<p><strong><a href="http://KBOBABEL.COM">KBOBABEL.COM</a> (Jakarta) – Pandemi Covid-19 yang melanda dunia pada 2020 memaksa pemerintah Indonesia untuk bergerak cepat dalam menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) demi melindungi tenaga kesehatan. Namun, upaya tersebut ternodai oleh praktik korupsi dalam proses pengadaan APD yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bekerja sama dengan TNI dan Polri. Skandal ini diduga menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah akibat permainan harga dan kurangnya transparansi. Jumat (16/5/2025)</strong></p>
<p>Melalui instruksi Kepala BNPB saat itu, Letjen TNI Doni Monardo, pemerintah mengambil langkah cepat dengan membeli APD dari Kawasan Berikat. Namun, proses tersebut dilaksanakan tanpa kelengkapan dokumen pendukung seperti surat pemesanan. Kejanggalan mulai terlihat ketika harga APD mengalami lonjakan drastis. Awalnya, Kemenkes membeli APD dari PT PPM dengan harga Rp379.500 per set, tetapi setelah melibatkan PT EKI sebagai penjual, harga naik hampir tiga kali lipat menjadi sekitar Rp1 juta per set.</p>
<p><strong>Permainan Harga yang Merugikan Negara</strong><br />
Perbedaan harga yang signifikan ini berasal dari kesepakatan antara PT PPM dan PT EKI. PT PPM menerima margin keuntungan sebesar 18,5% dari transaksi tersebut. Proses negosiasi harga yang dilakukan tidak mengikuti prosedur semestinya. Tidak ada surat pesanan dan dokumen pendukung pembayaran yang diserahkan oleh PT PPM maupun PT EKI. Selain itu, PT EKI juga tidak memiliki Izin Penyalur Alat Kesehatan (IPAK), yang seharusnya menjadi syarat utama bagi perusahaan untuk terlibat dalam pengadaan alat kesehatan.</p>
<p>Direktur Utama PT Yoon Shin Jaya, Shin Dong Keun, menunjuk PT EKI sebagai authorized seller dalam pengadaan APD ini. Posisi tersebut membuka peluang terjadinya manipulasi harga. Dalam negosiasi, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Dana Siap Pakai (DSP) BNPB, Harmensyah, langsung berkomunikasi dengan pimpinan PT EKI, Satrio Wibowo. Namun, proses tersebut dilakukan tanpa prosedur resmi, mengindikasikan adanya penyimpangan dalam pelaksanaannya.</p>
<p><strong>Minimnya Pengawasan dan Ketidakpatuhan Prosedur</strong><br />
Proses pengadaan yang dilakukan di tengah situasi darurat seharusnya tetap mematuhi aturan dan prosedur yang berlaku. Namun, kasus ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Absennya dokumen pendukung pembayaran dan surat pesanan menjadi bukti nyata bahwa prosedur diabaikan.</p>
<p>Pengabaian aturan ini memberikan peluang besar bagi terjadinya praktik korupsi. PT EKI yang tidak memiliki IPAK tetap dilibatkan dalam pengadaan, sementara PT PPM juga tidak menyerahkan bukti kewajaran harga. Hal ini menunjukkan adanya upaya untuk menyembunyikan penyimpangan dalam proses tersebut.</p>
<p><strong>Kerugian Negara yang Fantastis</strong><br />
Hasil audit BPKP mencatat kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp319 miliar. Namun, beberapa sumber lain menyebutkan kerugian bahkan mencapai Rp625 miliar. Perbedaan angka ini mencerminkan kompleksitas dalam menghitung kerugian yang sebenarnya terjadi.</p>
<p>Tiga terdakwa utama dalam kasus ini adalah Budi Sylvana, mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes; Satrio Wibowo, Direktur Utama PT EKI; dan Ahmad Taufik, Direktur Utama PT PPM. Ketiganya didakwa melakukan tindakan yang merugikan negara secara bersama-sama.</p>
<p>Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 16 Mei 2025 membacakan tuntutan terhadap ketiga terdakwa. Berdasarkan fakta persidangan, Satrio Wibowo diduga menerima keuntungan pribadi sebesar Rp59,9 miliar dari skema pengadaan ini, sementara Ahmad Taufik memperoleh keuntungan hingga Rp224,1 miliar.</p>
<p>Selain itu, kasus ini juga melibatkan dugaan penggunaan cek bodong sebagai alat pembayaran, yang semakin memperumit persoalan hukum dan memperburuk dampak kerugian negara.</p>
<p>Skandal korupsi APD Covid-19 ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga mencoreng upaya bersama dalam menghadapi pandemi. Penanganan kasus ini secara tegas dan transparan menjadi langkah penting untuk memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan penegakan hukum di Indonesia. (Sumber: Liputan 6, Editor: KBO Babel)</p>

KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) — Deklarasi Paslon “Merdeka” (Membangun bersama Ramida dan Eka) pada Minggu 15 Juni…
PANGKALPINANG, KBOBABEL.COM – SUASANA malam Sabtu (14/6/2025) di kawasan Tugu Kerito Surong, Kota Pangkalpinang, tampak…
KBOBABEL.COM (Mentok) – Aksi tegas kembali ditunjukkan aparat dalam memberantas praktik tambang ilegal di wilayah…
KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – TNI Angkatan Laut (AL) berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 47,5 ton timah ilegal…
KBOBABEL.COM (Pematangsiantar) — Dugaan pencurian aset negara kembali mencuat di Kota Pematangsiantar. Kali ini, sorotan…
KBOBABEL.COM (JAKARTA) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan harapannya agar kenaikan gaji hakim yang diumumkan…