Terbongkar! Korupsi BBM Rugikan Negara Rp 285,1 Triliun, Anak Riza Chalid Jadi Terdakwa Utama

Mega Korupsi BBM Terkuak, Jaksa Beberkan Skema Riza Chalid dan Kroni Rugikan Negara Rp 285,1 Triliun

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Fakta mengejutkan terungkap dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (13/10/2025). Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa perbuatan para terdakwa menyebabkan kerugian keuangan dan perekonomian negara yang ditaksir mencapai Rp 285,1 triliun. Selasa (14/10/2025)

Jaksa Triyana Setia Putra dalam pembacaan dakwaan menyebut bahwa praktik korupsi ini dilakukan secara sistematis dan melibatkan sejumlah pejabat Pertamina serta pihak swasta yang terafiliasi dengan pengusaha minyak terkenal Mohamad Riza Chalid. Anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza, disebut sebagai salah satu tokoh sentral dalam perkara tersebut.

banner 336x280

“Itu rangkaian perbuatan daripada terdakwa yang menjadi satu kesatuan dan akhirnya menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 285 triliun, total seperti itu,” ujar Jaksa Triyana usai sidang.

Menurutnya, tindakan korupsi ini berlangsung dari hulu hingga hilir tata kelola minyak mentah dan produk BBM di Pertamina.

“Semua klaster dalam dakwaan Pertamina itu satu rangkaian yang tidak bisa dipisahkan. Tata kelola mulai dari hulu, dari impor-ekspor minyak mentah, sampai ke penjualan solar maupun subsidi BBM,” tegasnya.

Tiga Unsur Kerugian Negara

Dalam surat dakwaan, jaksa merinci ada tiga perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian besar bagi negara.

Pertama, pada pengadaan ekspor minyak mentah, kerugian mencapai 1.819.086.068,47 dolar AS. Kedua, dalam pengadaan impor minyak mentah, negara rugi 570.267.741,36 dolar AS, di mana sebanyak 19 perusahaan, termasuk perusahaan asing, menerima keuntungan secara melawan hukum.

Ketiga, dalam pengadaan penyewaan kapal, ditemukan kerugian sebesar Rp 1.073.619.047,00 dan 11.094.802,31 dolar AS. Dalam skema ini, Riza Chalid dan anaknya disebut ikut menerima keuntungan pribadi.

Tak berhenti di situ, dalam pengadaan sewa terminal BBM, negara juga dirugikan Rp 2.905.420.003.854,00, sementara kompensasi BBM RON 90 (Pertalite) menambah kerugian hingga Rp 13,1 triliun. Dari penjualan solar murah, negara kembali merugi Rp 9,4 triliun.

Jika dijumlahkan, total kerugian keuangan negara akibat rangkaian perbuatan tersebut mencapai Rp 25,4 triliun dan 2,73 miliar dolar AS.

Kerugian Ekonomi Capai Rp 171,9 Triliun

Selain kerugian keuangan langsung, jaksa juga menegaskan bahwa perbuatan para terdakwa menimbulkan kerugian perekonomian negara sebesar Rp 171.997.835.294.293,00. Nilai fantastis ini muncul akibat pengadaan BBM dengan harga jauh lebih mahal dari harga pasar, sehingga membebani struktur ekonomi nasional.

Tak hanya itu, para terdakwa juga disebut menerima keuntungan ilegal sebesar 2.617.683.340,41 dolar AS, yang dihitung dari selisih antara harga impor BBM yang melebihi kuota dengan harga minyak mentah yang seharusnya dibeli dari dalam negeri.

Jika dikonversi dengan kurs Rp 16.000 per dolar AS, total kerugian keuangan dan ekonomi negara dalam kasus ini mencapai Rp 285,1 triliun. “Angka tersebut sudah mencerminkan keseluruhan dampak keuangan dan ekonomi yang timbul akibat perbuatan para terdakwa,” ucap Triyana.

19 Perusahaan Diuntungkan

Jaksa juga membeberkan bahwa ada 19 perusahaan yang menikmati keuntungan tidak sah dari proses impor dan ekspor minyak mentah tersebut. Sebanyak 10 di antaranya merupakan perusahaan asing yang diusulkan langsung oleh pejabat Pertamina sebelum proses pengadaan dimulai.

“Usulan ini diberikan oleh terdakwa Agus Purwono, Sani Dinar Saifuddin, dan Dwi Sudarsono kepada panitia pengadaan untuk memenangkan 10 mitra usaha impor minyak mentah/kondensat, meskipun praktik pengadaan tidak sesuai prinsip dan etika,” ungkap jaksa.

Perusahaan-perusahaan asing itu antara lain Vitol Asia Pte Ltd, Socar Trading Singapore Pte Ltd, Glencore Singapore Pte Ltd, ExxonMobil Asia Pacific Pte Ltd, BP Singapore Pte Ltd, Trafigura Asia Trading Pte Ltd, Petron Singapore Trading Pte, BB Energy (Asia) Pte Ltd, dan Trafigura Pte Ltd.

Jaksa menyebut kesepuluh perusahaan tersebut meraup keuntungan 570,26 juta dolar AS dari praktik curang ini. Mereka juga disebut menerima bocoran harga perkiraan sendiri (HPS) yang seharusnya bersifat rahasia. Selain itu, para terdakwa melakukan perubahan volume dan waktu pengiriman serta mengundang perusahaan yang tengah disanksi untuk ikut lelang.

Sementara 9 perusahaan dalam negeri yang juga diuntungkan antara lain PT Kilang Pertamina Internasional, PT Pertamina EP Cepu (PEPC), ExxonMobil Cepu Ltd (EMCL), Medco E&P Natuna Ltd, Petronas Carigali Ketapang II Ltd, dan PT Pema Global Energi.

Daftar Terdakwa dan Tersangka

Sejauh ini, sembilan terdakwa telah dihadirkan di persidangan. Mereka adalah Muhammad Kerry Adrianto Riza (beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa), Yoki Firnandi (Dirut PT Pertamina International Shipping), Agus Purwono (VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional), Dimas Werhaspati (Komisaris PT Navigator Khatulistiwa), dan Gading Ramadhan Joedo (Dirut PT Orbit Terminal Merak).

Empat terdakwa lain yang sudah lebih dulu disidangkan pada 9 Oktober 2025 yakni Riva Siahaan, Sani Dinar Saifuddin, Maya Kusmaya, dan Edward Corne, seluruhnya pejabat aktif di lingkungan Pertamina Group.

Selain mereka, terdapat sembilan tersangka lain yang berkasnya belum dilimpahkan, di antaranya Alfian Nasution, Hanung Budya Yuktyanta, Toto Nugroho, Dwi Sudarsono, Arief Sukmara, Hasto Wibowo, Martin Haendra, Indra Putra, dan Mohammad Riza Chalid.

Nama terakhir, Riza Chalid, dikenal publik sebagai “raja minyak” yang sebelumnya sempat terseret dalam kasus “papa minta saham” pada 2015. Dalam perkara kali ini, ia diduga berperan sebagai beneficial owner PT Orbit Terminal Merak, perusahaan yang disebut menerima keuntungan besar dari pengadaan sewa kapal dan terminal BBM.

Jaksa menegaskan bahwa penyidikan kasus ini masih akan terus dikembangkan untuk menelusuri aliran dana hasil korupsi ke berbagai pihak, termasuk kemungkinan keterlibatan pihak asing. (Sumber: Kompas.com, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *