KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) – Gubernur Kepulauan Bangka Belitung, Hidayat Arsani, menegaskan bahwa Jembatan Eko Maulana Ali Suroso (Emas) yang menghubungkan Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka melalui jalur timur tidak lagi difungsikan untuk transportasi darat. Keputusan ini diambil menyusul kondisi jembatan yang kini hanya menjadi monumen infrastruktur dengan bagian tengah yang terus terbuka. Jumat (2/5/2025)
“Mohon maaf kepada warga Bangka Belitung, selama lima tahun saya menjabat ini, posisi jembatan akan selalu dibuka bagian tengahnya,” ujar Hidayat Arsani usai meninjau alur Pelabuhan Pangkalbalam pada Rabu (30/4/2025).
Menurut Hidayat, kebijakan ini bertujuan mendukung kelancaran pelayaran kapal yang memiliki dampak langsung terhadap aktivitas ekonomi daerah.
“Ini untuk mendukung pelayaran kapal, berhubungan langsung dengan perekonomian kita,” tambahnya.
Jembatan yang dibangun lebih dari satu dekade lalu dengan sistem anggaran multiyears tersebut menghadapi tantangan besar dalam hal operasional dan pemeliharaan. Operasional buka-tutup jembatan dihentikan karena tingginya biaya perawatan yang mencapai Rp 1,6 miliar per tahun. Selain itu, sistem hidrolik jembatan dinyatakan sudah usang, dan suku cadangnya tidak lagi diproduksi, sehingga berpotensi menyebabkan kerusakan yang dapat menghambat pelayaran.
“Kalau nanti jembatan rusak tidak bisa diangkat, sementara banyak kapal yang mau lewat, ini akan merugikan perekonomian,” jelas Hidayat.
Upaya pencarian suku cadang, termasuk hingga ke berbagai negara, tidak membuahkan hasil. Teknologi mesin yang digunakan dianggap sudah ketinggalan zaman.
“Kondisi demikian yang kami antisipasi,” ujar Hidayat.
Sementara itu, alternatif untuk memproduksi mesin baru di dalam negeri juga dianggap tidak efisien. “Kalau bubut di dalam negeri, selain makan waktu, biayanya juga sangat besar,” tambahnya.
Karena alasan ini, pemerintah memutuskan untuk mengalihkan anggaran operasional jembatan ke sektor pembangunan lain yang lebih mendesak.
Pelabuhan Pangkalbalam Mengalami Pendangkalan
Selain persoalan Jembatan Emas, Hidayat Arsani juga menyoroti kondisi muara Pelabuhan Pangkalbalam yang mengalami pendangkalan serius. Kedalaman air yang seharusnya mencapai 4 meter kini menyusut hingga 80 sentimeter, berdampak pada naiknya biaya operasional kapal.
“Karena menunggu pasang surut, biaya kapal menjadi mahal dari Rp 50 juta menjadi Rp 200 juta, sudah sama seperti di Papua,” ungkap Hidayat.
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah merencanakan pemindahan aktivitas pelabuhan ke Belinyu atau Sadai serta melakukan pengerukan alur dengan memanfaatkan kapal isap timah. Namun, keterbatasan dana dari APBD maupun APBN menjadi kendala utama.
“Solusinya nanti kapal dipindahkan ke Belinyu atau Sadai dan alur ini dilakukan pengerukan menggunakan kapal isap timah karena uang APBD dan APBN tak ada,” pungkas Hidayat.
Langkah-langkah strategis ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi transportasi laut dan mendukung kelancaran ekonomi di Bangka Belitung. Meski demikian, keputusan untuk tidak memfungsikan kembali Jembatan Emas sebagai jalur darat mungkin menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. (Sumber: Kompas, Editor: KBOBabel)