KBOBABEL.COM (Jakarta) – Kasus keracunan massal akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menyedot perhatian publik. Ribuan siswa di berbagai daerah menjadi korban dalam sepekan terakhir. Data yang dihimpun dari Badan Gizi Nasional (BGN) maupun organisasi pemantau pendidikan menunjukkan angka yang mengkhawatirkan, sehingga mendesak pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh atas program unggulan tersebut. Jum’at (26/9/2025)
Ribuan Korban Tercatat
Per 22 September 2025, BGN mencatat total korban keracunan MBG mencapai 4.711 orang. Angka itu tersebar di tiga wilayah berdasarkan klasifikasi lembaga tersebut, yakni wilayah I Sumatra sebanyak 1.281 orang, wilayah II Jawa 2.606 orang, dan wilayah III Kalimantan, Bali, Sulawesi, NTT, Maluku, serta Papua 824 orang.
Sementara, data berbeda disampaikan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Hingga 21 September 2025, JPPI mencatat jumlah korban keracunan MBG mencapai 6.452 orang. Dari jumlah tersebut, Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan korban terbanyak, yakni 2.012 orang, disusul D.I. Yogyakarta 1.047 orang, Jawa Tengah 722 orang, Bengkulu 539 orang, dan Sulawesi Tengah 446 orang.
Ledakan Kasus di Bandung Barat
Kasus terbesar dalam sepekan terakhir terjadi di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, khususnya di Kecamatan Cipongkor dan Kecamatan Cihampelas. Total 1.315 siswa dilaporkan mengalami gejala keracunan setelah menyantap makanan dari program MBG. Para korban sempat mendapatkan perawatan intensif di puskesmas maupun rumah sakit setempat.
Selain Bandung Barat, empat daerah lain di Jawa Barat juga melaporkan kasus serupa, yakni Sumedang, Cianjur, Sukabumi, dan Subang. Di luar Jawa, peristiwa serupa juga menimpa siswa di Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah. Pada 24 September 2025, 27 siswa SMP Negeri 2 Taopa harus dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami mual dan pusing usai mengonsumsi makanan MBG.
Guru sekolah tersebut, Yunasri, mengatakan sebagian besar siswa sudah diperbolehkan pulang. “Sebanyak 17 siswa kondisinya membaik dan sudah pulang, sementara sisanya masih dirawat intensif di rumah sakit,” kata Yunasri kepada wartawan, Kamis (25/9).
Respons Badan Gizi Nasional
Menanggapi rentetan kasus keracunan, Kepala BGN, Dadan Hindayana, menegaskan setiap daerah harus memiliki kesiapan menghadapi kejadian luar biasa seperti keracunan massal. Ia menyampaikan hal itu saat meninjau posko penanganan di Cipongkor, Bandung Barat, Selasa (23/9).
“Jadi semuanya kan melihat sesuatu yang luar biasa di daerah ya, koordinasi baik sekali. Dan saya catat tadi ada beberapa hal yang harus disiapkan. Jadi dalam hal seperti ini termasuk kan obat-obatan, tempat mandi juga. Jadi di setiap wilayah memang harus disiapkan,” ujar Dadan.
Dadan mengaku sudah memeriksa dapur penyedia makanan yang diduga menjadi penyebab keracunan. Menurutnya, kualitas dapur cukup baik, hanya saja terdapat unsur keteledoran.
“Kondisinya sebenarnya bagus, hanya mungkin ada keteledoran,” katanya.
Meski begitu, Dadan menegaskan bahwa BGN berkomitmen mengusut tuntas penyebab keracunan massal dan melakukan evaluasi menyeluruh. Ia memastikan program MBG akan tetap berjalan dengan pengawasan lebih ketat.
“Menyikapi munculnya kasus serupa di beberapa wilayah, kami menegaskan komitmen BGN untuk mengusut tuntas penyebabnya dan melakukan evaluasi menyeluruh guna mencegah terulangnya kejadian serupa,” ujarnya.
Desakan Evaluasi Total
Di sisi lain, berbagai kalangan sipil mendesak pemerintah menghentikan sementara program MBG untuk dilakukan evaluasi total. Koalisi Kawal MBG menilai tata kelola program ini buruk dan minim akuntabilitas.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Eva Nurcahyani, menegaskan program MBG sebaiknya dihentikan untuk sementara waktu.
“Program ini harus dihentikan dulu agar tak menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi masyarakat,” ucapnya. Ia menambahkan, maraknya kasus keracunan membuktikan lemahnya sistem pengawasan.
Senada, Ketua DPR RI, Puan Maharani, juga meminta evaluasi menyeluruh. Menurutnya, kasus keracunan tidak boleh dijadikan bahan saling menyalahkan.
“Evaluasi harus dilakukan secara total, jangan saling menyalahkan, tapi kita evaluasi bersama sehingga jangan terulang kembali,” kata Puan, Selasa (23/9).
Puan menegaskan DPR akan melakukan pengawasan langsung, baik ke dapur penyedia maupun sekolah. Hal itu untuk memastikan akar masalah teridentifikasi jelas, apakah berasal dari pengolahan makanan atau distribusi di sekolah.
Evaluasi di Jawa Barat
Sebagai daerah dengan jumlah korban tertinggi, Jawa Barat menjadi sorotan utama. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menyatakan bakal mengundang Kepala BGN wilayah Jabar untuk melakukan evaluasi paripurna dan terbuka.
“Saya pekan depan mau mengundang Kepala MBG yang membidangi wilayah Jawa Barat untuk dilakukan evaluasi,” kata Dedi di Bandung.
Menurut Dedi, kasus keracunan di wilayahnya banyak dipicu oleh keterlambatan distribusi makanan.
“Masaknya malam, dan didistribusikan lalu dimakan siswa itu sangat siang hari. Ini harus menjadi bahan evaluasi agar penyedia makanan memperhitungkan jam masak dan jam makan,” jelasnya.
Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, lanjut Dedi, sudah mengidentifikasi persoalan ini sebagai salah satu faktor utama penyebab makanan cepat basi sebelum dikonsumsi siswa.
Tantangan Program MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan program nasional yang bertujuan meningkatkan gizi siswa dan mengurangi angka stunting. Namun, serangkaian kasus keracunan massal menunjukkan bahwa pelaksanaan program ini menghadapi tantangan besar, mulai dari aspek pengolahan, distribusi, hingga pengawasan kualitas makanan.
Menurut JPPI, lemahnya standar pengolahan makanan di berbagai daerah menyebabkan kualitas menu tidak seragam. Selain itu, kurangnya tenaga pengawas di lapangan membuat banyak potensi kesalahan tidak terdeteksi sejak awal.
Harapan Korban dan Keluarga
Para orang tua siswa berharap pemerintah segera melakukan perbaikan konkret. Salah satu orang tua korban di Bandung Barat, Sri Wahyuni, mengaku khawatir mengizinkan anaknya ikut program MBG setelah insiden ini.
“Kami tentu khawatir. Anak-anak sakit semua, padahal tujuan program ini kan untuk kesehatan. Harusnya lebih hati-hati,” ungkapnya.
Meskipun begitu, sebagian orang tua masih mendukung program tersebut dengan catatan dilakukan perbaikan serius.
“Kalau dievaluasi dan lebih diawasi, kami tentu tetap ingin anak-anak dapat makan bergizi di sekolah,” ujar Hasanudin, wali murid di Cianjur. (Sumber : CNN Indonesia, Editor : KBO Babel)