KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyoroti lemahnya sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan (lapas) dan rumah tahanan (rutan) yang dinilai menjadi salah satu penyebab maraknya peredaran narkoba di balik jeruji besi. Dalam rapat tertutup bersama Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM pada Kamis (16/10/2025), Komisi XIII sepakat membentuk panitia kerja (Panja) untuk mengusut persoalan tersebut secara menyeluruh. Jum’at (17/10/2025)
Wakil Ketua Komisi XIII DPR, Andreas Hugo Pareira, mengatakan kondisi pengawasan di lapas saat ini sangat terbatas karena minimnya jumlah petugas yang berjaga. Ia menyebutkan bahwa dalam banyak kasus, satu orang petugas harus mengawasi hingga puluhan narapidana sekaligus.
“Tadi juga disampaikan, seorang petugas lapas itu harus mengawasi 40 orang. Ini tentu sangat tidak ideal dan menjadi salah satu penyebab lemahnya pengawasan,” ujar Andreas kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
Menurut Andreas, situasi tersebut bukan hanya terjadi di beberapa daerah, tetapi sudah menjadi persoalan nasional. Ia menilai beban kerja yang berat bagi petugas lapas membuat fungsi pengawasan dan pembinaan tidak berjalan maksimal.
“Kalau kondisi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin peredaran narkoba di lapas akan semakin sulit dikendalikan. Karena faktanya, kasus-kasus semacam ini terus berulang dari waktu ke waktu,” tambahnya.
Maraknya Kasus Peredaran Narkoba di Lapas
Andreas menyoroti bahwa dalam beberapa waktu terakhir publik kembali digemparkan dengan kasus peredaran narkoba yang melibatkan narapidana, termasuk figur publik seperti Ammar Zoni. Kasus tersebut, kata Andreas, semakin mempertegas perlunya penanganan menyeluruh terhadap sistem pengawasan di dalam rutan dan lapas.
“Kasus Ammar Zoni ini memang menjadi salah satu pemicu kami di Komisi XIII untuk segera mengambil langkah konkret. Tapi bukan hanya itu, persoalan ini sudah lama menjadi perhatian karena maraknya peredaran narkoba di lapas-lapas seluruh Indonesia,” ujarnya.
Ia menambahkan, banyak kantor wilayah (Kanwil) Kemenkumham di berbagai provinsi yang mengeluhkan keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas pendukung keamanan. Akibatnya, pengawasan terhadap warga binaan, termasuk mereka yang memiliki risiko tinggi seperti pengedar dan pengguna narkoba, menjadi tidak maksimal.
“Banyak Kanwil di daerah yang mengeluh. Mereka hanya punya sistem pengamanan minimal dan kekurangan tenaga pendukung. Kalau begini terus, bagaimana mau mencegah peredaran narkoba di dalam?” kata Andreas.
Pembentukan Panja Lapas
Sebagai langkah konkret, Komisi XIII sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) Peredaran Narkoba di Lapas dan Rutan. Panja tersebut akan fokus mengkaji akar persoalan, mulai dari aspek sumber daya manusia, infrastruktur pengawasan, hingga dugaan adanya keterlibatan oknum petugas.
“Ya, kita minta untuk dilaksanakan Panja agar bisa menelusuri secara mendalam akar masalahnya,” kata Andreas.
Politikus PDI Perjuangan itu menjelaskan, Panja akan bekerja dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, akademisi, dan para ahli hukum serta kriminologi. Tujuannya adalah agar evaluasi yang dilakukan tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga substantif untuk menemukan solusi permanen.
“Peristiwa ini kan berulang terus. Jadi perlu ada asesmen yang menyeluruh, apakah karena faktor manusianya atau karena infrastruktur pendukung pengawasan yang memang tidak memadai,” tegasnya.
Andreas menilai bahwa dengan keterlibatan para ahli, DPR dapat merumuskan rekomendasi kebijakan yang lebih efektif. Salah satu fokus Panja adalah memastikan adanya reformasi di tubuh pemasyarakatan, baik dalam sistem pengawasan maupun tata kelola internal.
“Melalui Panja ini kita bisa tahu lebih jauh, lebih mendalami persoalan, dan mendengar langsung dari masyarakat serta para ahli yang memahami sistem pemasyarakatan,” tuturnya.
Reformasi Sistem Pengawasan
Lebih lanjut, Andreas menekankan perlunya reformasi menyeluruh di bidang pengawasan lapas dan rutan. Ia menyebutkan bahwa sistem pengawasan selama ini masih sangat manual dan belum didukung oleh teknologi yang memadai.
Menurutnya, Kementerian Hukum dan HAM perlu mempertimbangkan penerapan sistem digital monitoring di lapas untuk meminimalisir potensi penyelundupan narkoba, alat komunikasi, maupun transaksi ilegal yang sering terjadi di balik jeruji besi.
“Harus ada pembenahan, baik dari jumlah petugas, sistem shift kerja, maupun dukungan teknologi. Karena tanpa itu, sulit untuk memutus rantai peredaran narkoba di lapas,” ujar Andreas.
Ia juga menegaskan pentingnya memperkuat fungsi intelijen internal di lingkungan pemasyarakatan untuk mendeteksi lebih dini jaringan peredaran narkoba yang melibatkan narapidana maupun oknum petugas.
“Perlu dibangun sistem pengawasan berlapis. Jangan sampai lapas yang seharusnya menjadi tempat pembinaan malah jadi pusat peredaran narkoba,” ucapnya.
Dorongan Evaluasi Nasional
Andreas menambahkan, Komisi XIII DPR akan mendorong agar hasil temuan Panja dijadikan dasar bagi pemerintah dalam melakukan evaluasi nasional terhadap sistem pemasyarakatan. Ia berharap, ke depan tidak ada lagi kasus berulang yang mencoreng fungsi pembinaan di lembaga tersebut.
“Semua orang sudah tahu, peristiwa-peristiwa seperti ini berulang terus di lapas-lapas tertentu, termasuk di Salemba. Jadi kita harus hentikan siklus ini dengan langkah konkret, bukan hanya reaktif,” tegas Andreas.
Melalui Panja ini, Komisi XIII berharap dapat memberikan rekomendasi kebijakan yang kuat agar pemerintah pusat dan Kemenkumham segera melakukan reformasi total sistem pemasyarakatan di Indonesia.
“Kalau ini bisa dijalankan dengan sungguh-sungguh, saya yakin lapas akan kembali ke fungsi utamanya, yaitu membina warga binaan, bukan menjadi tempat bisnis gelap narkoba,” tutupnya. (Sumber : Kompas.com, Editor : KBO Babel)













