KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo bersama Rismon Sianipar dan Tifauzia Tyassuma memenuhi panggilan penyidik Polda Metro Jaya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penyebaran informasi palsu terkait tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), Kamis (13/11/2025).
Pemeriksaan ketiganya diwarnai dengan dua aksi demonstrasi yang berlangsung bersamaan di depan Mapolda Metro Jaya, Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Dua kelompok massa yang berseberangan memadati area depan gerbang masuk markas kepolisian sejak pagi hari.
Pantauan di lapangan menunjukkan kelompok pertama mengenakan pakaian serba putih sambil membawa spanduk besar bergambar wajah Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma. Spanduk tersebut bertuliskan kalimat tegas yang menyerukan agar ketiganya ditangkap.
“Rakyat Indonesia desak tangkap penghina Presiden RI ke-7,” demikian isi salah satu spanduk yang dibawa massa.
Tak hanya itu, dalam spanduk lain, ketiga nama tersangka ditulis sebagai akronim “Tiroris” (Tifa, Roy, Rismon). Massa tersebut kemudian menyanyikan yel-yel yang menggema di depan Mapolda Metro Jaya.
“Tangkap, tangkap, tangkap Tiroris! Tangkap Tiroris sekarang juga!” teriak mereka serempak sambil mengibarkan bendera dan spanduk.
Sementara di sisi lain gerbang, kelompok massa dengan pakaian serba hitam hadir dalam jumlah yang lebih sedikit. Mereka datang untuk mendukung Roy Suryo dan kawan-kawan, menuntut agar status tersangka terhadap mereka dicabut.
“Kami hadir di sini untuk memastikan bahwa Polda Metro Jaya segera mencabut status tersangka terhadap Roy Suryo dan rekan-rekannya. Mereka hanya memperjuangkan kebenaran, bukan menyebar kebencian,” ujar salah satu orator dari kelompok berbaju hitam.
Kedua kubu massa sempat saling melontarkan seruan dan yel-yel berlawanan, namun situasi tetap terkendali berkat penjagaan ketat dari aparat kepolisian yang mengamankan jalannya aksi di depan markas Polda Metro.
Di tengah pemeriksaan, Roy Suryo menanggapi aksi massa yang menentangnya. Ia menuding bahwa kelompok berpakaian putih tersebut merupakan massa bayaran yang sengaja dimobilisasi untuk menciptakan opini negatif.
“Mereka itu hanya bagian kecil dan mereka menyewa orang. Kami sudah tahu tadi mobilisasinya bagaimana, membayar mereka itu orang-orangnya,” kata Roy Suryo kepada wartawan usai pemeriksaan.
Roy menegaskan bahwa ia tidak gentar menghadapi tekanan publik dan tetap yakin apa yang ia lakukan adalah bentuk perjuangan menyuarakan keresahan masyarakat yang disebutnya sebagai “silent majority”.
“Insya Allah, apa yang kami lakukan ini bisa bermanfaat untuk mayoritas silent majority. Banyak yang sebenarnya menginginkan kebenaran ini, tapi tidak bisa bersuara,” ujar Roy.
Dalam pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Roy Suryo terlihat didampingi oleh sejumlah simpatisan, termasuk kelompok emak-emak yang diklaim datang dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka membawa dokumen ijazah masing-masing sebagai simbol protes.
Beberapa di antara mereka membentangkan kain putih besar bertuliskan warna merah: “Ini ijazahku, mana ijazahmu?” sebagai bentuk dukungan terhadap perjuangan Roy Suryo dan dua rekannya.
Delapan Tersangka dalam Kasus Ijazah Jokowi
Kasus dugaan penyebaran tudingan ijazah palsu Presiden Jokowi bermula dari unggahan dan pernyataan sejumlah tokoh publik yang menuding keaslian dokumen pendidikan Kepala Negara. Setelah melalui penyelidikan panjang, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka.
Kedelapan tersangka tersebut ialah Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rusam Effendi, Damai Hari Lubis, Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma. Mereka terbagi dalam dua klaster dengan pasal berbeda sesuai peran dan keterlibatannya.
Klaster pertama yang terdiri atas Eggi Sudjana, Kurnia Tri Royani, M Rizal Fadillah, Rusam Effendi, dan Damai Hari Lubis dijerat dengan Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik, Pasal 311 KUHP tentang fitnah, serta Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Selain itu, mereka juga disangkakan melanggar Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4) dan/atau Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Sementara itu, klaster kedua yang berisi Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma dijerat dengan pasal yang lebih berat. Mereka dikenakan Pasal 310 dan 311 KUHP, serta sejumlah pasal dalam UU ITE, yakni Pasal 32 Ayat (1) juncto Pasal 48 Ayat (1), Pasal 35 juncto Pasal 51 Ayat (1), Pasal 27A juncto Pasal 45 Ayat (4), dan Pasal 28 Ayat (2) juncto Pasal 45A Ayat (2).
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menyatakan, penetapan status tersangka terhadap kedelapan orang tersebut dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan penyebaran berita bohong dan fitnah melalui media sosial maupun forum publik.
Hingga saat ini, penyidik masih melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap para tersangka untuk melengkapi berkas perkara sebelum diserahkan ke kejaksaan. Polisi juga memastikan proses hukum akan dilakukan secara profesional tanpa intervensi politik.
“Kami bekerja berdasarkan bukti dan fakta hukum. Tidak ada intervensi dari pihak mana pun. Semua proses dilakukan sesuai prosedur dan asas keadilan,” kata salah satu perwira penyidik Polda Metro Jaya yang enggan disebutkan namanya.
Sementara itu, Roy Suryo menegaskan dirinya akan kooperatif dalam menjalani proses hukum. Ia menyebut tidak ada niat untuk mencemarkan nama baik Presiden, melainkan hanya ingin mengklarifikasi persoalan yang menjadi perhatian publik.
“Saya menghormati proses hukum dan akan hadir setiap kali dipanggil. Yang kami perjuangkan adalah transparansi dan kebenaran, bukan fitnah,” pungkas Roy. (Sumber : Kompas.com, Editor : KBO Babel)













