KBOBABEL.COM (JAKARTA) – Mantan Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo, Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong, dijatuhi vonis 4 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat. Vonis tersebut dijatuhkan pada Jumat (18/7/2025) dalam sidang putusan perkara kebijakan importasi gula yang dilaksanakan saat dirinya menjabat sebagai Menteri Perdagangan. Sabtu (19/7/2025)
Majelis hakim menyatakan Tom Lembong terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena kebijakan impor gula kristal mentah (GKM) yang diambilnya dinilai melawan hukum dan menyebabkan kerugian keuangan negara.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, Thomas Trikasih Lembong, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika saat membacakan amar putusan di ruang sidang Tipikor PN Jakarta Pusat.
Kebijakan Impor yang Melanggar Hukum
Majelis hakim menjelaskan, salah satu alasan utama vonis ini adalah terpenuhinya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Tom Lembong. Hakim anggota Purwanto mengungkapkan bahwa berdasarkan fakta persidangan, penerbitan persetujuan impor gula kristal putih (GKP) tahun 2016 hingga semester pertama 2017 oleh Tom Lembong tidak melalui rapat koordinasi (rakor) yang seharusnya digelar.
“Penerbitan persetujuan impor dalam rangka menjaga ketersediaan dan stabilisasi gula kristal putih (GKP) 2016 sampai semester 1 2017 sebanyak 1.698.325 ton tidak melalui rakor,” jelas Hakim Purwanto.
Selain itu, kebijakan impor GKM tersebut juga dinilai bertentangan dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 117 Tahun 2015 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan impor.
“Menimbang bahwa berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas majelis hakim berkesimpulan bahwa unsur secara melawan hukum telah terpenuhi dalam wujud perbuatan terdakwa,” lanjutnya.
Kerugian Negara Rp 194 Miliar
Hakim anggota Alfis Setiawan memaparkan perhitungan kerugian negara akibat kebijakan impor yang dilakukan oleh Tom Lembong. Menurutnya, total kerugian negara yang dapat dipastikan adalah Rp 194.718.181.818,19. Jumlah ini lebih kecil dari klaim Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya menyebutkan angka Rp 578.105.411.622,47.
Kerugian tersebut berasal dari dua komponen yang diajukan jaksa. Komponen pertama adalah kemahalan pembayaran PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) kepada sejumlah perusahaan gula swasta dalam pengadaan gula kristal putih (GKP).
Diketahui, PT PPI membeli GKP seharga Rp 9.000 per kilogram, padahal harga pokok penjualan (HPP) petani saat itu hanya Rp 8.900 per kilogram.
“Majelis hakim menyatakan sepakat bahwa kemahalan ini sebagai kerugian keuangan negara,” tegas Alfis.
Namun, majelis tidak menyetujui komponen kerugian kedua sebesar Rp 320.690.559.152. Angka tersebut merupakan selisih antara pembayaran bea masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) gula kristal putih dengan gula kristal mentah.
“Perhitungan selisih pembayaran bea masuk dan PDRI gula kristal putih dengan gula kristal mentah sejumlah Rp 320.690.559.152 merupakan perhitungan yang belum nyata dan pasti benar-benar terjadi serta dapat dihitung secara jelas dan terukur,” ujar Alfis.
Tidak Nikmati Hasil Korupsi
Meski dinyatakan melanggar hukum dan merugikan negara, majelis hakim menegaskan bahwa Tom Lembong tidak menerima keuntungan pribadi dari tindak pidana korupsi tersebut. Hal ini diungkapkan dalam pertimbangan yang meringankan hukuman terhadap Tom Lembong.
“Terdakwa tidak menikmati hasil tindak pidana korupsi yang dilakukan,” kata Hakim Alfis.
Selain itu, Tom Lembong juga dinilai bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dihukum sebelumnya, dan telah menitipkan sejumlah uang kepada Kejaksaan Agung sebagai pengganti kerugian keuangan negara.
Namun demikian, hakim juga menyebutkan beberapa hal yang memberatkan. Tom Lembong dianggap tidak melaksanakan tugasnya sebagai Menteri Perdagangan dengan mengedepankan prinsip akuntabilitas dan kepastian hukum.
“Dia tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawab berdasarkan kepastian hukum dan ketentuan undang-undang. Selain itu, dia juga mengabaikan kepentingan masyarakat untuk mendapatkan harga gula yang stabil dan terjangkau,” ujar hakim.
Tom Lembong: Putusan Janggal dan Abaikan Wewenang Menteri
Usai persidangan, Tom Lembong menyampaikan kekecewaannya atas vonis tersebut. Ia menilai putusan majelis hakim janggal karena mengesampingkan kewenangan Menteri Perdagangan yang melekat pada dirinya saat menjabat.
“Kedua, yang sedikit, bukan sedikit ya, lebih dari sedikit janggal atau aneh bagi saya, sih ya, majelis mengesampingkan wewenang saya sebagai Menteri Perdagangan,” kata Tom.
Tom menegaskan bahwa undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku memberikan mandat jelas kepadanya sebagai Mendag untuk mengatur tata niaga bahan pokok, termasuk gula.
“Terutama keterangan saksi ahli bahwa yang berwenang adalah menteri teknis, bukan Menko, bukan juga rakor pada menteri sebagai forum koordinasi. Tapi tanggung jawab wewenang untuk mengatur sektor teknis tetap melekat pada kementerian teknis,” tegasnya.
Ia menambahkan, majelis hakim seolah mengabaikan hampir semua fakta persidangan yang terungkap, termasuk keterangan para saksi ahli yang menyatakan bahwa kebijakan impor adalah kewenangan penuh Mendag, bukan forum rakor atau Menteri Koordinator (Menko).
“Jadi itu kejanggalan yang cukup besar bagi saya ya, majelis mengabaikan mandat, undang-undang, wewenang, yang melekat pada menteri teknis dan kepada forum rakor apalagi kepada Menko, menteri koordinator,” ujar Tom.
Langkah Hukum Selanjutnya
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kuasa hukum Tom Lembong mengenai rencana untuk mengajukan banding terhadap vonis tersebut. Namun, banyak pihak menantikan apakah Tom akan melawan putusan ini di tingkat pengadilan yang lebih tinggi.
Kasus ini sekaligus menjadi sorotan publik karena dinilai sebagai preseden dalam menilai batas kewenangan seorang menteri dalam mengambil kebijakan yang berdampak ekonomi luas. (Sumber: Kompas.com, Editor: KBO Babel)