Audiensi Panas di DPRD: Warga Tuntut Tambak Udang Ditutup Jika Rugikan Masyarakat

Warga 3 Desa Datangi DPRD Bangka Tengah, Protes Pencemaran dari Tambak Udang

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (BANGKA TENGAH) — Konflik antara masyarakat dan perusahaan tambak udang di Bangka Tengah kembali mencuat. Perwakilan warga dari tiga desa, yakni Kurau, Penyak, dan Guntung, mendatangi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bangka Tengah, Senin (15/9/2025) sore, untuk mengadukan dampak negatif dari aktivitas tambak udang yang beroperasi di wilayah mereka. Selasa (16/9/2025)

Dalam audiensi yang berlangsung di ruang rapat DPRD, masyarakat didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Milenial Bangka Tengah Keadilan. Mereka menyuarakan keresahan akibat pencemaran lingkungan, bau menyengat, hingga dugaan polusi pada sumber air bersih yang selama ini menjadi kebutuhan warga.

banner 336x280

Limbah dan Bau Menyengat

Sejumlah perwakilan warga menyampaikan keluhan mereka secara terbuka di hadapan pimpinan DPRD. Menurut warga, tambak udang yang beroperasi di wilayah mereka tidak memberikan manfaat berarti, bahkan justru membawa masalah baru.

“Air sumur yang dulu jernih, sekarang sering keruh dan berbau. Kami khawatir ini berdampak pada kesehatan keluarga kami,” ujar salah seorang warga Desa Kurau.

Selain pencemaran air, bau menyengat dari limbah tambak juga mengganggu kenyamanan warga dalam beraktivitas sehari-hari. Kondisi ini membuat masyarakat merasa dirugikan, terlebih karena kontribusi ekonomi dari tambak udang dianggap tidak sebanding dengan dampak yang mereka rasakan.

Tuntutan Warga Melalui LBH

Dalam pertemuan tersebut, Ketua LBH Milenial Bangka Tengah Keadilan, Dairi atau akrab disapa Dodoi, menyampaikan empat poin utama tuntutan masyarakat kepada DPRD.

Pertama, warga mempertanyakan kejelasan legalitas perizinan tambak udang. Mereka mendesak DPRD menelusuri apakah perusahaan sudah mengantongi izin yang sesuai prosedur.

Kedua, kontribusi perusahaan kepada masyarakat sekitar. Menurut warga, kehadiran investasi seharusnya memberi dampak positif melalui penyerapan tenaga kerja, program sosial, maupun pemberdayaan ekonomi.

Ketiga, persoalan pengelolaan limbah. Dugaan pencemaran lingkungan menjadi fokus utama, karena warga menilai sistem pengolahan limbah perusahaan belum sesuai standar.

Keempat, penutupan tambak jika tidak terbukti memberi manfaat.

“Kalau memang tidak ada kontribusi bagi masyarakat, lebih baik ditutup saja. Tujuan investasi itu kan untuk kebermanfaatan bersama. Kalau justru merugikan, untuk apa dilanjutkan,” tegas Dodoi.

Respons DPRD Bangka Tengah

Menanggapi keluhan warga, Ketua DPRD Bangka Tengah, Batianus, menyatakan pihaknya akan segera menindaklanjuti aduan tersebut. Menurutnya, DPRD pada dasarnya menyambut baik investasi yang masuk, namun investasi harus memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar.

“Kami tentu senang jika ada investor yang masuk ke Bangka Tengah, apalagi bisa menyerap tenaga kerja. Tetapi investasi tidak boleh menimbulkan masalah baru. Kami akan pelajari semua aspek, mulai dari izin, pengelolaan limbah, hingga kontribusinya bagi daerah,” ujar Batianus.

Ia menambahkan, DPRD akan melibatkan sejumlah komisi untuk mengkaji persoalan ini.

“Besok kami akan berkoordinasi internal, setelah itu kami akan turun langsung ke lapangan melihat kondisi di tiga desa tersebut,” katanya.

Polemik Bertahun-Tahun

Dodoi menuturkan, persoalan tambak udang di Bangka Tengah bukanlah hal baru. Sejak awal keberadaannya, masyarakat sudah menaruh curiga terhadap dampak yang ditimbulkan. Namun, warga memilih menunggu dengan harapan perusahaan dapat menunjukkan itikad baik.

“Kami diam bukan berarti tidak tahu. Kami ingin melihat apakah tambak ini bisa memberi manfaat. Tapi kenyataannya, sampai sekarang masyarakat tetap dirugikan,” ujarnya.

Ia menegaskan, kesabaran masyarakat kini sudah habis. Jika aspirasi tidak ditindaklanjuti, tidak menutup kemungkinan akan muncul aksi yang lebih besar.

Investasi vs Lingkungan

Kasus ini mencerminkan dilema klasik antara investasi dan kelestarian lingkungan. Tambak udang dikenal sebagai usaha yang menjanjikan keuntungan tinggi, baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Namun, tanpa pengelolaan limbah yang memadai, dampak negatifnya bisa merusak ekosistem, mencemari sumber air, dan memicu konflik sosial.

DPRD Bangka Tengah menegaskan akan melakukan langkah konkret. Selain meninjau dokumen perizinan, tim gabungan juga akan melakukan inspeksi lapangan. Jika ditemukan pelanggaran, sanksi administratif hingga penghentian operasional sementara bisa direkomendasikan.

“Kami tidak ingin investasi yang justru merugikan rakyat. Semua laporan akan kami verifikasi di lapangan. Jika terbukti ada pelanggaran, tentu ada konsekuensinya,” tegas Batianus.

Harapan Masyarakat

Meski kecewa, warga tiga desa tetap membuka ruang dialog. Mereka menekankan pentingnya investasi yang adil dan berkelanjutan.

“Kalau perusahaan mau memperbaiki limbah, meningkatkan kontribusi sosial, silakan jalan. Tapi kalau tetap seperti sekarang, lebih baik ditutup,” ujar tokoh masyarakat Desa Penyak.

Audiensi ini menjadi momentum penting bagi DPRD untuk menunjukkan keberpihakan terhadap rakyat. Masyarakat kini menunggu bukti nyata, apakah keluhan mereka hanya berhenti di ruang rapat, atau benar-benar menghasilkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik.

“Bagi kami, ini bukan sekadar soal bau dan limbah. Ini tentang masa depan desa kami. Kami tidak ingin meninggalkan warisan lingkungan yang rusak untuk anak cucu,” pungkas Dodoi. (Sumber : Bangkapos, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *