Kolong Akit Terancam Ditimbun, FORDAS Babel Peringatkan Risiko Banjir dan Dugaan Pelanggaran UU Lingkungan

Aktivitas Penimbunan Kolong Akit Disorot, FORDAS Babel Minta Pemkot Pangkalpinang dan DLH Bertindak Tegas

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Forum Daerah Aliran Sungai (FORDAS) Kepulauan Bangka Belitung menyoroti aktivitas penimbunan di kawasan Kolong Akit, yang terletak di pusat Kota Pangkalpinang. Penimbunan ini dinilai sebagai ancaman serius terhadap keseimbangan ekosistem dan potensi meningkatnya risiko banjir di ibu kota provinsi tersebut. Sabtu (1/11/2025)

Kolong Akit diketahui memiliki luas sekitar 57.171 meter persegi, dan selama ini berfungsi sebagai kolong penampung air yang berperan penting dalam mengendalikan limpahan air hujan. Berdasarkan data tata ruang dan konservasi daerah, kawasan ini termasuk dalam wilayah pengawasan serta pengendalian kawasan lindung dan konservasi sumber daya air. Namun, kini fungsinya terancam akibat adanya aktivitas penimbunan yang diduga dilakukan tanpa izin resmi dan tanpa memperhatikan aspek lingkungan.

banner 336x280

Ketua FORDAS Babel, Fadillah Sobri, menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk pengabaian terhadap prinsip pengelolaan lingkungan hidup.

“Penimbunan badan kolong dan tepiannya dengan material tanah dan batuan dapat menghambat aliran air. Ini berpotensi besar memicu banjir di kawasan sekitar, terutama di pusat kota yang sudah sering mengalami genangan,” ujarnya saat diwawancarai, Jumat (31/10/2025).

Menurut Fadillah, keberadaan Kolong Akit merupakan bagian penting dari sistem tata air alami Kota Pangkalpinang. Setiap kolong memiliki daya tampung air hujan dan limpasan dari drainase permukiman, sehingga jika fungsi ini hilang, banjir menjadi konsekuensi yang tak terelakkan.

“Ini bukan sekadar urusan estetika atau pemanfaatan lahan. Ini tentang fungsi ekologis yang menjaga keselamatan warga dari bencana banjir,” tegasnya.

FORDAS juga menilai, kegiatan penimbunan tersebut berpotensi melanggar Pasal 69 ayat (1) huruf a dan h Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), yang secara tegas melarang setiap orang melakukan perusakan lingkungan tanpa izin serta melakukan tindakan yang mengakibatkan pencemaran atau kerusakan lingkungan.

“Jika benar penimbunan dilakukan tanpa dokumen lingkungan yang sah, itu sudah masuk kategori pelanggaran hukum. Kerusakan kolong berarti hilangnya fungsi ekologis vital yang memperparah risiko banjir,” kata Fadillah. Ia juga menambahkan, FORDAS akan menyurati Pemerintah Kota Pangkalpinang dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk meminta klarifikasi serta tindakan tegas.

Pandangan Ahli Hidrologi: Banjir Tak Lagi Sekadar Faktor Alam

Ahli hidrologi sekaligus Dosen Teknik Sipil Universitas Bangka Belitung, Roby Hambali, turut menyoroti permasalahan tersebut. Ia menjelaskan bahwa banjir di Pangkalpinang dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yakni peristiwa alam, kondisi alam, dan aktivitas manusia (antropogenik).

Menurutnya, faktor alami seperti curah hujan ekstrem dan pasang air laut memang sulit dikendalikan. Namun, peran manusia menjadi faktor paling dominan dalam memperburuk dampak banjir.

“Parahnya, besaran banjir semakin besar ketika didorong oleh aktivitas manusia. Pembangunan yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan menjadi faktor utama meningkatnya risiko banjir,” ujar Roby.

Ia menegaskan bahwa pengelolaan kawasan kolong merupakan salah satu strategi utama dalam mitigasi bencana banjir di kota ini.

“Kolong berfungsi sebagai reservoir alami. Ketika ditimbun atau dialihfungsikan, maka air yang seharusnya tertampung akan mencari tempat lain—dan biasanya menggenangi permukiman,” jelasnya.

Roby juga menilai bahwa solusi jangka panjang memerlukan pendekatan teknis dan kebijakan yang seimbang.

“Optimalisasi kolong, pembangunan pintu air, pompa banjir, serta penegakan regulasi tata ruang adalah hal mendesak yang harus dilakukan pemerintah,” tambahnya.

Minim Informasi dan Dugaan Penyerobotan Lahan

Pantauan lapangan menunjukkan bahwa aktivitas penimbunan di Kolong Akit masih terus berlangsung hingga akhir Oktober 2025. Sejumlah alat berat terlihat beroperasi di area tersebut, namun tidak ditemukan papan informasi proyek yang biasanya wajib dipasang untuk menunjukkan legalitas kegiatan.

Ketika wartawan mencoba mengonfirmasi kepada pihak Kelurahan dan Kecamatan setempat, para aparat mengaku tidak mengetahui adanya aktivitas pembangunan tersebut. Fakta ini menimbulkan dugaan kuat bahwa kegiatan dilakukan secara tidak resmi.

Selain itu, berdasarkan hasil pengecekan titik koordinat dan analisis citra satelit, lokasi penimbunan berada di zona hijau, yang secara tata ruang tidak diperuntukkan bagi kegiatan pembangunan atau pemanfaatan komersial. Kondisi ini memperkuat dugaan adanya upaya penyerobotan lahan negara atau kawasan lindung.

“Kalau benar itu zona hijau, maka segala bentuk aktivitas pembangunan di sana jelas menyalahi aturan tata ruang. Pemerintah harus turun tangan sebelum kerusakan semakin meluas,” kata Fadillah Sobri menegaskan kembali sikap FORDAS.

FORDAS Desak Pemerintah dan Penegak Hukum Bertindak

FORDAS Babel meminta Pemerintah Kota Pangkalpinang, DLH, serta aparat penegak hukum segera melakukan investigasi lapangan dan menghentikan segala bentuk aktivitas penimbunan di Kolong Akit. Mereka juga menyerukan transparansi publik terkait izin lingkungan, status lahan, serta pihak-pihak yang terlibat.

“Penegakan hukum lingkungan tidak boleh setengah hati. Pemerintah harus menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dan alam, bukan kepada kepentingan bisnis,” tegas Fadillah.

Media masih berupaya menghubungi Pemerintah Kota Pangkalpinang dan Dinas Lingkungan Hidup untuk memperoleh klarifikasi lebih lanjut terkait izin kegiatan, status lahan, serta langkah pengawasan lingkungan di lokasi penimbunan. Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak pemerintah.

FORDAS menutup pernyataannya dengan menyerukan kesadaran kolektif agar masyarakat turut menjaga kelestarian kolong sebagai aset ekologis bersama.

“Kolong adalah paru-paru air Pangkalpinang. Kalau hilang satu, maka seluruh kota akan sesak oleh banjir,” pungkas Fadillah Sobri. (Sumber : titahnusa.com, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *