KBOBABEL.COM (BANGKA) – Potensi kebocoran timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) semakin mengkhawatirkan. Berdasarkan data intelijen maritim, sedikitnya 100 ton timah diperkirakan bocor setiap pekan dari sejumlah wilayah izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk. Temuan itu menguatkan dugaan masuknya timah ke jalur perdagangan ilegal melalui jaringan kolektor yang kini menjadi target operasi satuan tugas (Satgas). Selasa (16/9/2025)
Temuan terbaru yang dilakukan oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI Stasiun Bangka Belitung bersama Satgas Timah Nanggala memperlihatkan betapa serius persoalan ini. Pada Minggu (14/9/2025), tim berhasil mengamankan 1.261 kilogram pasir timah ilegal saat melakukan pengecekan terhadap aktivitas Ponton Isap Produksi (PIP) pasir timah di kawasan IUP PT Timah Tbk, Tempilang DU-1545, Kabupaten Bangka Barat.
Kepala Stasiun Bakamla Babel, Letkol Bakamla Yuli Eko Prihartanto, mengatakan timah tersebut diyakini akan diturunkan secara diam-diam pada malam hari sebelum dijual ke kolektor.
“Yang tertangkap kemarin memang hanya sekitar satu ton lebih, tetapi data kami menunjukkan kebocoran bisa mencapai seratus ton per minggu. Angka ini sangat signifikan,” tegas Yuli saat ditemui Media, Senin (15/9/2025).
Kolektor Masuk Target Operasi
Menurut Yuli, koordinasi lintas lembaga terus diperkuat, terutama dengan Satgas Timah Nanggala yang dibentuk PT Timah Tbk. Saat ini sejumlah titik rawan penyelundupan telah dipetakan, termasuk aktivitas kolektor yang selama ini menjadi penghubung antara penambang rakyat dan pasar gelap.
“Profil kolektor ilegal sebagian besar sudah kami ketahui. Ada yang hampir tertangkap, tetapi berhasil melarikan diri. Ke depan, operasi akan diperluas, tidak berhenti pada satu kasus saja,” jelasnya.
Yuli menegaskan, penindakan bukan hanya bertujuan menghentikan praktik ilegal, tetapi juga memastikan agar hasil tambang masyarakat kembali masuk ke jalur resmi. Timah yang disita nantinya akan dikembalikan, dengan syarat dijual melalui PT Timah Tbk sehingga negara tetap memperoleh pemasukan dan daerah mendapat pendapatan asli daerah (PAD).
Modus Rayu Penambang
Berdasarkan laporan masyarakat, oknum kolektor diketahui kerap mendekati penambang di wilayah Tempilang. Dengan iming-iming harga jual lebih tinggi daripada harga resmi PT Timah, para kolektor berusaha menguasai pasokan pasir timah dari PIP.
“Banyak penambang yang tergoda karena harga yang ditawarkan lebih tinggi. Tapi mereka tidak sadar bahwa jalur itu ilegal dan sangat merugikan negara,” ujar Yuli.
Dalam operasi pengintaian, tim Bakamla menemukan 26 kampil pasir timah kering yang sengaja disembunyikan di atas PIP. Barang bukti kemudian ditimbang bersama pengawas PIP PT Timah, dengan hasil total 1.261 kilogram pasir timah. Seluruh barang bukti dititipkan di gudang pos PT Timah Tempilang untuk diproses lebih lanjut.
PT Timah Gagal Capai Target Produksi
Dampak kebocoran timah ilegal juga dirasakan langsung oleh PT Timah Tbk. Direktur Utama PT Timah, Restu Widyantoro, mengungkapkan bahwa perusahaan dua tahun berturut-turut gagal mencapai target produksi.
Menurutnya, kebocoran pendapatan perusahaan mencapai 80 persen dari total produksi, salah satunya akibat ulah kolektor timah ilegal.
“Kami lihat yang diuntungkan dari operasional timah itu bukan rakyat, melainkan kelompok kolektor. Peran kolektor akan diperkecil,” tegas Restu.
Restu menjelaskan bahwa PT Timah bersama Satgas Tata Kelola Pertimahan akan mengambil langkah tegas untuk menekan kebocoran pendapatan.
“Kolektor yang bekerja secara legal tentu kami akui. Tapi yang ilegal akan kami tertibkan dan ambil langkah hukum jika terbukti melanggar,” tegasnya.
Latihan Khusus Satgas dari Kopassus
Untuk memperkuat kapasitas, Satgas internal PT Timah Tbk disebut telah menjalani serangkaian pelatihan langsung dari Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
“Satgas ini dilatih agar berani melawan kolektor yang tidak mau diorganisir dengan baik, karena kita harus bekerja secara legal. Kalau yang ilegal itu mencuri dan menadah dari IUP Timah,” jelas Restu.
Ia menambahkan, PT Timah kini juga memberikan penghargaan dan dukungan penuh kepada mitra yang beroperasi secara resmi. “
Sudah ada ratusan orang yang mau bekerja secara legal, mendaftar, hingga mendapat Surat Perintah Kerja (SPK). Hasilnya wajib masuk ke PT Timah agar bisa memberikan kontribusi berupa pajak, royalti, dan jaminan reklamasi,” tambahnya.
Target produksi PT Timah pada 2025 mencapai 22.000 ton timah batangan. Restu berharap, dengan dukungan Satgas, angka ini bisa meningkat menjadi 30.000 ton pada 2026 dan bahkan 80.000 ton pada 2027.
Nanggala dan Halilintar, Dua Satgas di Lapangan
Dalam kegiatan pengawasan di Tempilang, tim Bakamla RI Babel didampingi sejumlah anggota Satgas Nanggala, sebuah satgas internal PT Timah Tbk yang fokus mengawasi IUP perusahaan.
“Beberapa anggota Satgas, jumlahnya di bawah sepuluh orang, ikut serta dalam kegiatan pengawasan. Kami juga sempat berbagi informasi terkait titik rawan penjualan dan penyelundupan ilegal,” kata Yuli.
Selain Satgas Nanggala, pemerintah pusat juga membentuk Satgas Halilintar untuk memberantas penambangan timah ilegal di Babel. Meski demikian, Yuli mengaku belum mengetahui detail operasional Satgas Halilintar.
“Yang jelas, semua bentuk satuan pengawasan harus berpihak pada kepentingan masyarakat. Jangan sampai justru menimbulkan keresahan,” tegasnya.
Edukasi Penambang Rakyat
Yuli juga menekankan bahwa kehadiran satgas tidak boleh menakut-nakuti masyarakat. Sebaliknya, satgas harus bersifat edukatif, memberikan pembinaan, serta mengarahkan penambang rakyat agar masuk ke jalur resmi.
“Kita ingin satgas hadir bukan untuk menakut-nakuti, melainkan untuk membina. Kalau ada yang menambang di IUP resmi tapi belum terdata, sebaiknya diarahkan ke PT Timah, bukan langsung ditindak,” ujarnya.
Ia juga berpesan agar penambang tidak mudah tergiur harga tinggi dari kolektor ilegal. Menurutnya, meskipun tampak menguntungkan, jalur ilegal tidak menjamin keselamatan dan keberlanjutan ekonomi masyarakat.
“Kalau menjual ke kolektor, mereka hanya memikirkan keuntungan sendiri. Tidak ada jaminan keselamatan, tidak ada kontribusi ke daerah. Tapi kalau dijual ke PT Timah atau smelter resmi, hasilnya kembali ke masyarakat melalui pajak dan pembangunan,” pungkas Yuli.
Harapan Perbaikan Tata Kelola
Kehadiran Satgas Nanggala, Satgas Halilintar, serta pengawasan Bakamla diharapkan mampu memperbaiki tata kelola pertimahan di Bangka Belitung. Dengan kebocoran timah yang mencapai 100 ton per minggu, langkah sinergis lintas lembaga dinilai krusial.
“Ini bukan hanya soal bisnis perusahaan, tetapi menyangkut hajat hidup orang banyak. Timah adalah komoditas strategis nasional yang harus dijaga agar benar-benar memberi manfaat untuk negara dan masyarakat,” kata Restu menutup pernyataannya. (Sumber : Pos Belitung, Editor : KBO Babel)