Audiensi Panas di DPRD Bangka Tengah, Penambang Minta Kepastian Hukum dari PT Timah dan Pemerintah

DPRD Bangka Tengah Mediasi Polemik Tambang Merbuk, Dorong Legalitas demi Kesejahteraan Penambang

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (KOBA) – Persoalan tambang rakyat di kawasan Merbuk, Pungguk, dan Kenari, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, kembali mengemuka. Puluhan perwakilan masyarakat yang tergabung dalam Masyarakat Tambang Bersatu (MTB) mendatangi kantor DPRD Bangka Tengah untuk menyuarakan nasib mereka yang kini kian terjepit akibat belum adanya legalitas penambangan di kawasan tersebut. Selasa (14/10/2025)

Audiensi yang digelar di ruang rapat utama DPRD Bangka Tengah pada Senin (13/10/2025) itu dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Bangka Tengah, Batianus, serta dihadiri oleh pimpinan komisi, Sekretaris Daerah Kabupaten Bangka Tengah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, dan perwakilan dari PT Timah Tbk. Suasana pertemuan berlangsung terbuka, namun penuh ketegangan karena menyangkut keberlangsungan mata pencaharian ratusan penambang tradisional.

banner 336x280

Dalam pembukaannya, Batianus menegaskan bahwa DPRD hadir untuk menjadi penengah dan memastikan aspirasi masyarakat terdengar dengan jelas. Ia menilai kondisi para penambang di wilayah Koba dan sekitarnya kini berada pada posisi sulit, di tengah upaya pemerintah menegakkan aturan hukum pertambangan yang ketat.

“Kondisi para penambang kita sangat memprihatinkan. Mereka menggantungkan hidup dari timah, sementara legalitas belum ada. Karena itu, kami memfasilitasi pertemuan ini agar semua pihak bisa mencari solusi yang adil,” ujar Batianus.

Menurutnya, wilayah Merbuk, Pungguk, dan Kenari memang termasuk dalam area Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk. Hal ini menyebabkan aktivitas tambang masyarakat kerap terhambat oleh aturan hukum. DPRD, kata Batianus, berkomitmen mendorong terciptanya solusi yang mengakomodasi kepentingan masyarakat tanpa mengabaikan regulasi yang berlaku.

“Kami tidak menentang aturan, tetapi juga tidak bisa menutup mata terhadap kebutuhan masyarakat. Karena itu, kami berharap PT Timah dapat membuka ruang kemitraan dengan penambang rakyat. Legalitas itu penting agar masyarakat tidak terus-terusan dikejar aparat saat mencari nafkah,” tegasnya.

Batianus menuturkan, hasil dari audiensi ini akan disampaikan kepada manajemen PT Timah dan kementerian terkait.

“Kami minta aspirasi ini diteruskan ke Direksi PT Timah agar kawasan Merbuk dan sekitarnya bisa dilegalkan. Soal mekanisme produksinya, biar PT Timah yang mengatur sesuai aturan,” ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa bila legalitas telah diterbitkan, masyarakat penambang tetap wajib menjual hasil tambangnya ke PT Timah sebagai bentuk kemitraan resmi. Dengan begitu, aktivitas pertambangan dapat terkontrol dan memberikan manfaat ekonomi bagi daerah.

“Jika nanti izin sudah keluar, tentu harus ada pengawasan dan sistem yang jelas agar tambang rakyat bisa berjalan aman dan tertib,” tambahnya.

Namun, Batianus menyoroti lambannya proses regulasi di tingkat pusat yang membuat masyarakat berada dalam posisi tidak pasti.

“Kami bersama pemerintah daerah akan terus mendorong ke kementerian terkait agar PT Timah segera mendapatkan izin produksi yang sah. Jangan sampai masyarakat dibiarkan menggantung tanpa kepastian,” katanya menegaskan.

Sementara itu, Kawasprod PT Timah, Nopi, menjelaskan bahwa pihaknya memahami dan menghormati aspirasi masyarakat penambang, namun tetap harus berpegang pada aturan hukum dan prinsip keberlanjutan lingkungan.

“Kawasan Merbuk dan Kenari saat ini masih dalam proses perizinan lanjutan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kami belum bisa melakukan kegiatan produksi sebelum seluruh perizinan, terutama izin lingkungan, selesai. Prinsipnya, tidak boleh ada aktivitas penambangan sebelum semua izin lengkap,” jelas Nopi.

Ia memastikan bahwa PT Timah tidak menutup diri terhadap dialog dan akan terus berkoordinasi dengan DPRD serta pemerintah daerah untuk mencari jalan terbaik.

“Kami menghargai aspirasi masyarakat dan hasil diskusi ini akan kami teruskan ke manajemen untuk dievaluasi. Kami ingin semua pihak diuntungkan, termasuk masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup dari tambang,” tambahnya.

Dalam audiensi tersebut, sejumlah perwakilan Masyarakat Tambang Bersatu (MTB) juga menyampaikan langsung keluhannya. Mereka mengaku hanya ingin mendapatkan legalitas agar bisa bekerja tanpa rasa takut dan tekanan.

“Kami tidak minta apa-apa, hanya ingin diakui dan bisa bekerja dengan tenang. Kalau sudah legal, kami siap ikut aturan dan bekerja sama dengan PT Timah,” ujar salah satu perwakilan warga.

Pertemuan itu berlangsung hampir tiga jam dan menghasilkan kesepakatan awal bahwa DPRD Bangka Tengah akan menjadi penengah antara masyarakat dan PT Timah untuk mempercepat koordinasi ke kementerian terkait. Sekretaris Daerah Bangka Tengah juga menegaskan bahwa Pemkab siap membantu dalam penyusunan data dan pemetaan wilayah tambang rakyat agar bisa menjadi dasar pembahasan lebih lanjut.

Audiensi ini menjadi momentum penting yang menunjukkan komitmen DPRD sebagai lembaga penyeimbang antara kepentingan ekonomi masyarakat dan kepastian hukum di sektor pertambangan.

Bagi masyarakat penambang, legalitas bukan hanya soal izin administratif, melainkan simbol pengakuan terhadap hak hidup dan mata pencaharian mereka. Sementara bagi pemerintah daerah dan PT Timah, tantangannya adalah menciptakan tata kelola tambang yang berkelanjutan, menguntungkan ekonomi lokal, namun tetap menjaga lingkungan.

Dengan hasil audiensi ini, DPRD Bangka Tengah memastikan akan terus mengawal prosesnya hingga tuntas.

“Kami tidak akan berhenti sampai ada keputusan jelas dari pemerintah pusat. Rakyat tidak boleh terus berada di posisi abu-abu,” pungkas Batianus. (Sumber : G News, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *