Konsumen Gugat Bahlil Rp 500 Juta Akibat Kelangkaan BBM, Hakim Arahkan ke Tahap Mediasi

Kasus Kelangkaan BBM Masuk Meja Hijau, PN Jakpus Tunjuk Hakim Saptono sebagai Mediator Gugatan terhadap Bahlil

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (JAKARTA ) — Gugatan perdata terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia terkait kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta resmi memasuki tahap mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. Sidang mediasi ini digelar pada Rabu (15/10/2025) dengan agenda pemeriksaan identitas para pihak sekaligus penunjukan mediator.

Hakim Ketua Ni Kadek Susantiani yang memimpin jalannya persidangan menyatakan bahwa mediasi merupakan tahapan wajib dalam perkara perdata sebelum pemeriksaan pokok perkara dilanjutkan.

banner 336x280

“Sebelum pemeriksaan kita lakukan, kepada para pihak diwajibkan untuk proses mediasi,” ujar Hakim Kadek dalam sidang terbuka.

Dalam sidang kedua ini, seluruh pihak yang terlibat hadir di ruang sidang PN Jakarta Pusat. Pihak penggugat, Tati Suryati, hadir langsung didampingi tim kuasa hukumnya yang diketuai oleh advokat Boyamin Saiman. Sementara itu, Tergugat I, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, diwakili oleh tim kuasa hukum dari Kementerian ESDM. Tergugat II, PT Pertamina (Persero), dan Tergugat III, PT Shell Indonesia, juga mengutus perwakilan hukum mereka.

Hakim Ni Kadek menjelaskan bahwa proses mediasi bertujuan mencari penyelesaian secara damai antara para pihak tanpa harus melanjutkan perkara ke tahap pembuktian.

“Saya berharap dalam proses mediasi ini bisa dilakukan dengan iktikad baik dari para pihak, dan mudah-mudahan bisa ditemukan titik temu atau perdamaian yang bisa disepakati,” katanya.

Karena para pihak tidak mengusulkan mediator independen, majelis hakim pun menunjuk hakim mediator dari PN Jakarta Pusat, yaitu Saptono, SH, MH.

“Untuk mediator kami akan menunjuk Bapak Saptono SH.MH, selaku mediator dalam proses perkara ini. Nanti akan menjembatani bapak ibu dalam melakukan proses mediasi,” ujar Hakim Kadek.

Ia menegaskan, para pihak memiliki waktu 30 hari untuk menjalani proses mediasi. Bila dalam kurun waktu tersebut tidak tercapai kesepakatan, maka perkara akan kembali dilanjutkan ke tahap pemeriksaan pokok perkara.

“Hasil mediasi wajib dilaporkan ke majelis hakim, dan berdasarkan laporan tersebut kita akan menentukan jadwal sidang berikutnya,” tambahnya.

Perkara ini telah teregister dalam sistem PN Jakarta Pusat dengan nomor 648/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst sejak 29 September 2025. Gugatan tersebut diajukan oleh Tati Suryati, seorang warga sipil yang mengaku mengalami kerugian akibat kelangkaan BBM jenis V-Power Nitro+ (RON 98) yang merupakan produk Shell Indonesia.

Menurut Boyamin Saiman, selaku kuasa hukum penggugat, kliennya adalah pengguna tetap BBM RON 98 dan rutin melakukan pengisian bahan bakar setiap dua minggu sekali. Namun, sejak pertengahan September 2025, Tati tidak dapat lagi menemukan ketersediaan BBM tersebut di SPBU Shell. Akibatnya, ia terpaksa beralih menggunakan bensin RON 92 dari Pertamina yang dianggap tidak sesuai dengan spesifikasi kendaraan miliknya.

“Kelangkaan BBM di SPBU swasta ini merupakan bentuk perbuatan melawan hukum karena telah membatasi kuota BBM,” ujar Boyamin usai sidang.

Dalam berkas gugatannya, Boyamin menuding kebijakan Bahlil sebagai penyebab langsung kelangkaan BBM di SPBU swasta. Ia merujuk pada pernyataan Menteri ESDM dalam beberapa pemberitaan media pada 20 September 2025 yang menyebut bahwa pemerintah akan tetap melayani penjualan BBM impor, namun distribusinya dilakukan melalui kolaborasi dengan Pertamina.

“Bahwa Tergugat I (Menteri ESDM) melalui pernyataan di beberapa media menyatakan bahwa pemerintah membuat keputusan untuk tetap melayani penjualan BBM impor, tetapi itu akan diberikan lewat kolaborasi dengan Pertamina (Tergugat II),” ujar Boyamin mengutip pernyataan Bahlil.

Menurut pihak penggugat, kebijakan tersebut bertentangan dengan Pasal 12 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM. Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap badan usaha memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk melakukan impor minyak bumi sepanjang memperoleh rekomendasi dari Kementerian ESDM dan izin dari Kementerian Perdagangan.

Dengan dasar itu, penggugat menilai Bahlil telah melakukan perbuatan melawan hukum karena secara sepihak membatasi akses impor BBM bagi perusahaan swasta dan hanya memberikan keistimewaan kepada Pertamina.

Selain Bahlil, Pertamina ikut digugat karena dianggap menjadi fasilitator kebijakan yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Shell Indonesia sebagai Tergugat III juga digugat karena dinilai gagal melindungi konsumennya dengan memastikan ketersediaan produk di pasaran.

Tati Suryati dalam gugatannya menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp 1.161.240 yang dihitung dari dua kali pengisian BBM V-Power Nitro+ RON 98 yang tidak bisa dilakukan akibat kelangkaan. Selain itu, ia menuntut ganti rugi immateriil senilai Rp 500 juta atas kecemasan dan potensi kerusakan mobil yang telah terlanjur diisi BBM dengan kadar oktan lebih rendah (RON 92).

“Sejak 14 September 2025, mobil milik klien kami tidak lagi digunakan karena khawatir akan terjadi kerusakan mesin akibat menggunakan bensin dengan RON di bawah 98. Kerugian ini tidak hanya material, tetapi juga immaterial karena adanya rasa cemas dan ketidaknyamanan,” jelas Boyamin.

Boyamin menambahkan, gugatan ini diharapkan menjadi pembelajaran bagi pemerintah agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan terkait energi dan memastikan hak konsumen tetap terlindungi. Ia juga meminta agar pemerintah tidak memonopoli distribusi BBM melalui satu badan usaha tertentu.

“Sektor energi harus terbuka dan adil. Pemerintah tidak boleh menutup peluang bagi badan usaha lain yang sudah memenuhi syarat. Ini bukan hanya soal bisnis, tapi soal hak masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik yang setara,” tegasnya.

Hingga sidang mediasi digelar, pihak tergugat dari Kementerian ESDM, Pertamina, dan Shell belum memberikan keterangan resmi terkait materi gugatan. Proses mediasi dijadwalkan berlangsung selama 30 hari ke depan di ruang mediasi lantai dua PN Jakarta Pusat, di bawah pengawasan hakim mediator Saptono.

Apabila mediasi gagal menghasilkan kesepakatan damai, majelis hakim akan melanjutkan perkara ini ke tahap pemeriksaan saksi dan alat bukti untuk menentukan apakah kebijakan Menteri ESDM dan para tergugat lainnya terbukti melanggar hukum perdata dan merugikan konsumen.

Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan pejabat tinggi negara dan menyangkut kebijakan energi nasional yang berdampak langsung pada masyarakat. Banyak pihak menilai hasil mediasi ini akan menjadi ujian transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam mengelola pasokan BBM di Indonesia. (Sumber : Kompas.com, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *