KBOBABEL.COM (TOBOALI) — Duka mendalam menyelimuti keluarga besar ZH (10), siswa SD Negeri 22 Toboali, Kabupaten Bangka Selatan, yang diduga menjadi korban perundungan hingga meninggal dunia. Keluarga mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini dan meminta pihak sekolah bertanggung jawab secara moral maupun hukum. Selasa (29/7/2025)
ZH diketahui merupakan anak kelima dari enam bersaudara dan memiliki hubungan yang sangat dekat dengan seluruh anggota keluarga besarnya. Doni, paman korban yang mendampingi ibu ZH saat dimintai keterangan oleh penyidik Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Bangka Selatan, Senin (28/7/2025), menyatakan bahwa keponakannya adalah anak yang baik, pendiam, dan jauh dari perilaku nakal.
“Dia itu dekat semua dengan kami (keluarga besar-red). Makanya kemarin pas ngelayat itu ramai. Ibaratnya, dia itu keponakan yang paling kami sayang,” ujar Doni dilansir dari Bangkapos.com.
Doni menambahkan bahwa keponakannya lebih sering menghabiskan waktu di rumah, belajar, dan bermain handphone.
“Paling di rumah main-main HP. Jarang berkumpul-kumpul, bergerombol ramai, paling dia berkanti dengan satu dua orang,” jelasnya.
Menurut Doni, ZH bukanlah anak yang suka mencari masalah. Justru karena sifatnya yang pendiam, ia diduga menjadi sasaran perundungan oleh teman-temannya di sekolah.
“Kalau dia nakal mungkin pasti ikut rombongan nakal,” lanjutnya.
Keluarga pun menolak dengan tegas narasi yang menyebut bahwa penyebab kematian ZH akibat terlalu sering mengonsumsi mie instan dan makanan pedas, yang disebut-sebut menimbulkan infeksi usus dan pembengkakan lambung.
“Segimana sih anak 10 tahun bisa makan pedes. Segimana sih makanan pedas itu berpengaruhnya,” ucap Doni mempertanyakan narasi tersebut.
Ia juga menyampaikan bahwa belum ada bukti ilmiah yang menguatkan klaim mie instan bisa merusak lambung hingga menyebabkan kematian.
“Kalau memang terbukti, udah lama itu ditutup pabrik mie. Harus dibuktikan dulu statement itu, karena makan mie, usus anak 10 tahun bisa hancur. Kalau tidak terbukti secara ilmiah kan obrolan kosong, cuma duga menduga,” tegasnya.
Hasil rontgen yang diperlihatkan pihak rumah sakit, menurut Doni, menunjukkan adanya luka dalam pada bagian perut korban.
“Di rontgen perut, udah terjadi memar di dalam, ususnya udah parah dan dioperasi. Itu konfirmasi dari dokternya,” katanya.
Keluarga berharap agar kasus dugaan perundungan terhadap ZH ini ditangani secara terbuka dan transparan. Mereka meminta semua pihak yang terkait, mulai dari kepala sekolah, guru, hingga dinas pendidikan, dikonfrontasi bersama keluarga.
“Kami berharap, pihak kepolisian bisa mengkonfrontasi kepala sekolah, guru, pelaku (diduga-red), dinas pendidikan dengan kami keluarga korban biar semuanya terang terbuka. Jangan sampai sebelah sana statement seperti ini, sebelah sini statement seperti ini, enggak nyambung nanti,” ujar Doni.
Untuk menuntut keadilan, keluarga korban telah secara resmi melaporkan kasus ini ke Polres Bangka Selatan. Doni memperlihatkan Surat Tanda Penerimaan Laporan (STPL) kepada wartawan sebagai bukti keseriusan keluarga.
“Kedatangan saya ke Polres untuk melaporkan secara resmi tindakan bullying yang diterima oleh almarhum keponakan saya ke Polres Bangka Selatan,” jelasnya.
Keluarga juga mendesak agar kepala sekolah bertanggung jawab secara moral dan hukum atas pernyataan yang menyebut perundungan hanya bersifat verbal.
“Saya sampaikan, kita berani otopsi. Jika benar-benar terjadi otopsi secara fisik, maka kepala sekolah tersebut harus berani mempertanggungjawabkan statement dia, baik secara institusi maupun secara hukum. Secara institusi dia harus mengundurkan diri, secara hukum dia harus mempertanggungjawabkan statement dia itu,” tegas Doni.
Terkait kronologi kejadian, Doni menyampaikan bahwa korban baru bisa bercerita saat kondisinya sudah memburuk. Bahkan daya ingatnya sempat menurun drastis.
“Daya ingatnya itu sudah hampir enggak ingat lagi, sama keluarganya hampir enggak ingat,” jelas Doni.
Meski begitu, korban sempat menceritakan kepada neneknya bahwa perut dan kepalanya terasa sakit saat disentuh. Dalam pengakuannya, korban mengaku sempat ditendang di bagian perut dan dipukul menggunakan panci di bagian kepala.
“Ceritanya sama neneknya kalau perutnya ditendang, kepalanya dipukul pakai panci. Itu ceritanya (korban menceritakan-red) sebelum masuk rumah sakit. Ketika tahu ada kejadian begitu, akhirnya besoknya kita langsung ke rumah sakit,” kata Doni.
ZH mulai menjalani perawatan di rumah sakit sejak Kamis (24/7/2025). Ia sempat menjalani operasi pada Jumat (25/7/2025) sebelum kondisinya memburuk dan meninggal dunia pada Minggu (27/7/2025) pukul 08.12 WIB.
“Operasinya infonya hari Jumat. Meninggalnya itu hari Minggu (kemarin-red) jam 08.12. Jadi hari Kamis dibawa, Jumat itu dioperasi, Sabtu kritis, Minggu paginya udah enggak ada,” jelas Doni dengan nada pilu.
Meski tidak mengetahui secara rinci bagian organ mana yang dioperasi, Doni mengatakan bahwa dokter menginformasikan organ dalam korban dalam kondisi rusak parah.
“Sudah hancur,” katanya singkat.
Doni juga menegaskan, pihaknya akan tetap menuntut tanggung jawab dari para guru yang dianggap lalai dan membiarkan dugaan perundungan ini terjadi.
“Karena ketika ibu almarhum ke sekolah sebelum almarhum ini parah (kondisi kesehatannya-red). Sempat ke sekolah menanyakan ke guru perihal orang berenam ini yang disebut oleh almarhum. Intinya kakak saya (ibu korban-red) ini mau menanyakan, diapakan. Ternyata dari pihak sekolah tidak memperbolehkan bertemu (mempertemukan ibu korban dengan enam anak terduga pelaku bullying-red),” tegasnya.
Menurut Doni, ZH bahkan pernah mengadukan tindakan perundungan yang dialaminya kepada guru. Sayangnya, aduan tersebut tidak mendapat tanggapan berarti dari pihak sekolah.
Saat ini, keluarga masih dalam suasana berkabung. Orang tua korban disebut belum bisa memberikan pernyataan karena masih terpukul atas kepergian anak kelima mereka.
“Tetap masih berduka, apalagi umurnya masih muda banget, masih 10 tahun. Itu anak kelima,” ungkap Doni.
Ia menduga, sifat pendiam ZH mungkin menjadi alasan mengapa sang keponakan menjadi korban perundungan.
“Mungkin karena almarhum ini pendiam orangnya,” pungkasnya. (Sumber: Bangka Pos, Editor: KBO Babel)