Dato’ Alam Pelawan Sindir Gubernur dan DPRD Babel: “Kalau Tak Mampu Pimpin, Jangan Jadi Penghasut”

Polemik Timah Babel Memanas, Tokoh Presidium Desak Pemda Bentuk WPR dan Hentikan Provokasi Rakyat

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Polemik penambangan timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) yang semakin memanas dan memicu rencana demonstrasi masyarakat terhadap PT Timah pada Senin (6/10/2025) mendatang, mendapat tanggapan tegas dari Tokoh Presidium Pembentukan Provinsi Babel, Dato’ Alam Pelawan Agus Adaw. Ia menilai, akar persoalan sebenarnya bukan semata-mata pada PT Timah, melainkan pada lemahnya peran dan kepemimpinan daerah dalam mengelola sumber daya alam. Senin (6/10/2025)

Dalam wawancara eksklusif bersama media di kediamannya, Bukit Merapin, Pangkalpinang, Sabtu (4/10/2025), Dato’ Alam Pelawan menegaskan bahwa semangat pembentukan Provinsi Babel pada tahun 2000 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya melalui pengelolaan sumber daya alam seperti timah secara adil dan berkelanjutan.

banner 336x280

“Tujuan Babel menjadi provinsi adalah untuk mensejahterakan rakyat. Salah satunya dengan memberi kesempatan kepada masyarakat menambang timah melalui regulasi yang jelas dan berpihak pada rakyat,” ujarnya.

Namun, menurut Dato’, kondisi saat ini justru berbanding terbalik dengan cita-cita awal tersebut. Ia mengaku heran mengapa masyarakat kini justru memilih berdemonstrasi ke PT Timah.

“Kok PT Timah disalahkan, ini tidaklah relevan,” tegasnya. Dato’ berpendapat, permasalahan yang terjadi saat ini muncul karena pemerintah daerah tidak mampu memainkan perannya sebagai pengatur dan pengendali tata kelola tambang di wilayahnya.

Lebih lanjut, Dato’ menyoroti sikap Gubernur Babel dan Ketua DPRD Babel yang dinilainya tidak konsisten dalam menangani persoalan penambangan ilegal. Ia menilai keduanya seharusnya bersinergi dan mengambil langkah konkret dengan segera membentuk Wilayah Penambangan Rakyat (WPR) agar masyarakat memiliki ruang legal untuk menambang.

“Kalau sudah se-level kepala daerah, harus punya inisiatif bersama-sama wakil rakyat membentuk WPR secepatnya. Jangan menunggu sampai rakyat marah dan turun ke jalan,” kata Dato’.

Ia menegaskan, pemimpin daerah tidak seharusnya melempar tanggung jawab kepada pihak lain apalagi memprovokasi masyarakat.

“Pemimpin itu harus jadi contoh, bukan jadi provokator rakyatnya,” ujarnya dengan nada tegas.

Dato’ juga mengingatkan bahwa perjuangan membentuk Provinsi Kepulauan Babel tidaklah mudah. Ia menceritakan bagaimana masyarakat Babel harus berjuang keras hingga akhirnya diakui secara sah sebagai provinsi melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2000 pada 21 November 2000. Sebelumnya, wilayah Babel masih menjadi bagian dari Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

“Perjuangan kami waktu itu luar biasa. Kami ingin masyarakat Babel punya hak atas tanah dan hasil bumi sendiri, termasuk timah. Karena itu, rakyat Babel harusnya bisa menikmati hasilnya dengan bijak, bukan justru saling menyalahkan,” tuturnya.

Dato’ juga mengingatkan bahwa sejak masa kepemimpinan Gubernur Eko Maulana Ali, pemerintah daerah telah memberikan ruang kepada masyarakat untuk menambang timah secara terbatas melalui Peraturan Daerah (Perda). Menurutnya, sejak itu kehidupan ekonomi masyarakat Babel meningkat drastis.

“Sudah 25 tahun masyarakat Babel diberikan leluasa menambang timah. Banyak yang dulunya susah, sekarang bisa hidup layak. Yang tadinya tidak mampu beli sepeda, sekarang bisa beli sepeda, dulu tak mampu beli motor, sekarang sudah bisa beli mobil bahkan membangun rumah megah. Itu karena timah,” jelasnya.

Namun, Dato’ menilai bahwa kondisi saat ini menunjukkan kemunduran dalam tata kelola pemerintahan dan sumber daya alam. Ia mengkritik para pemimpin daerah yang dinilainya gagal memahami esensi kepemimpinan rakyat.

“Kalau tidak mampu jadi pemimpin, jangan jadi penghasut dan penghianat,” katanya lugas.

Ia mengajak para bupati dan gubernur di Babel untuk bersikap gentleman dengan membuka ruang dialog bersama masyarakat agar solusi nyata bisa ditemukan.

“Harusnya para pemimpin daerah itu turun langsung ke rakyatnya. Katakan, ‘ikak jangan demo, datanglah ke tempat pemimpinnya’. Tanyakan apa sebenarnya keinginan mereka. Kalau dialog dilakukan dengan hati, Insyaallah ada titik temu,” imbuh Dato’.

Dato’ menekankan pentingnya transparansi, komunikasi efektif, dan keberanian pemimpin untuk mengambil keputusan yang berpihak pada rakyat tanpa mengorbankan aspek hukum.

“Kalau masyarakat menambang tanpa izin, tanpa KP, itu jelas pelanggaran. Tapi jangan biarkan rakyat bingung tanpa arah. Pemerintah harus beri solusi, bukan justru lepas tangan,” ucapnya.

Menurutnya, solusi paling realistis adalah dengan mempercepat pembentukan WPR di seluruh kabupaten di Babel agar masyarakat bisa menambang secara legal dan terkendali. Selain itu, perlu dilakukan pengawasan ketat agar penambangan tidak merusak lingkungan dan tetap memberikan kontribusi ekonomi bagi daerah.

“Babel ini kaya, tapi kalau tidak dikelola dengan aturan dan hati, kekayaan itu justru akan jadi kutukan,” ujar Dato’ mengingatkan.

Ia berharap agar para pemimpin di Babel dapat bekerja sama untuk menciptakan regulasi yang jelas, adil, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat.

“Bekerjalah bersama rakyat, bukan melawan rakyat. Kalau pemimpin dan masyarakat saling percaya, suasana akan tertib, aman, dan damai,” pungkas Dato’ Alam Pelawan. (Sumber : Cakrawalanational.news, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *