Autopsi Ungkap Fakta Baru, Polisi Tetapkan 5 Anak Jadi Pelaku Bullying ZH

Tragedi ZH di Bangka Selatan: Satu Gagal Diversi, Empat Pelaku Jalani Pembinaan

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (BANGKA BELITUNG) – Polres Bangka Selatan resmi menetapkan lima pelaku anak berhadapan dengan hukum (ABH) dalam kasus dugaan bullying yang menimpa ZH (10), seorang siswa kelas 5 SD di Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, Kepulauan Bangka Belitung. Keputusan ini diambil setelah hasil autopsi dari Tim Forensik Polda Bangka Belitung dan pemeriksaan penyidik Unit PPA Polres Bangka Selatan menemukan adanya indikasi kekerasan sebelum korban meninggal dunia. Rabu (10/9/2025)

Kapolres Bangka Selatan, AKBP Agus Arif Wijayanto, menyampaikan bahwa hasil autopsi memang menemukan adanya luka akibat benda tumpul di tubuh korban. Namun, penyebab utama kematian diduga bukan karena pukulan tersebut, melainkan infeksi akibat kebocoran usus buntu.

banner 336x280

“Namun penyebab kematian korban ZH besar kemungkinan diakibatkan karena infeksi yang diakibatkan kebocoran usus buntu,” ujar Kapolres Bangka Selatan, AKBP Agus Arif Wijayanto didampingi Kasat Reskrim AKP Raja Taufik Ikrar Buntani dalam konferensi pers, Selasa (9/9/2025).

Meskipun penyebab kematian tidak sepenuhnya terkait langsung dengan kekerasan, polisi tetap menindaklanjuti dugaan tindak pidana kekerasan yang dialami korban. Dari hasil pemeriksaan, penyidik menemukan bahwa ZH sempat mengalami kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan oleh teman-temannya di sekolah. Peristiwa itu terjadi di dalam kelas saat jam istirahat.

Peran Masing-Masing Pelaku

Kapolres mengungkapkan, kelima pelaku yang rata-rata berusia 11 hingga 12 tahun itu memiliki peran masing-masing. DMP (12) menutup kepala korban dengan panci lalu memukulnya. Sementara SM (11) berperan mengajak serta memprovokasi teman-temannya untuk melakukan tindakan tersebut.

“Kemudian IDP (11) memukul punggung korban, HL (11) menendang perut korban, dan AS (11) memukul lengan korban,” jelas Kapolres.

Pengakuan dari para pelaku ini diperkuat oleh keterangan sejumlah saksi dan barang bukti yang dikumpulkan penyidik. Kendati demikian, karena kelima pelaku masih di bawah umur, penanganan kasus ini dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Diversi dan Proses Hukum

Kapolres menjelaskan, dari kelima pelaku, hanya satu orang yang tidak berhasil menjalani proses diversi. Diversi merupakan mekanisme penyelesaian perkara anak di luar jalur pengadilan dengan tujuan pemulihan, bukan pembalasan.

“Dari kelima pelaku, ada satu pelaku usia 12 tahun gagal diversi sehingga berkasnya akan diteruskan ke kejaksaan,” kata Kapolres.

Pelaku yang dimaksud adalah DMP. Ia dijerat Pasal 80 ayat (1) UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Ancaman hukuman maksimal yang dikenakan adalah 3 tahun 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp72 juta.

Sementara itu, keempat pelaku lainnya telah menjalani diversi dan diputuskan melalui kesepakatan bersama penyidik, Balai Pemasyarakatan (Bapas), Dinas Sosial, serta lembaga terkait pada 3 September 2025 lalu.

Adapun hasil keputusan diversi untuk keempat pelaku adalah:

  1. Wajib meminta maaf kepada keluarga korban.

  2. Diserahkan ke lembaga kesejahteraan sosial di Kecamatan Airgegas untuk mengikuti program pendidikan, pembinaan, dan pembimbingan selama enam bulan.

  3. Pimpinan lembaga kesejahteraan sosial wajib melaporkan perkembangan anak secara tertulis setiap bulan.

  4. Bapas akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan program pendidikan tersebut.

  5. Setelah enam bulan program selesai dijalankan, perkara dianggap tuntas dan proses penyidikan dihentikan.

Pesan Kapolres: Edukasi dan Pencegahan

Kasus ini menjadi perhatian luas masyarakat karena menyangkut kekerasan di lingkungan sekolah. Kapolres Bangka Selatan menegaskan bahwa pihaknya akan lebih meningkatkan koordinasi dengan sekolah, orang tua, serta instansi terkait agar kasus serupa tidak terulang.

“Pendidikan tentang dampak bullying harus semakin ditingkatkan. Anak-anak perlu diberikan pemahaman bahwa kekerasan, baik verbal maupun fisik, dapat menimbulkan trauma bahkan berdampak pada keselamatan jiwa,” ujar Kapolres.

Ia juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan sekitar, terutama dalam mendidik anak-anak agar menjauhi tindakan perundungan.

Tanggapan Masyarakat

Sejumlah orang tua murid menyatakan keprihatinannya atas kasus ini. Mereka menilai bahwa peran sekolah sangat penting untuk meningkatkan pengawasan terhadap interaksi antar siswa.

“Anak-anak sekarang memang sangat aktif. Tapi guru juga harus lebih peka dan tidak membiarkan perundungan terjadi, walaupun dianggap main-main,” ujar salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.

Kasus ZH ini sekaligus menjadi pengingat bahwa bullying bukan sekadar masalah ringan. Perundungan bisa meninggalkan luka mendalam, baik secara fisik maupun psikologis.

Dengan ditetapkannya lima pelaku ABH, aparat kepolisian berharap proses hukum yang dijalani bisa memberikan efek jera sekaligus menjadi pembelajaran bagi anak-anak lainnya. (Sumber : RadarBahtera, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *