KBOBABEL.COM (JAKARTA) – Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea angkat bicara terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang menyeret nama mantan menteri, Nadiem Makarim, sebagai tersangka. Senin (8/9/2025)
Dalam pernyataan publik yang ia sampaikan melalui akun Instagram resminya, Hotman menegaskan bahwa tuduhan terhadap kliennya tidak memiliki dasar kuat. Ia bahkan berani menantang Presiden Prabowo Subianto untuk memberikan waktu hanya 10 menit agar dirinya dapat membuktikan bahwa Nadiem tidak bersalah.
“Sekali lagi, saya hanya membutuhkan 10 menit untuk membuktikan itu di depan Bapak Prabowo, yang pernah jadi klien saya 25 tahun. Seluruh rakyat Indonesia ingin agar benar-benar hukum ditegakkan. Saya akan membuktikan Nadiem Makarim tidak melakukan tindak pidana korupsi,” tegas Hotman Paris dalam unggahan Instagram-nya, dikutip Senin (8/9/2025).
Klaim Hotman: Nadiem Tidak Terima Uang, Tidak Ada Markup
Dalam unggahannya, Hotman memaparkan tiga poin utama yang menurutnya membuktikan bahwa Nadiem tidak melakukan tindak pidana korupsi. Pertama, ia memastikan kliennya tidak menerima uang sepeser pun dari pengadaan laptop tersebut.
Kedua, ia menegaskan tidak ada upaya penggelembungan harga atau markup dalam proses pengadaan. Ketiga, Hotman menyebut tidak ada pihak yang diperkaya dari proyek tersebut.
Ia juga mengutip hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang menurutnya menguatkan klaim tersebut.
“Sepanjang data yang kami peroleh dan telah dilakukan uji petik, permintaan keterangan terhadap BPK [Badan Pemeriksaan Keuangan], serta pendalaman lebih lanjut atas data yang kami peroleh, harga pesanan serta spesifikasi barang, kami tidak menemukan adanya hal-hal yang secara signifikan memengaruhi ketepatan harga,” bunyi kutipan audit BPKP yang disampaikan Hotman.
Menurut Hotman, kalimat itu menunjukkan tidak ada penggelembungan harga dalam pengadaan 1,2 juta unit Chromebook yang dilakukan Kemendikbudristek di era kepemimpinan Nadiem.
Selain itu, ia juga menekankan bahwa hasil audit BPKP menyebut 98,83 persen sekolah mengakui menerima manfaat dari pengadaan laptop tersebut. Dengan begitu, menurutnya, proyek itu tepat sasaran.
Kejagung Tetapkan Nadiem Tersangka
Meski demikian, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek tersebut. Keputusan itu diumumkan pada Kamis (4/9/2025) pekan lalu.
Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Nurcahyo Jungkung, menyatakan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup. Bukti tersebut berupa keterangan saksi, ahli, petunjuk, surat, serta barang bukti lain.
Menurut Kejagung, peran Nadiem dalam kasus ini terbilang sentral. Kronologi yang disampaikan penyidik menunjukkan adanya dugaan intervensi sejak awal proses hingga penetapan aturan yang dianggap menguntungkan produk tertentu.
Kronologi Menurut Kejagung
Pertama, pada Februari 2020, Nadiem (saat itu menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan) melakukan pertemuan dengan pihak Google Indonesia. Dalam pertemuan itu dibahas produk Google for Education dengan menggunakan Chromebook yang ditawarkan untuk mendukung sistem pendidikan di Indonesia.
Hasil pertemuan itu menghasilkan kesepakatan agar ChromeOS dan Chrome Devices Management (CDM) digunakan dalam proyek pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di Kemendikbud.
Kedua, pada 6 Mei 2020, Nadiem mengundang sejumlah pejabat internalnya, di antaranya Dirjen PAUD Dikdasmen berinisial H, Kepala Balitbang berinisial T, serta staf khusus menteri JT dan FH. Pertemuan yang dilakukan secara virtual itu membahas detail pengadaan perangkat TIK dengan mengacu pada Chromebook. Dalam rapat tersebut, menurut Kejagung, Nadiem meminta peserta rapat menggunakan headset agar pembahasan tetap tertutup.
Ketiga, Kejagung menyebut Nadiem memberi perintah untuk meloloskan Chromebook dalam pengadaan TIK tahun 2020. Padahal, sebelumnya, Menteri Pendidikan terdahulu (ME) tidak merespons tawaran serupa dari Google karena uji coba Chromebook pada 2019 gagal digunakan di sekolah-sekolah di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Keempat, berdasarkan arahan Nadiem, sejumlah pejabat di bawahnya kemudian membuat juknis/juklak yang sudah mengunci spesifikasi produk ChromeOS. Kajian teknis yang dibuat oleh tim teknis pun menyebut secara jelas penggunaan ChromeOS dalam spesifikasi pengadaan.
Kelima, pada Februari 2021, Nadiem menerbitkan Permendikbud Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2021. Dalam lampirannya, aturan itu disebut secara spesifik mengunci penggunaan ChromeOS.
Menurut Kejagung, rangkaian tindakan itu dinilai melanggar sejumlah aturan penting, antara lain:
-
Peraturan Presiden Nomor 123 Tahun 2020 tentang petunjuk teknis Dana Alokasi Khusus Fisik 2021.
-
Perpres Nomor 16 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
-
Peraturan LKPP Nomor 7 Tahun 2018 yang telah diubah dengan Peraturan LKPP Nomor 11 Tahun 2021 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Akibat tindakan tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sekitar Rp1,98 triliun. Nilai itu masih dalam proses penghitungan resmi oleh BPKP.
Atas perbuatannya, Nadiem dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kejagung juga menahan Nadiem selama 20 hari ke depan, terhitung sejak 4 September 2025, di Rutan Salemba Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Duel Klaim: Hotman vs Kejagung
Pernyataan Hotman Paris yang menyebut Nadiem bersih dari korupsi jelas bertolak belakang dengan hasil penyidikan Kejagung. Di satu sisi, Kejagung menuding Nadiem sebagai sosok yang menginisiasi dan mengarahkan spesifikasi pengadaan agar sesuai dengan produk Google.
Di sisi lain, Hotman menilai bahwa audit BPKP sudah jelas menyebut tidak ada masalah signifikan dalam aspek harga maupun kualitas barang. Bahkan ia mengklaim sebagian besar sekolah merasakan manfaat nyata dari program itu.
Perseteruan antara hasil audit BPKP dan penyidikan Kejagung ini pun menjadi perhatian publik. Apalagi, jumlah kerugian negara yang disebut mencapai hampir Rp2 triliun membuat kasus ini semakin sensitif di mata masyarakat. (Sumber: CNBC Indonesia, Editor: KBO Babel)