KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) – Dunia peradilan di Kepulauan Bangka Belitung kembali diguncang dengan kabar sanksi berat yang dijatuhkan kepada mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Koba, Rizal Taufani. Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA) RI resmi memberikan hukuman disiplin berupa sanksi non palu selama dua tahun. Keputusan tersebut tertuang dalam dokumen resmi yang ditandatangani Plt. Kepala Badan Pengawasan MA RI, Sugiyanto, pada 28 Februari 2025. Sabtu (20/9/2025)
Sanksi yang dijatuhkan kepada pria kelahiran Yogyakarta, 7 April 1977 itu, bukanlah sesuatu yang mengejutkan bagi publik. Selama menjabat sebagai Ketua PN Koba sejak Juni 2021 hingga November 2023, nama Rizal kerap disorot lantaran sejumlah putusan kontroversialnya, khususnya terkait perkara timah.
Dua Vonis Bebas yang Jadi Sorotan
Dalam catatan media, setidaknya terdapat dua putusan bebas yang membuat masyarakat mempertanyakan integritas peradilan di bawah kepemimpinan Rizal. Pada Januari 2023, ia bersama majelis hakim yang dipimpinnya memvonis bebas terdakwa Erwin cs dalam kasus penyelundupan timah. Vonis itu langsung menuai kritik, sebab kasus tersebut dianggap sebagai bentuk kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat.
Tidak berhenti di situ, pada Agustus 2023, Rizal kembali mengetuai majelis hakim bersama Trema Femula Grafit (Wakil Ketua PN Koba) dan Derit Werdiningsih dalam perkara timah dengan terdakwa Suratno alias Akon, anak dari Sung Sak Men. Akon sendiri merupakan adik kandung Athaw, salah satu cukong besar timah di Bangka Belitung. Hasilnya, Akon divonis bebas, yang lagi-lagi memicu kecurigaan publik akan adanya kejanggalan dalam proses peradilan.
Publik menyoroti bahwa dalam dua perkara besar tersebut, Rizal diduga menyusun keanggotaan majelis hakim dengan cara yang tidak lazim. Salah satu anggota majelis adalah Derit Werdiningsih yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua PN Koba. Praktik tersebut dianggap tidak umum dan menimbulkan persepsi negatif terhadap independensi peradilan.
Isu Keterkaitan Istri di MA
Selain perkara vonis bebas, sorotan publik juga mengarah pada latar belakang keluarga Rizal. Istrinya diketahui bertugas di Mahkamah Agung. Kondisi ini memunculkan isu miring di kalangan masyarakat dan praktisi hukum, bahwa ada “penjaga gawang” di MA saat perkara kasasi berlangsung.
Namun, Rizal membantah tudingan itu. Kepada wartawan, ia menegaskan istrinya bekerja secara profesional.
“Benar istri saya di sana (berdinas di MA). Tapi istri bekerja secara profesional di sana, dia gak macam-macam. Tak ada istri saya main-main seperti itu,” ujarnya.
Meski begitu, bantahan itu tak serta merta meredam kecurigaan publik. Dugaan adanya konflik kepentingan tetap melekat, mengingat keputusan-keputusan kontroversial yang dikeluarkan Rizal selama menjabat di Koba.
Karier Tersendat
Setelah melepas jabatan sebagai Ketua PN Koba pada November 2023 dan digantikan oleh Derit Werdiningsih, Rizal kemudian dipindahkan menjadi Wakil Ketua PN Kalianda, Lampung. Namun, kariernya kini harus tersendat akibat sanksi berat yang dijatuhkan.
Dengan status hakim non palu, Rizal ditempatkan di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang, Lampung, tanpa kewenangan memimpin persidangan. Selama menjalani masa sanksi, tunjangan jabatan hakim juga tidak akan dibayarkan. Praktis, ia hanya dapat menjalani rutinitas administratif tanpa dapat memutus perkara hukum.
Landasan Hukum Sanksi
Dalam putusan Badan Pengawasan MA, Rizal dinyatakan melanggar sejumlah aturan etik dan pedoman perilaku hakim. Di antaranya adalah angka 1.1. butir (2), angka 1.1. butir (4), angka 1.2. butir (1), angka 8, dan angka 10 Keputusan Bersama Ketua MA RI dan Ketua Komisi Yudisial (KY) RI Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009-02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Selain itu, ia juga dianggap melanggar Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 5 ayat (3) huruf a, Pasal 5 ayat (2) huruf f, Pasal 6 ayat (2) huruf c, Pasal 12, dan Pasal 14 Peraturan Bersama Ketua MA dan Ketua KY Nomor 02/PB//MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang panduan penegakan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Hukuman tersebut dijatuhkan setelah melalui proses panjang. Disposisi Ketua MA tertanggal 31 Oktober 2024 serta disposisi Ketua Kamar Pengawasan MA pada 8 November 2024 menjadi dasar bagi Plt. Kepala Badan Pengawasan MA untuk meneruskan hasil pemeriksaan dan rekomendasi ke Dirjen Badan Peradilan Umum MA pada 25 Februari 2025.
“Wakil Tuhan” yang Kehilangan Palu
Sebutan “wakil Tuhan di bumi” yang sering disematkan kepada hakim, kini menjadi ironi bagi Rizal Taufani. Palu sidang yang selama ini menjadi simbol kekuasaan dan kewenangan seorang hakim, harus hilang dari genggamannya. Selama dua tahun ke depan, Rizal hanya bisa duduk manis di bangku panjang Pengadilan Tinggi Tanjung Karang tanpa bisa mengetuk palu dan memimpin jalannya persidangan.
Bagi publik di Bangka Belitung, sanksi ini menjadi angin segar di tengah keresahan terhadap putusan-putusan kontroversial yang pernah dihasilkan PN Koba. Banyak pihak menilai, langkah tegas Badan Pengawasan MA ini perlu diapresiasi sebagai bentuk komitmen menegakkan integritas peradilan. (Sumber: Babelpos.id, Editor: KBO Babel)