Tak Kunjung Direspons, Edi Irawan Laporkan Sekda Babel ke DPRD Soal Data Ahli Tata Ruang

Tuding Tak Transparan, Edi Irawan Ancam Tempuh Jalur Pidana terhadap Sekda Babel

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Upaya mendorong transparansi dan akuntabilitas publik kembali menggema di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Edi Irawan, seorang warga yang aktif menyuarakan hak atas informasi publik, secara resmi melaporkan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Babel ke DPRD Provinsi, Selasa (6/8/2025). Rabu (6/8/2025)

Langkah itu dilakukan Edi setelah surat permohonan informasinya tak kunjung mendapat tanggapan dari Sekda dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama. Didampingi dua kuasa hukumnya, Apri Anggara dan Ari Aditia Pangestu,

banner 336x280

Edi menegaskan bahwa pembiaran terhadap permohonan informasi merupakan bentuk pelanggaran prinsip keterbukaan yang semestinya dijunjung tinggi oleh pejabat publik.

“Sikap Sekda yang tidak merespons permintaan data sangat disayangkan. Ini bukan sekadar masalah administratif, tapi menyangkut akuntabilitas publik dan integritas birokrasi,” ujar Edi.

Data yang diminta Edi mencakup kekayaan, profil, serta sertifikasi keahlian milik YN, yang saat ini menjabat sebagai Kepala Bidang Tata Ruang.

Permintaan ini berangkat dari perannya sebagai pihak dalam sidang Komisi Informasi melawan Pemprov Babel, di mana YN dihadirkan sebagai saksi ahli dalam perkara sengketa informasi peta tata ruang.

Menurut Edi, selama persidangan dirinya merasa dibatasi secara tidak adil. Ia mengaku hanya diberi ruang untuk mengajukan empat pertanyaan, padahal banyak aspek penting yang menurutnya patut diklarifikasi, terutama soal keabsahan sertifikasi GIS (Geographic Information System) yang diklaim dimiliki oleh YN.

“Saya meragukan legalitas sertifikat tersebut, karena tidak pernah ditunjukkan secara terbuka. Ini penting karena pernyataan YN dijadikan dasar dalam putusan yang merugikan saya,” tegas Edi.

Lebih lanjut, Edi mengkritik proses persidangan yang menurutnya jauh dari prinsip keterbukaan.

Ia menyebut sidang tersebut sebagai salah satu yang paling janggal, dan menyoroti kurangnya independensi dari majelis komisioner.

“Harapan saya ke depan, Komisi Informasi benar-benar diisi oleh orang-orang yang kompeten dan independen, bukan yang tunduk pada kekuasaan,” kata Edi, menyoroti integritas lembaga pengawas informasi publik tersebut.

Tak hanya berhenti di DPRD, Edi menyatakan kesiapannya untuk menempuh jalur hukum jika surat permohonannya tetap diabaikan.

Ia dan tim hukumnya tengah menyiapkan langkah pidana terhadap pihak-pihak yang dianggap sengaja menghalang-halangi akses terhadap informasi publik, sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

“Ini menjadi bukti bahwa masyarakat, terutama generasi muda, tidak tinggal diam saat menghadapi praktik ketertutupan di pemerintahan. Bila upaya administratif diabaikan, maka pidana akan menjadi pilihan terakhir kami,” tegasnya.

Kasus ini memantik perhatian publik dan menjadi perbincangan hangat, terutama di tengah tuntutan terhadap birokrasi yang bersih, transparan, dan terbuka.

Laporan Edi Irawan menjadi pengingat bahwa pejabat publik wajib tunduk pada prinsip keterbukaan, bukan justru menghindari pengawasan. (M.Taufik/KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *