Mafia Timah Kuasai Kolong Marbuk-Kenari Koba, 80 Ponton Beraksi di Konsesi PT Timah, APH Diduga Membiarkan

Negara Kalah Telak di Kolong Marbuk: Tambang Ilegal Dibeking, Mafia Timah Kian Menggila

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (PANGKALPINANG) – Negara kembali dipermalukan di tanahnya sendiri. Wilayah eks cadangan timah negara di Kolong Marbuk Kenari dan Pungguk, Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, yang telah ditetapkan sebagai konsesi sah IUP milik PT Timah Tbk, kini dikuasai oleh tambang ilegal yang beroperasi secara terang-terangan lebih dari dua pekan terakhir. Senin (30/6/2025).

Aktivitas penambangan liar di kawasan strategis milik negara ini tak lagi sembunyi-sembunyi. Bahkan menurut investigasi jejaring media KBO Babel, aktivitas tambang ilegal ini justru menjadi ajang “test ombak” yang dikoordinir oleh para pemain tambang ilegal dengan sokongan penuh para kolektor dan cukong timah.

banner 336x280

Ironisnya, pasir timah hasil tambang ilegal ini disinyalir kuat ditampung oleh oknum yang mengaku sebagai perwakilan dari PT Mitra Stania Prima (MSP), sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan keluarga lingkaran kekuasaan, yakni Hasyim Djojohadikusumo dan Herwindo.

Pasir timah dari Ponton Isap Produksi (PIP) jenis TI Gerbok/Tower dibeli seharga Rp90 ribu per kilogram oleh PT MSP, setelah dipotong jatah koordinasi sebesar 20 persen. Ini menjadi indikasi kuat bahwa mafia timah telah menancapkan cengkeramannya hingga ke level operasional dan distribusi hasil tambang ilegal.

Padahal Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan komitmennya untuk memberantas mafia timah dengan melibatkan Kejaksaan, TNI, dan Polri.

Namun, di lapangan, realitas justru memperlihatkan hal sebaliknya. Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk PT Timah sebagai pemilik IUP sah, terlihat membisu. Tak ada tindakan represif terhadap pelaku tambang ilegal, padahal keberadaan mereka jelas-jelas melanggar hukum dan merugikan negara secara signifikan.

Berdasarkan pantauan lapangan, sedikitnya terdapat 80 ponton TI Tower dan 30 unit TI Manual yang saat ini aktif menambang di kawasan Kolong Marbuk Kenari dan Pungguk.

Bahkan terdapat lima kelompok tambang ilegal yang terpantau aktif, masing-masing mengibarkan bendera berbeda sebagai penanda identitas kelompok mereka:
• Kubu 1: Dikoordinir IS dan YI, menggunakan bendera Merah Putih. Pasir timah dijual ke PT MSP.
• Kubu 2: RI dan ED dari Nibung berkolaborasi dengan AS oknum anggota TNI AD Korem 045/Gaya, berbendera Hijau Putih. Mengaku menjual ke PT Timah.
• Kubu 3: MAN, AS, dan CU menggunakan ponton berbendera Putih bernomor, menjual ke cukong Abas Lubuk.
• Kubu 4: Aliansi Lukman cs, menggunakan ponton berbendera Argetina juga menjual ke Abas.
• Kubu 5: PI, AX, SR, dan WN, menjual ke cukong Akbar Botak dari Toboali.

Ketika perusahaan resmi sekelas PT Timah tidak bersuara dan APH bersikap pasif, maka patut diduga terjadi praktik pembiaran yang disengaja. Dalam konteks hukum, ini adalah bentuk kelalaian bahkan potensi pelanggaran pidana. Pasal 93 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.

Lebih jauh, Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik menyatakan bahwa pejabat yang sengaja membiarkan tindak pidana terjadi dan tidak mengambil tindakan, dapat diproses secara hukum.

Jika benar pasir timah dari tambang ilegal ditampung oleh perusahaan atau aktor yang memiliki koneksi kekuasaan, maka ini menciptakan konflik kepentingan yang sangat serius. PT MSP dan jaringan di belakangnya harus diaudit dan diselidiki secara transparan.

Lebih dari sekadar pelanggaran administratif, ini merupakan kejahatan ekonomi yang terstruktur dan sistematis. Negara dirampok di siang bolong, dan yang dirugikan bukan hanya PT Timah sebagai pemilik legal IUP, tetapi juga masyarakat dan lingkungan yang terdampak kerusakan parah akibat aktivitas tambang ilegal tersebut.

Lebih menyedihkan lagi, di tengah sorotan publik terhadap tambang ilegal yang semakin merusak citra pertambangan di Babel, justru disinyalir ada oknum dari TNI dan Polri yang menjadi “pengaman” ponton milik jaringan tambang ilegal. Jika benar, ini bukan hanya mencoreng institusi, tetapi mengkhianati amanah negara.

PT Timah yang kini dipimpin oleh Dirut berlatar belakang mantan Korps Baret Merah Kopassus, semestinya bisa tegas dalam menjaga konsesinya. Jika tidak, publik akan menganggap bahwa perusahaan BUMN ini kalah oleh preman tambang dan dikooptasi oleh cukong-cukong yang tidak memiliki kepedulian terhadap legalitas dan keberlanjutan lingkungan.

Sampai berita ini diturunkan, pihak Kapolres Bangka Tengah maupun manajemen PT Timah belum memberikan klarifikasi terkait aktivitas ilegal yang masif dan terkoordinir di wilayah konsesi mereka.

Sudah saatnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung untuk membongkar praktik mafia timah dari hulu hingga hilir. Jika tidak, jangan salahkan rakyat jika mulai berpikir bahwa negara sudah kalah oleh cukong. (KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *