Prabowo Izinkan WNA Pimpin BUMN, KPK Ingatkan: “Tak Ada Kebal Hukum di Indonesia”

Buka Pintu Ekspatriat di BUMN, Pemerintah Diawasi Ketat: KPK dan Kejagung Siap Tindak Jika Langgar Hukum

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Pemerintah Indonesia kini membuka peluang bagi warga negara asing (WNA) untuk menduduki jabatan strategis di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Namun, keputusan ini langsung disorot lembaga penegak hukum yang menegaskan bahwa pengawasan terhadap para ekspatriat di tubuh BUMN akan dilakukan secara ketat. Senin (20/10/2025)

Langkah ini diumumkan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto di hadapan ratusan pemimpin perusahaan global dalam

banner 336x280

di Hotel St. Regis, Jakarta, Rabu (15/10/2025) malam.

“Saya telah mengubah regulasi. Sekarang ekspatriat, non-Indonesia, bisa memimpin BUMN kami,” kata Prabowo di hadapan sekitar 400 CEO global.

Perubahan kebijakan itu diatur melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Melalui regulasi baru ini, pemerintah membuka ruang bagi profesional asing untuk menjadi direksi maupun komisaris utama di perusahaan pelat merah.

Namun, keputusan tersebut memunculkan perhatian serius dari lembaga pengawas dan penegak hukum, terutama terkait potensi penyalahgunaan kewenangan serta perlindungan terhadap keuangan negara.

KPK: WNA Wajib Lapor Harta Kekayaan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa seluruh pimpinan dan jajaran direksi BUMN—termasuk WNA—wajib melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

“Tentunya itu berkonsekuensi terhadap salah satunya adalah kewajiban LHKPN. Karena setiap penyelenggara negara pada prinsipnya punya kewajiban untuk melaporkan aset dan hartanya melalui LHKPN,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (16/10/2025).

Budi menjelaskan, kewajiban ini bukan hanya bersifat administratif, tetapi juga merupakan bagian penting dari sistem transparansi dan pencegahan korupsi.

“Begitu mereka menduduki jabatan penyelenggara negara di lingkungan BUMN, otomatis tunduk pada aturan yang sama. Tidak ada pengecualian, termasuk bagi ekspatriat,” katanya.

KPK juga menegaskan tetap memiliki kewenangan untuk memproses dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh WNA yang menjabat di BUMN.

“Jika memang di situ ada dugaan fraud, dugaan tindak pidana korupsi, KPK tetap bisa menangani karena secara ketentuan BUMN ini mengelola keuangan negara, dan organ-organ di dalamnya adalah penyelenggara negara,” tegas Budi.

Menurutnya, status kewarganegaraan tidak menghalangi proses penegakan hukum di Indonesia. Selama tindakan itu berkaitan dengan pengelolaan dana publik, maka yurisdiksi hukum Indonesia tetap berlaku penuh.

“Korupsi itu bukan soal asal negara pelakunya, tapi tentang keuangan negara yang dirugikan. Jadi, siapa pun yang melakukan pelanggaran di wilayah hukum Indonesia tetap bisa kami tindak,” ujarnya menegaskan.

Kejagung: Hukum Berlaku untuk Semua

Senada dengan KPK, Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa hukum Indonesia tetap berlaku bagi siapa pun yang melakukan tindak pidana di wilayah hukum nasional, tanpa memandang kewarganegaraan.

“Kita menganut hukum positif. Selama itu dilakukan di wilayah hukum Indonesia, maka hukum Indonesia yang berlaku,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, di Jakarta, Jumat (17/10/2025).

Anang menegaskan, jika seorang WNA yang menduduki jabatan tinggi di BUMN terbukti melakukan tindak pidana, termasuk korupsi yang menyebabkan kerugian negara, maka yang bersangkutan tetap dapat diproses sesuai ketentuan hukum Indonesia.

“Artinya, siapapun bisa dikenakan hukum sepanjang perbuatannya dilakukan di Indonesia, apalagi jika itu mengakibatkan kerugian negara,” ucapnya.

Ia mencontohkan beberapa kasus di bidang militer dan sipil di mana warga negara asing tetap dijadikan tersangka karena tindakannya menimbulkan kerugian negara.

“Ada beberapa kasus, contohnya di pidana militer, tersangkanya warga negara asing dan tetap dijadikan tersangka. Sekarang, kalau tidak salah, salah satu kasusnya bahkan direncanakan sidang secara in absentia,” ujar Anang.

Menurutnya, prinsip supremasi hukum di Indonesia berlaku universal. Tidak ada perlakuan istimewa bagi pelaku kejahatan, baik warga negara Indonesia maupun asing.

“Selama itu terkait pelanggaran hukum di Indonesia, maka akan diproses oleh hukum kita. Tapi tentu dengan kehati-hatian dan profesionalitas,” ujarnya menambahkan.

Pengawasan Ekstra untuk BUMN

Kebijakan membuka ruang bagi ekspatriat memimpin BUMN disebut bertujuan meningkatkan efisiensi dan profesionalisme dalam pengelolaan perusahaan milik negara. Namun, para pengamat menilai langkah ini perlu diiringi mekanisme pengawasan yang lebih ketat.

KPK dan Kejagung mengingatkan, risiko penyimpangan justru meningkat jika pengawasan internal dan eksternal tidak berjalan baik. Pasalnya, banyak BUMN mengelola proyek strategis bernilai triliunan rupiah yang berhubungan langsung dengan keuangan negara.

“BUMN adalah entitas yang menggunakan dana publik dan aset negara. Maka, prinsip akuntabilitas dan transparansi harus dijaga tanpa kompromi,” kata Budi Prasetyo.

Sementara Anang Supriatna menegaskan, Kejagung siap berkoordinasi dengan lembaga lain untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif tanpa diskriminasi.

“Kita akan tetap profesional. Tapi yang pasti, hukum tidak mengenal WNI atau WNA. Siapa pun yang melanggar akan kita tindak,” tutupnya.

Kebijakan baru ini menandai babak baru dalam pengelolaan BUMN Indonesia di era globalisasi. Namun, di balik keterbukaan itu, aparat penegak hukum memastikan bahwa garis merah hukum tetap tegas: tidak ada kebal hukum di tanah Indonesia, bagi siapa pun yang menyentuh uang negara. (Sumber : Kompas.com, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *