Setoran 200 Ribu untuk “Rasa Aman” di Laut Enjel: Siapa di Balik Nama Rohila?

Rohila Diduga Kembali Pungut Setoran di Laut Enjel: Aparat Diminta Tegas Tindak Penambangan Ilegal

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Mentok) – Kegiatan tambang ilegal jenis user-user di perairan Laut Enjel, Kemang Masem (KM), Desa Air Putih, Kabupaten Bangka Barat, kian menunjukkan wajah nyata pembangkangan terhadap hukum. Diduga kuat, aktivitas tersebut tak hanya menimbulkan kerusakan lingkungan parah, tetapi juga diwarnai praktik pungutan liar (pungli) oleh oknum warga yang bernama Rohila, sosok yang disebut-sebut kerap memberikan “rasa aman” bagi para penambang. Jum’at (25/7/2025).

Berdasarkan pantauan lapangan pada Selasa, 22 Juli 2025, sedikitnya puluhan ponton jenis user-user terlihat aktif menambang pasir timah dengan metode pengerukan yang merusak ekosistem laut, termasuk terumbu karang.

banner 336x280

Ironisnya, seluruh kegiatan itu berlangsung tanpa rasa takut sedikit pun terhadap Aparat Penegak Hukum (APH), seakan-akan hukum telah lumpuh di wilayah ini.

Nama Rohila kembali mencuat ke permukaan. Beberapa sumber masyarakat menyebut, ia secara rutin memungut setoran sebesar Rp200.000 per unit ponton, yang diklaim sebagai “uang koordinasi” demi kelancaran aktivitas tambang ilegal di laut tersebut.

Bahkan, ia sempat mengatasnamakan dana itu sebagai sumbangan untuk anak yatim dan janda.

Namun, narasi ini dibantah keras oleh warga setempat. Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya menyampaikan bahwa klaim tersebut hanyalah akal-akalan belaka.

“Dia bilang uang itu buat anak yatim. Tapi sepupu saya itu anak yatim juga, tinggalnya di situ, tak pernah sekalipun dapat bantuan. Jadi itu cuma alasan saja supaya pungli itu terkesan ‘halal’,” ujar sumber kesal.

Lebih lanjut, warga juga mengeluhkan ketidakadilan dalam penarikan setoran.

“Katanya cuma untuk ponton orang luar desa. Tapi kami orang Air Putih pun masih diminta juga. Kami heran, sudah satu desa tapi masih juga dipalak,” sambungnya.

Ketika awak media mencoba menghubungi Rohila untuk mendapatkan klarifikasi, upaya itu tidak membuahkan hasil.

Nomor awak media justru telah diblokir, mengindikasikan adanya itikad tidak baik untuk menghindari konfirmasi publik.

Legalitas Dipertanyakan, Lingkungan Terkorbankan

Praktik penambangan timah ilegal ini jelas melanggar berbagai ketentuan hukum. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara, setiap kegiatan pertambangan wajib memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Tanpa izin tersebut, aktivitas tambang dinyatakan ilegal.

Pasal 158 UU Minerba menyebutkan secara tegas:

“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, IUPK, atau izin lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).”

Selain itu, pungutan liar yang dilakukan tanpa dasar hukum jelas melanggar hukum pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, yang berbunyi:

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Lebih menyedihkan, tambang liar tersebut juga telah merusak lingkungan laut. Terumbu karang yang berfungsi sebagai rumah bagi berbagai biota laut kini tercabik-cabik oleh ponton-ponton tak berizin.

Dampaknya bukan hanya ekologis, tetapi juga merugikan nelayan lokal yang kehilangan sumber mata pencaharian.

APH Diminta Turun Tangan

Situasi ini memperlihatkan ketimpangan penegakan hukum yang serius. Jika benar dugaan keterlibatan aktor-aktor yang “melindungi” tambang ilegal ini, maka pihak Polres Bangka Barat dan bahkan Polda Kepulauan Bangka Belitung harus segera bertindak.

Masyarakat berharap agar tidak ada lagi kesan bahwa “Rohila kebal hukum”. Negara tak boleh kalah oleh pungli dan tambang ilegal yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga merusak rasa keadilan sosial.

Langkah tegas harus diambil. Penertiban, penyidikan, dan proses hukum terhadap pelaku tambang ilegal serta pihak-pihak yang terlibat dalam pungutan liar mutlak dilakukan.

Jika tidak, praktik semacam ini akan menjadi preseden buruk dan mempermalukan institusi penegak hukum di mata masyarakat. (KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *