KBOBABEL.COM (Jakarta) – Babak baru pengusutan kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) tata niaga timah oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia masih menjadi sorotan publik. Setelah menetapkan lima perusahaan smelter timah besar sebagai tersangka korporasi pada awal Januari 2025 lalu, hingga kini belum ada kelanjutan berarti terkait proses hukum maupun perkembangan penyidikan kasus besar yang merugikan negara ratusan triliun rupiah ini. Selasa (2/9/2025)
Sementara itu, para bos, baik petinggi maupun pemilik dari kelima perusahaan smelter tersebut, telah menjalani persidangan hingga ke tingkat kasasi. Bahkan, sejumlah eks pejabat PT Timah Tbk dan jajaran direksi yang ikut terseret juga sudah divonis hingga ke tingkat kasasi. Namun, nasib perusahaan-perusahaan yang ditetapkan tersangka korporasi tampaknya masih menggantung.
Adapun lima perusahaan yang sudah tujuh bulan menyandang status tersangka korporasi itu masing-masing adalah PT Refined Bangka Tin (PT RBT), PT Stanindo Inti Perkasa (PT SIP), PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN), PT Sariwiguna Binasentosa (PT SBS), dan CV Venus Inti Perkasa (CV VIP). Sejak penetapan pada Januari 2025, hingga memasuki September ini, belum ada perkembangan lebih lanjut.
Belum ada informasi resmi dari Kejagung terkait penambahan tersangka, pelimpahan berkas perkara, maupun langkah konkret lain. Kondisi inilah yang membuat publik bertanya-tanya, apakah kasus ini akan segera dibawa ke meja hijau atau justru kembali melambat seperti kasus-kasus besar lainnya.
Hal yang paling ditunggu dalam kasus ini, selain dimulainya persidangan terhadap korporasi yang sudah ditetapkan, adalah munculnya tersangka baru. Indikasi ke arah itu memang cukup kuat. Pasalnya, data kerugian negara dalam kasus ini menunjukkan bahwa tanggung jawab tidak hanya bisa ditimpakan pada lima perusahaan tersebut, melainkan ada kemungkinan pihak lain, termasuk smelter lain, juga akan terseret.
Rincian kerugian lingkungan hidup akibat kasus tata niaga timah ini mencapai Rp271 triliun. Jumlah tersebut terbagi dengan nilai yang ditanggung masing-masing tersangka korporasi, yakni PT RBT sebesar Rp38 triliun, PT SBS Rp23 triliun, PT SIP Rp24 triliun, PT TIN Rp23 triliun, dan PT VIP Rp42 triliun.
“Ini sekitar Rp152 triliun,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah.
Dari pernyataan ini, tampak jelas ada selisih kerugian yang belum terjawab. Dari total Rp271 triliun, jika dikurangi Rp152 triliun yang sudah ditetapkan, masih tersisa Rp119 triliun yang belum diketahui pihak mana yang harus bertanggung jawab.
”Sisa kerugian lingkungan hidup sebesar Rp119 triliun sisanya masih dihitung oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Sedang dihitung BPKP siapa yang bertanggung jawab (sisanya), tentunya akan kita tindak lanjuti,” lanjut Febrie menandaskan.
Pernyataan Febrie ini semakin memperkuat dugaan bahwa akan ada tersangka baru dalam kasus besar ini. Meski belum ada nama maupun perusahaan yang disebut secara resmi, publik menunggu siapa pihak-pihak yang bakal ikut terseret.
Sejak awal, penyidikan Tipikor korporasi timah ini memang sudah menyinggung keterlibatan pihak lain di luar lima perusahaan yang telah ditetapkan sebagai tersangka. Banyak perusahaan yang semula diperiksa sebagai saksi, termasuk pimpinan perusahaan-perusahaan boneka hingga kolektor timah, yang jumlahnya puluhan orang. Potensi keterlibatan mereka dalam kasus ini sangat besar, terlebih mengingat pola bisnis timah yang melibatkan banyak pihak mulai dari hulu hingga hilir.
Tidak hanya menyentuh kalangan swasta, proses pemeriksaan juga menyasar ke lingkup birokrasi. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa kasus timah babak II bisa menyeret lebih banyak pihak dibanding babak I pada tahun 2024 lalu, yang sudah membuat geger publik.
Dalam perkembangan terakhir, Kejagung melalui Jampidsus memeriksa sejumlah kolektor timah. Berdasarkan rilis resmi, ada tiga kolektor yang diperiksa yakni TU, ODY, dan MFK. Ketiganya diperiksa terkait penyidikan smelter PT Refined Bangka Tin, PT SIP, PT SBS, PT Tinindo Inter Nusa, dan CV VIP. Pemeriksaan ini menjadi sinyal bahwa lingkaran kasus timah tidak hanya berhenti di perusahaan besar, melainkan juga sampai ke tingkat pengumpul bahan baku.
Lebih jauh, penyidik Kejagung juga memeriksa kalangan keluarga terpidana yang sudah divonis dalam kasus timah babak I. Langkah ini memunculkan dugaan adanya keterkaitan aliran dana hasil korupsi dengan aset-aset keluarga yang selama ini belum tersentuh hukum.
Tak hanya itu, muncul pula kabar bahwa penyidik turut memeriksa seorang pengusaha hotel. Hal ini memunculkan spekulasi baru bahwa sebagian aliran dana hasil Tipikor timah diduga mengalir ke pembangunan hotel. Jika dugaan ini benar, maka kasus timah babak II akan membuka dimensi baru mengenai modus pencucian uang yang lebih kompleks dibanding babak sebelumnya.
Tampaknya, Tipikor Timah Babak II ini memang tak kalah heboh dengan babak pertama tahun 2024 lalu. Pada saat itu, publik dikejutkan dengan penetapan sejumlah pejabat dan bos besar smelter sebagai tersangka serta vonis berat yang dijatuhkan pengadilan. Kini, dengan indikasi adanya tersangka baru dan aliran dana ke sektor lain seperti properti perhotelan, kasus ini berpotensi menjadi salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Meski demikian, hingga kini publik masih menunggu langkah konkret Kejagung. Transparansi proses penyidikan menjadi harapan utama agar kasus ini tidak berhenti di tengah jalan. Apalagi, kerugian negara dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sangat besar, yakni mencapai ratusan triliun rupiah.
Jika Kejagung konsisten, maka penambahan tersangka, baik individu maupun korporasi, kemungkinan besar akan segera diumumkan. Publik tentu menanti siapa saja pihak baru yang akan dimintai pertanggungjawaban dalam kasus mega korupsi ini.
Sampai saat ini, satu hal yang jelas, kasus Tipikor tata niaga timah belum selesai. Aliran dana yang masih misterius, pemeriksaan terhadap kolektor hingga pengusaha hotel, serta sisa kerugian Rp119 triliun yang belum terjawab, semuanya menandakan bahwa babak baru pengusutan kasus ini masih panjang. (Sumber: Koranbabelpos.id, Editor: KBO Babel)