KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Dugaan upaya membungkam kebebasan pers kembali mencuat di Kota Pangkalpinang. Kali ini, sorotan tertuju pada Direktur Utama (Dirut) RSUD Depati Hamzah, berinisial dr. DR, yang diduga mencoba “menenangkan” pemberitaan media dengan cara menyodorkan uang kepada wartawan Berita Merdeka Online (BMO). Sabtu (1/11/2025)
Peristiwa itu terjadi pada Kamis sore, 30 Oktober 2025, di salah satu lokasi di kawasan Pangkalpinang. Awalnya, wartawan BMO dijadwalkan untuk melakukan pertemuan klarifikasi dengan pihak RSUD Depati Hamzah terkait sejumlah pemberitaan mengenai dugaan permasalahan di rumah sakit tersebut. Namun, suasana pertemuan berubah ketika pihak yang mengaku sebagai utusan Dirut mencoba melobi agar pemberitaan dihentikan.
“Sudah lah, brader. Kasihan Dirut-nya. Ini masalah internal, nanti efeknya ke mana-mana. Ini ada titipan uang dari Dirut buat ngopi,” ujar salah satu orang yang tak dikenal, sambil menyodorkan amplop berisi uang tunai kepada wartawan BMO, sebagaimana dikutip dari kesaksian wartawan yang hadir.
Wartawan BMO langsung menolak tawaran itu dengan tegas. Ia menegaskan bahwa media tidak akan berhenti menjalankan fungsi kontrol sosial terhadap lembaga publik, apalagi yang mengelola dana rakyat.
“Kami tidak akan berhenti memberitakan sebelum ada tindakan tegas terhadap Dirut RSUD Pangkalpinang. Banyak laporan dan keluhan masyarakat soal pelayanan di rumah sakit itu,” ujar wartawan BMO.
Tak berhenti di situ, orang yang diduga sebagai utusan tersebut kembali menaikkan tawaran agar media menghentikan pemberitaan.
“Saya tambah jadi lima juta, bos. Biar semua beres,” ucapnya dengan nada menekan.
Penolakan tegas dari wartawan BMO membuat suasana sempat tegang. Utusan itu kemudian meninggalkan lokasi setelah menyadari bahwa upayanya gagal.
Kasus ini sontak mendapat perhatian luas dari kalangan jurnalis dan aktivis media di Bangka Belitung. Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk intervensi terhadap kebebasan pers yang dijamin undang-undang.
Ketua salah satu organisasi wartawan di Babel, yang enggan disebutkan namanya, mengecam keras tindakan tersebut. Ia menegaskan bahwa praktik seperti itu mencederai prinsip dasar jurnalisme.
“Pers bekerja untuk publik, bukan untuk pejabat atau lembaga tertentu. Jika benar ada upaya menyuap wartawan, itu pelanggaran serius terhadap kebebasan pers,” ujarnya.
Dalam keterangan resmi, Redaksi Berita Merdeka Online juga menyatakan sikap tegas untuk menolak segala bentuk tekanan, bujukan, maupun iming-iming materi yang dapat mengganggu independensi pemberitaan.
“Kami berdiri di atas prinsip jurnalistik yang bersih. Integritas tidak untuk dijual. Kami akan terus memberitakan fakta apa adanya, demi publik yang berhak tahu,” tegas Redaksi BMO dalam pernyataannya, Jumat (31/10/2025).
Redaksi juga menyebut bahwa tindakan seperti itu melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, khususnya Pasal 4 ayat (2), yang menyebutkan bahwa “Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, atau pelarangan penyiaran.”
“Upaya menyuap wartawan agar berhenti memberitakan sama saja dengan membungkam pers. Itu bentuk pembredelan halus yang bertentangan dengan hukum,” tulis pernyataan redaksi.
Dugaan upaya “damai” ini muncul setelah sejumlah pemberitaan sebelumnya mengungkap berbagai persoalan di RSUD Depati Hamzah, mulai dari dugaan maladministrasi, keluhan pasien terkait pelayanan, hingga dugaan penyimpangan dalam pengelolaan keuangan.
“Publik harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Rumah sakit adalah lembaga publik yang dibiayai APBD. Kalau ada masalah di dalamnya, media berkewajiban menyampaikan kepada masyarakat,” ujar wartawan BMO lainnya.
Pemerhati kebebasan pers di Bangka Belitung, Yudi Prasetyo, juga menilai peristiwa ini sebagai ancaman serius bagi jurnalisme independen.
“Kalau wartawan mulai dibungkam dengan amplop, maka fungsi kontrol sosial akan mati. Media bukan musuh pemerintah atau pejabat, tapi mitra dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas publik,” kata Yudi.
Ia mendesak agar pihak berwenang, termasuk Dewan Pers dan aparat penegak hukum, segera menindaklanjuti laporan tersebut.
“Harus ada penyelidikan. Kalau benar ada upaya menyuap wartawan, itu bisa masuk kategori tindak pidana gratifikasi atau suap,” tambahnya.
Kasus ini juga membuka kembali diskusi lama tentang etika hubungan antara pejabat publik dan media. Di tengah banyaknya tekanan terhadap jurnalis di daerah, keberanian menolak suap menjadi simbol penting bagi marwah profesi wartawan.
Sebagai penutup, Redaksi BMO menegaskan kembali komitmennya:
“Kami bukan media yang bisa dibeli. Kami akan terus menulis berdasarkan fakta, karena kebenaran tidak butuh kompromi.”
Kasus dugaan suap ini bukan hanya tentang uang lima juta rupiah, tetapi tentang harga diri profesi jurnalistik dan masa depan kebebasan pers di Bangka Belitung. (Sumber : Berita Merdeka Online, Editor : KBO Babel)













