KBOBABEL.COM (BANGKA) – Aktivitas penambangan bijih timah di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) PT Gunung Maras Lestari (GML) yang berada di wilayah program plasma perkebunan sawit Desa Sempan, Kabupaten Bangka, memunculkan reaksi dari masyarakat sekitar. Warga dari delapan desa yang terdampak menyampaikan keberatan lantaran merasa tidak dilibatkan dalam proses pembukaan tambang yang berada dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. Senin (29/9/2025)
Wakil Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sempan, Sarbudi, menegaskan pihaknya hingga kini belum mendapatkan ruang komunikasi dengan PT Timah Tbk maupun PT GML. Padahal, tambang tersebut sudah mulai dibuka dan sempat beroperasi.
“Sosialisasi belum ada dari PT Timah, dan desa-desa yang mau diakomodir oleh PT Timah ragu juga kalau kita dengar dari pak kadesnya, karena sosialiasinya tidak bersifat umum,” ujar Sarbudi, Jumat (26/9) malam.
Menurut Sarbudi, wilayah yang kini ditambang merupakan kawasan yang dikenal dengan sebutan ‘Kepala Burung’. Lokasi tersebut sejak lama diketahui memiliki cadangan bijih timah yang cukup melimpah. Kondisi itu membuat masyarakat berharap bisa dilibatkan, terlebih karena mereka merasa sebagai pihak terdampak langsung dari aktivitas tambang di kawasan tersebut.
“Mengenai gejolak di masyarakat tentu beralasan masyarakat yang terdampak HGU ingin tambang itu terbuka untuk semua unsur masyarakat, pak. Besar harapan kami bisa menambang bersama-sama secara legal,” sambungnya.
Ia menambahkan, hingga saat ini belum ada titik temu antara masyarakat dengan PT Timah Tbk terkait keterlibatan warga sekitar dalam kegiatan tambang. Padahal, masyarakat berharap adanya ruang diskusi agar kepentingan warga lokal dapat diperhatikan.
Diketahui, aktivitas penambangan di kawasan itu sempat berlangsung selama dua hari pada pekan keamrin, yakni Selasa dan Rabu. Namun, kegiatan tersebut terhenti sejak Kamis lantaran muncul gejolak penolakan dari masyarakat. Menurut catatan warga, terdapat sekitar delapan unit tambang yang beroperasi di lokasi tersebut dengan estimasi produksi mencapai 1,5 ton bijih timah per hari.
Sarbudi juga mengungkapkan bahwa secara historis, area tambang yang kini dikelola PT Timah Tbk dan PT GML sebelumnya merupakan lahan perkebunan milik warga Desa Sempan. Lahan tersebut kemudian beralih fungsi setelah masyarakat menerima ganti rugi dari PT GML ketika perusahaan perkebunan sawit itu memperoleh HGU.
Seiring dengan perubahan fungsi lahan tersebut, masyarakat berharap ada keadilan dalam pengelolaan sumber daya timah di wilayah Kepala Burung. Mereka menginginkan agar PT Timah Tbk tidak hanya menjalankan aktivitas pertambangan secara sepihak, melainkan juga membuka ruang kemitraan dengan masyarakat sekitar.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak PT Timah Tbk maupun PT Gunung Maras Lestari terkait desakan masyarakat tersebut. Namun, gejolak yang muncul di lapangan menjadi sinyal bahwa warga delapan desa sekitar menginginkan keterlibatan lebih besar dalam aktivitas penambangan bijih timah yang berpotensi memberikan dampak sosial dan ekonomi bagi kehidupan mereka. (Sumber: Metro7.co.id, Editor: KBO Babel)