KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk mengusut tuntas dugaan korupsi dalam program pengadaan laptop Chromebook senilai Rp 9,9 triliun di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang berlangsung selama 2019–2023. ICW menilai penyelidikan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) perlu melibatkan pemeriksaan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dan Nadiem Makarim selaku menteri pada periode tersebut. Selasa (10/6/2025)
Dalam pernyataan resminya, ICW menegaskan pentingnya pertanggungjawaban hukum yang tidak hanya terbatas pada staf khusus menteri.
“Pihak lain dari pelaku pengadaan yang perlu diperiksa oleh penyidik Kejagung (Jampidsus) di antaranya yaitu PPK, KPA, dan Nadiem Makarim selaku menteri atau pengguna anggaran,” demikian bunyi pernyataan ICW yang dikutip dari laman resminya, Ahad (8/6/2025).
Hingga kini, penyelidikan Jampidsus berfokus pada tiga staf khusus dan tim teknis yang menjadi lingkaran utama Menteri Nadiem, yakni Fiona Handayani (FH), Juris Stan (JS), dan Ibrahim Arif (IA). Penyidik telah melakukan penggeledahan di rumah dan apartemen mereka, bahkan melayangkan status cegah pada Kamis (5/6/2025). Namun, Nadiem sendiri belum pernah diperiksa.
Menurut ICW, staf khusus seharusnya tidak memiliki kewenangan langsung dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan pengadaan barang atau jasa di kementerian. Dalam pengadaan barang dan jasa bernilai lebih dari Rp 200 juta, otoritas utamanya adalah PPK yang bertanggung jawab kepada pengguna anggaran (menteri) atau kuasa pengguna anggaran yang ditunjuk oleh menteri.
“Sehingga peran staf khusus dalam pengadaan ini perlu diusut, dan ditelusuri siapa pemberi perintah atau pesan, dan bagaimana staf khusus melakukan perannya tersebut,” ujar ICW.
ICW juga menyoroti peran Nadiem sebagai menteri yang diduga menandatangani spesifikasi laptop Chromebook yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan (Permendikbud) Nomor 5 Tahun 2021.
“Penentuan spesifikasi laptop tertera dalam lampiran Permendikbud Nomor 5 tahun 2021 yang menteri Nadiem Makarim tanda tangani,” tambah ICW.
Lima Kejanggalan Pengadaan Laptop Chromebook
ICW mengidentifikasi lima kejanggalan dalam program pengadaan laptop Chromebook tersebut, yang juga menjadi alasan mengapa program ini perlu dihentikan dan dievaluasi ulang sejak awal.
- Bukan Prioritas Saat Pandemi
Pada 2021, ICW bersama Komite Pemantau Legislatif (Kopel) telah mengingatkan pemerintah untuk menghentikan dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19.“Kami saat itu mendesak agar Kementerian Pendidikan menghentikan, dan mengkaji ulang rencana belanja laptop di tengah pandemi Covid-19 ketika itu,” kata ICW.
Menurut ICW, pengadaan laptop dan perangkat teknologi informasi untuk pendidikan bukanlah prioritas dalam situasi darurat pandemi.
- Penyalahgunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik
ICW menilai penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik dalam pengadaan tersebut menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) 2020 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik. Sesuai aturan, DAK Fisik seharusnya bersumber dari usulan tingkat bawah atau pemerintah daerah (bottom-up). Namun, realisasi pengadaan laptop justru didasarkan pada kebijakan kementerian.“Penggunaan DAK seharusnya diusulkan dari bawah atau bottom up, bukan tiba-tiba diusulkan dan menjadi program kementerian,” jelas ICW.
Selain itu, daftar sekolah penerima bantuan laptop tidak didasarkan pada kebutuhan yang disampaikan oleh sekolah-sekolah tersebut.
- Pengadaan Tanpa Proses Tender Terbuka
Pengadaan laptop Chromebook dilakukan melalui metode e-purchasing, bukan melalui sistem informasi rencana umum pengadaan (SIRUP). Hal ini menyebabkan proses pengadaan tidak transparan dan sulit diakses publik. ICW menyebutkan bahwa metode ini bertentangan dengan prinsip akuntabilitas dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. - Spesifikasi Tidak Sesuai Kebutuhan
Laptop dengan sistem operasi Chromebook tidak sesuai untuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) yang minim akses internet.“Terlebih sudah ada uji coba penggunaan laptop Chromebook pada 2019 yang menghasilkan kesimpulan bahwa Chromebook tidak efisien,” kata ICW.
Meski demikian, Nadiem tetap menerbitkan Permendikbud 5/2021 yang mengatur pengadaan Chromebook tersebut.
- Menutup Ruang Persaingan Vendor
Penentuan spesifikasi Chromebook menutup ruang persaingan vendor dan hanya mengerucut pada enam penyedia, yakni PT Zyrexindo Mandiri Buana, PT Supertone, PT Evercross Technology Indonesia, Acer Manufacturing Indonesia, PT Tera Data Indonesia, dan PT Bangga Teknologi Indonesia. ICW menyebut hal ini bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.Menurut ICW, pembatasan vendor ini menunjukkan adanya indikasi monopoli dalam pengadaan.
“Pengadaan laptop Chromebook tersebut menutup ruang persaingan kompetitif dari para vendor,” ungkap ICW.
Desakan untuk Pemeriksaan dan Transparansi
Dari sejumlah kejanggalan tersebut, ICW menuntut agar penyidik Jampidsus segera memeriksa Nadiem Makarim.
“Peran Nadiem sebagai pengguna anggaran dan otoritas tertinggi di Kemendikbudristek semestinya ditelusuri lebih lanjut,” ujar ICW.
Mereka juga meminta Kejagung untuk memperluas penyelidikan terhadap semua pihak terkait, termasuk PPK dan KPA.
ICW menekankan pentingnya penyelidikan menyeluruh agar kasus ini tidak hanya berhenti pada lingkaran staf khusus menteri.
“Kasus ini tak boleh cuma menyasar pertanggung jawaban para staf ahli menteri,” tegas ICW.
Dengan dugaan penyalahgunaan anggaran dan kejanggalan dalam pengadaan, ICW berharap proses hukum yang dilakukan dapat memberikan transparansi dan keadilan kepada masyarakat. (Sumber: Republika, Editor: KBO Babel)