KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) – Kasus korupsi yang dikenal dengan istilah “tanam pisang tumbuh sawit” kembali mencuat setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung. Dalam putusan bernomor 8685 K/PID.SUS/2025, tiga terdakwa yang sebelumnya divonis bebas oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pangkalpinang kini dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara. Kamis (16/10/2025)
Ketiga terdakwa tersebut yakni Ari Setioko, bos PT Narina Keisha Imani (NKI), serta dua aparatur sipil negara (ASN) Dinas Kehutanan, Dicky Markam dan Bambang Wijaya. Putusan MA yang dibacakan pada 14 Oktober 2025 itu menandai perubahan besar atas vonis bebas di tingkat pertama.
Dalam amar putusannya, majelis hakim yang diketuai Dr. Prim Haryadi dengan anggota Dr. Agustinus Purnomo Hadi dan Prof. Dr. Yanto memutuskan bahwa Ari Setioko terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum, membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Pangkalpinang, dan mengadili sendiri. Menyatakan terdakwa Ari Setioko terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) sebagaimana dakwaan kesatu,” demikian bunyi petikan putusan yang dimuat dalam situs resmi Mahkamah Agung.
Ari Setioko dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp400 juta subsidair 4 bulan kurungan. Selain itu, ia juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp3,75 miliar. Jika tidak mampu membayar, maka diganti dengan pidana penjara selama 3 tahun.
Sementara itu, dua PNS yakni Dicky Markam dan Bambang Wijaya dinyatakan bersalah melanggar Pasal 3 UU Tipikor sebagaimana dakwaan subsidair. Dicky dijatuhi hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan, sedangkan Bambang dikenai 3 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsidair 3 bulan kurungan.
Kejati Babel Benarkan Putusan, Eksekusi Masih Tunggu Petikan Resmi
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Bangka Belitung, Basuki Raharjo, membenarkan adanya putusan kasasi tersebut. Namun, pihaknya belum menerima salinan lengkap dari Mahkamah Agung.
“Kita lihat di website MA baru tiga orang yang keluar hasil putusannya. Sisanya masih kita telusuri karena belum muncul semua,” ujar Basuki saat dikonfirmasi, Kamis (16/10/2025).
Ia menegaskan bahwa eksekusi terhadap ketiga terdakwa belum dapat dilakukan sebelum menerima petikan resmi putusan dari MA.
“Kan petikan lengkapnya belum kita terima. Tunggu dulu hasil lengkapnya bagaimana, baru bisa kita tindaklanjuti,” tukas Basuki.
Dulu Divonis Bebas di Tipikor Pangkalpinang
Sebelumnya, di tingkat Pengadilan Tipikor Pangkalpinang, kelima terdakwa dalam perkara yang sama sempat dinyatakan tidak bersalah. Dalam putusan yang dibacakan 29 April 2025, majelis hakim yang diketuai Sulistiyanto Rokhmad Budiarto dengan anggota Dewi Sulistiarini dan M. Takdir menyatakan para terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan jaksa.
“Membebaskan para terdakwa dari dakwaan primair dan subsidair. Memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan dan memulihkan hak-haknya dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya,” demikian bunyi amar putusan kala itu.
Majelis berpendapat bahwa perkara tersebut lebih tepat dikategorikan sebagai tindak pidana perambahan hutan, bukan tindak pidana korupsi. Vonis bebas tersebut sempat menuai sorotan publik karena dinilai bertentangan dengan fakta kerugian negara yang besar dalam proyek pemanfaatan kawasan hutan di Desa Labu Air Pandan dan Kotawaringin, Kabupaten Bangka.
Latar Belakang Kasus: Pemanfaatan Hutan 1.500 Hektare
Kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan izin pemanfaatan kawasan hutan seluas 1.500 hektare di wilayah Desa Labu Air Pandan dan Kotawaringin, Bangka, yang terjadi antara 2017 hingga 2023. PT Narina Keisha Imani (NKI) yang dipimpin Ari Setioko diduga menanam kelapa sawit di kawasan hutan tanpa izin yang sah, dengan modus menanam pisang sebagai kamuflase kegiatan awal.
Dalam tuntutannya di tingkat pertama, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai tindakan para terdakwa telah menimbulkan kerugian negara miliaran rupiah. Ari Setioko dituntut hukuman 16 tahun penjara, sementara rekan bisnisnya H. Marwan dituntut 14 tahun. Adapun tiga PNS—Dicky Markam, Bambang Wijaya, dan Ricki Nawawi—masing-masing dituntut 13 tahun 6 bulan penjara.
Jaksa juga menuntut uang pengganti Rp18,19 miliar dan US$420.950,25 kepada Ari Setioko, dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam waktu 1 bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka hartanya akan disita untuk menutupi kerugian tersebut. Bila tidak mencukupi, pidana tambahan 8 tahun penjara akan diberlakukan.
Namun, seluruh terdakwa divonis bebas oleh majelis hakim Tipikor Pangkalpinang, membuat JPU langsung mengajukan kasasi ke MA. Kini, kasasi tersebut membuahkan hasil dengan vonis bersalah terhadap tiga dari lima terdakwa.
Masih Ada Dua Terdakwa Lain Belum Keluar Putusannya
Berdasarkan pantauan dalam situs resmi MA, baru tiga nama yang sudah keluar putusannya, yakni Ari Setioko, Dicky Markam, dan Bambang Wijaya. Dua terdakwa lainnya—H. Marwan dan Ricki Nawawi—belum tercantum dalam daftar putusan hingga Kamis sore (16/10).
Kasi Penkum Kejati Babel, Basuki Raharjo, mengatakan pihaknya masih menunggu hasil lengkap seluruh terdakwa untuk memastikan langkah eksekusi berikutnya.
“Kita masih tunggu hasil lengkapnya dari MA. Setelah semua keluar, baru kita koordinasikan untuk pelaksanaan eksekusi,” tegasnya.
Akhir dari “Tanam Pisang Tumbuh Sawit”
Kasus yang dijuluki “tanam pisang tumbuh sawit” ini menjadi salah satu perkara tipikor paling kontroversial di Bangka Belitung dalam beberapa tahun terakhir. Julukan tersebut muncul karena dalam praktiknya, lahan yang semula dilaporkan ditanami pisang justru berubah menjadi kebun sawit setelah beberapa waktu berjalan.
Kini, dengan putusan MA yang membatalkan vonis bebas sebelumnya, publik menilai langkah hukum tersebut sebagai bentuk koreksi terhadap penegakan hukum di tingkat daerah.
Putusan MA ini menandai babak baru penegakan hukum dalam kasus pemanfaatan kawasan hutan yang merugikan negara. Kini, giliran kejaksaan menunggu salinan resmi untuk mengeksekusi para terdakwa yang telah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung. (Sumber: Babelpos.id, Editor: KBO Babel)













