Bagaimana Nasib Uang Pengganti Kasus Timah Pasca Suparta Wafat?

Nasib Uang Pengganti Kasus Timah Setelah Suparta Meninggal, Apa Langkah Kejagung?

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Jakarta) – Kejaksaan Agung RI sedang mempelajari kelanjutan kasus uang pengganti dari perkara korupsi pengelolaan timah, menyusul wafatnya terdakwa utama, Suparta, yang merupakan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT). Langkah-langkah untuk memulihkan kerugian negara akibat kasus ini tengah dalam pengkajian. Selasa (29/4/2025)

“Itu kan sudah bagian kerugian keuangan negara, itu nanti di UU Tipikor ada itu. Apakah penyidik itu akan menyerahkan ke Datun untuk dilakukan gugatan dan sebagainya, tentu itu nanti masih akan dikaji lah, dipelajari dulu oleh penuntut umum,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, kepada wartawan, Selasa (29/4/2025).

banner 336x280

Harli menjelaskan bahwa secara hukum acara, status pidana terhadap terdakwa Suparta otomatis gugur setelah ia meninggal dunia.

“Menurut hukum acara, ya kalau sudah meninggal, terhadap secara pidana yang bersangkutan gugur,” ujar Harli.

Suparta meninggal pada Senin (28/4) saat menjalani penahanan di Lapas Cibinong, Bogor. Sebelumnya, ia divonis 19 tahun penjara oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dalam kasus korupsi pengelolaan timah. Vonis tersebut lebih berat dibandingkan putusan di tingkat pertama oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Dalam vonis Pengadilan Tinggi, Suparta juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 4,57 triliun. Jika tidak dibayarkan, ia diancam hukuman tambahan berupa kurungan selama 10 tahun. Sementara itu, pada pengadilan tingkat pertama, ia hanya dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa dalam perkara ini sebelumnya menuntut Suparta dengan hukuman 14 tahun penjara. Kasus korupsi pengelolaan timah yang melibatkan PT Timah sebagai BUMN menimbulkan kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp 300 triliun. Kerugian tersebut berasal dari kerja sama pengolahan timah dengan pihak swasta dan dampak kerusakan lingkungan yang diakibatkannya.

Kejaksaan Agung kini mempertimbangkan berbagai opsi, termasuk kemungkinan menyerahkan kasus ini ke bidang perdata dan tata usaha negara (Datun) untuk melakukan gugatan.

Dengan gugurnya status pidana Suparta, fokus kini bergeser pada upaya maksimal untuk memulihkan kerugian negara dari salah satu kasus korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. (Sumber: Detikcom, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed