. (Sumber :detiksumbagsel, Editor : KBO Babel)