KBOBABEL.COM (Mentok, Bangka Barat) — Aksi tegas Tim Satgas Halilintar kembali mengguncang publik Bangka Barat. Pada Selasa (4/11/2025) malam, sebuah gudang penampungan timah yang diduga ilegal milik seorang berinisial Sin-sin, di kawasan Pal 1 Mentok, digerebek aparat. Kamis (6/10/2025).
Dari cuplikan video yang beredar, terlihat sejumlah karung putih berisi pasir timah di bak mobil pikap yang terparkir di halaman gudang. Penampungan itu diduga menjadi titik transit hasil tambang dari berbagai wilayah.
Asal Timah dari Berbagai Lokasi
Seorang sumber lapangan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, timah tersebut berasal dari beberapa lokasi di sekitar Mentok.
“Timah Keranggan, timah Tembelok, dan seputaran Mentok,” ujarnya.
Temuan ini langsung memantik perhatian publik, mengingat persoalan timah ilegal masih menjadi momok di Bangka Belitung.
Aktivitas tambang tanpa izin (non-IUP) yang memasok ke gudang seperti ini ditengarai menjadi salah satu akar persoalan dalam tata kelola pertimahan nasional.

Sorotan Hukum dan Status IUP PT Timah
Fokus kini mengarah pada status hukum temuan tersebut. Masyarakat menyoroti kemungkinan keterlibatan pihak-pihak yang menyalurkan timah di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) resmi milik PT Timah Tbk.
Secara hukum, PT Timah hanya dapat mengelola timah dari wilayah yang tercakup dalam IUP-nya, atau melalui mekanisme kemitraan resmi dengan koperasi dan mitra yang memiliki izin.
Jika timah yang ditampung berasal dari luar IUP, maka aktivitas tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Minerba dan ketentuan tata niaga timah nasional.
Hingga kini, pihak kepolisian dan PT Timah masih berupaya dikonfirmasi terkait jumlah barang bukti, identitas pemilik gudang, dan langkah hukum yang diambil atas kasus tersebut.
Klarifikasi “Sin-sin”: “Saya Anak Buah Mas Jon, Semua Modal dan Urusan Penjualan dari Dia”
Setelah ramai diberitakan, sosok Sin-sin akhirnya buka suara. Dalam keterangannya kepada awak media, ia membenarkan adanya aktivitas penampungan timah di lokasi tersebut, namun menegaskan bahwa dirinya hanya anak buah dari Mas Jon — sosok yang disebutnya sebagai pemodal sekaligus penanggung jawab utama kegiatan itu.
“Saya cuma beli dan nampung timah pakai modal Mas Jon. Semua urusan jual-beli, pengiriman, dan izin itu tanggung jawab dia (Mas Jon), bukan saya,” ujar Sin-sin dengan nada pasrah.
Menurut Sin-sin, dirinya menjalankan aktivitas tersebut atas dasar jaminan dan izin yang diberikan oleh Mas Jon.
“Saya nggak berani kalau nggak ada jaminan dari dia. Katanya semua sudah aman dan ada izin,” tambahnya.
Soal status timah yang disita oleh petugas, Sin-sin mengaku tidak mengetahui detail proses selanjutnya.
“Timahnya memang dibawa petugas ke PT Timah, tapi saya nggak tahu ke pos mana ditaruh. Setahu saya kalau sudah ke PT Timah berarti aman,” jelasnya.
Keterangan Sin-sin ini membuka babak baru dalam pengungkapan dugaan *jaringan penampungan timah ilegal* yang disebut-sebut sudah berjalan lama di wilayah tersebut.

Munculnya Nama “Mas Jon”, Diduga Pemodal dan Pengendali
Dari pengakuan Sin-sin, Mas Jon disebut sebagai tokoh kunci di balik aktivitas penampungan timah di Mentok.
Ia digambarkan sebagai pihak yang:
Memberikan modal dan arahan kepada Sin-sin untuk membeli timah dari berbagai lokasi;
Mengatur penjualan dan distribusi timah hasil tampungan;
Menyediakan izin dan jaminan keamanan bagi para pekerja lapangan.
Keterangan ini membuat fokus penyelidikan kini bergeser ke arah Mas Jon. Publik mendesak Satgas Halilintar dan kepolisian untuk segera memanggil dan memeriksa sosok tersebut guna memastikan apakah izin yang diklaim benar-benar sah atau hanya “izin bayangan” yang sering digunakan untuk menutupi aktivitas ilegal.
Tindak Lanjut yang Diharapkan
Kasus ini memperlihatkan kompleksitas rantai pasok timah di lapangan—dari penambang, pengepul, hingga pengendali modal. Untuk menuntaskan persoalan ini, setidaknya ada tiga langkah penting yang dinanti publik:
1. Pemeriksaan hukum terhadap Mas Jon untuk memastikan status legalitas dan sumber modal yang digunakan.
2. Penelusuran aliran timah hasil sitaan, apakah benar masuk ke sistem resmi PT Timah atau sekadar dijadikan alibi legalitas.
3. Klarifikasi terbuka dari PT Timah, guna memastikan tidak ada pos penampungan “bayangan” yang mencatut nama perusahaan.
Masyarakat berharap pengungkapan kasus ini dapat menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk menertibkan tata kelola timah di Bangka Barat, sekaligus menutup celah praktik ilegal yang selama ini merugikan negara dan mencoreng nama daerah penghasil timah terbesar di Indonesia tersebut. (Joy/KBO Babel)













