KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) — Kota Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, berpotensi menghadapi kelangkaan bahan pokok akibat meningkatnya permintaan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan oleh pemerintah pusat melalui Badan Gizi Nasional (BGN). Aktivitas sejumlah Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang memasok makanan ke sekolah-sekolah dinilai meningkatkan kebutuhan bahan pangan secara signifikan. Kamis (16/10/2025)
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pangkalpinang, Samri, mengungkapkan bahwa sekitar 70 persen kebutuhan bahan pokok di Pangkalpinang didatangkan dari luar daerah, sehingga pasokan sangat bergantung pada kondisi distribusi eksternal.
“Sebagai kota jasa dan pariwisata, Pangkalpinang hanya berpotensi pada tanaman hortikultura dan sebagian kecil peternakan ayam pedaging,” ujar Samri di Pangkalpinang, Selasa (14/10/2025).
Menurutnya, keterbatasan ruang menjadi kendala utama untuk mengembangkan produksi pangan secara mandiri. Selama ini, sebagian kecil masyarakat memanfaatkan lahan pekarangan dengan sistem hidroponik untuk menanam sayuran, namun hasilnya belum mampu memenuhi kebutuhan pasar.
“Sementara peternakan ayam pedaging dan petelur beroperasi dalam skala kecil karena memerlukan lahan yang luas dan harus jauh dari pemukiman,” jelas Samri.
Ia menambahkan, inovasi dan pelatihan pertanian berkelanjutan sangat dibutuhkan, namun terbentur keterbatasan anggaran daerah.
“Untuk memaksimalkan potensi yang ada dibutuhkan inovasi dan pelatihan berkelanjutan. Sementara itu, anggarannya tidak ada, bahkan pemda saat ini defisit sampai tahun depan,” katanya.
Program MBG Tak Sentuh Ketahanan Pangan
Samri menyoroti bahwa program MBG yang dijalankan BGN tidak memasukkan komponen ketahanan pangan daerah ke dalam alokasinya.
“Kami sudah sampaikan, ada dana triliunan, tetapi ketahanan pangan tidak masuk di situ. Dari BGN langsung ke SPPG, kami hanya partisipasi mengawasi,” bebernya.
Menurut Samri, Pemkot Pangkalpinang sudah mengusulkan agar pasokan MBG mengutamakan produk lokal, namun tidak menutup kemungkinan bahan pangan tetap didatangkan dari luar daerah jika stok tidak mencukupi.
“Asal tidak impor,” ujarnya singkat.
Dinas Ketahanan Pangan mencatat, kebutuhan pangan masyarakat pada Oktober 2025 meliputi beras sebanyak 1.648,25 ton, bawang merah 73,34 ton, dan telur 306,12 ton. Saat ini terdapat enam SPPG aktif di Pangkalpinang, dan rencananya jumlah tersebut akan bertambah untuk memperluas jangkauan MBG di berbagai sekolah dasar dan menengah.
Namun peningkatan jumlah SPPG ini berpotensi menambah tekanan terhadap pasokan bahan pangan yang sudah terbatas.
Ayam dan Telur Jadi Komoditas Paling Langka
Kepala SPPG Bhayangkara Polda Bangka Belitung, Hafiz Tri Adyta, mengakui bahwa pasokan beberapa bahan pokok kini mulai menipis di pasaran.
“Beberapa bahan pokok memang sangat terbatas, seperti daging ayam, telur, dan sayuran,” kata Hafiz.
Menurutnya, setiap hari pihaknya harus menyiapkan 2.426 paket MBG untuk lima sekolah, termasuk TK Bhayangkari dan SMKN 2 Pangkalpinang. Kebutuhan telur saja mencapai 2.550 butir per hari, jumlah yang cukup besar untuk wilayah dengan kapasitas peternakan terbatas.
“Kami sengaja membeli lebih dari kebutuhan untuk mengantisipasi kerusakan saat distribusi dan pengolahan. Tapi pernah juga supplier kehabisan stok sehingga kami harus cari ke tempat lain. Harga pun bisa naik kalau barang langka,” ungkapnya.
Harga daging ayam potong di pasar saat ini berkisar Rp 38.000 per kilogram, namun bisa naik hingga Rp 42.000 per kilogram ketika stok menipis. Untuk ayam fillet dada beku (frozen) harganya mencapai Rp 56.000–60.000 per kilogram, sementara jenis fillet segar mencapai Rp 60.000–65.000 per kilogram.
“Kebutuhan daging ayam untuk setiap SPPG bisa mencapai satu ton per bulan, dan kami harus terus memastikan stok cukup,” ujar Hafiz.
Selain ayam dan telur, pasokan susu juga terbatas. Setiap pekan, pihaknya membutuhkan sekitar 5.000 kotak susu UHT tanpa perasa, yang seluruhnya didatangkan dari luar Bangka Belitung.
“Susunya kemasan kecil UHT, tanpa perasa. Produksi lokal belum mencukupi dan belum memenuhi standar pengemasan,” jelasnya.
Ia berharap ketersediaan bahan pokok tetap stabil agar program MBG dapat berjalan lancar tanpa mengganggu kebutuhan masyarakat umum.
Pasokan Nasional Terbatas, Harga Berpotensi Naik
Kondisi ini juga diakui oleh salah satu broker ayam pedaging di Pangkalpinang, Hartono, yang menyebut pasokan ke kota tersebut kini semakin terbatas karena meningkatnya permintaan nasional, terutama dari program MBG yang dijalankan serentak di berbagai daerah.
“Kita dapatnya dijatah, karena semua dibagi untuk pasokan ke meja-meja di pasar juga,” ujar Hartono.
Menurutnya, keterbatasan pasokan ayam pedaging diperkirakan masih akan berlanjut, seiring bertambahnya jumlah SPPG di berbagai kota.
“Secara nasional kondisinya terbatas. Sekarang telur masih penetasan, ayamnya baru pembesaran. Suplai telur penetasan juga belum lancar,” paparnya.
Hartono menilai, jika tren permintaan terus meningkat tanpa penguatan produksi lokal, maka harga bahan pokok seperti ayam, telur, dan sayuran akan terus naik.
“Kalau terus begini, masyarakat umum bisa terdampak karena sebagian besar pasokan terserap untuk program MBG,” pungkasnya.
Dengan keterbatasan lahan, minimnya produksi lokal, dan defisit anggaran pemerintah daerah, Pangkalpinang kini berada di persimpangan sulit antara mendukung keberhasilan program MBG nasional dan menjaga stabilitas pasokan pangan untuk masyarakat. Pemerintah daerah pun dihadapkan pada tantangan besar untuk menyeimbangkan kebutuhan gizi gratis dan ketahanan pangan daerah. (Sumber: Kompas.com, Editor: KBO Babel)













