Mau Hapus Nol Rupiah? Ekonom Sebut Pemerintah Perlu Rp5 Triliun untuk Cetak Uang Baru!

Wacana Redenominasi Purbaya, Ekonom Peringatkan Risiko Inflasi dan Penolakan Uang Lama Ilegal

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Jakarta) — Rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa untuk menyederhanakan penulisan mata uang alias redenominasi rupiah menuai sorotan dari kalangan ekonom. Salah satunya datang dari Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, yang menilai kebijakan ini memang memiliki manfaat strategis, tetapi membutuhkan biaya besar serta harus disiapkan secara hati-hati. Senin (10/11/2025)

“Redenominasi mempunyai manfaat positif dari sisi reputasi dan praktis. Namun, ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan pemerintah. Khususnya untuk mencetak uang baru, sekitar Rp4–5 triliun, dan biaya untuk literasi publik,” ujar Wijayanto atau akrab disapa Wija dilansir dari inilah.com, Minggu (9/11/2025).

banner 336x280

Menurut Wija, secara teori, kebijakan redenominasi tidak akan berpengaruh terhadap inflasi, daya beli masyarakat, maupun nilai tukar rupiah. Namun, dalam praktiknya tetap akan muncul dampak psikologis dan kenaikan harga sementara akibat pembulatan ke atas.

“Beberapa studi dengan pendekatan behavioral economics menunjukkan bahwa setelah redenominasi, masyarakat merasa harga-harga menjadi lebih murah. Akibatnya, konsumsi meningkat dan harga barang pun ikut naik, meski sifatnya minor dan temporer,” jelasnya.

Selain faktor teknis dan psikologis, Wija juga menyoroti tantangan politik dan sosial dari kebijakan tersebut. Ia menilai, kelompok pemilik uang tunai ilegal atau old money berpotensi menolak langkah redenominasi karena nilai uang mereka akan berkurang.

“Tantangan terbesar dari redenominasi adalah potensi penolakan dari pemilik old money ilegal, yakni mereka yang menimbun rupiah dalam bentuk uang tunai. Karena uang mereka menjadi turun nilainya, maka mereka akan berusaha mengalihkan isu, misalnya dengan mendorong tax amnesty jilid III atau family office,” paparnya.

Meski begitu, ia menilai redenominasi dapat membawa dampak positif jangka panjang jika dijalankan dengan baik dan terukur.

“Jika dilakukan dengan benar, redenominasi justru bisa menekan ekonomi bawah tanah (underground economy) dan meminimalkan potensi korupsi,” tegas Wija.

Diketahui, Kementerian Keuangan tengah menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah atau redenominasi. Langkah ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025–2029.

PMK tersebut ditetapkan pada 10 Oktober 2025 dan diundangkan pada 3 November 2025. Dalam beleid itu disebutkan bahwa pembentukan RUU Redenominasi memiliki urgensi strategis untuk mendorong efisiensi perekonomian nasional, menjaga stabilitas nilai rupiah, serta meningkatkan kredibilitas mata uang Indonesia di kancah internasional.

“RUU tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) merupakan RUU luncuran yang rencananya akan diselesaikan pada 2027,” tertulis dalam PMK 70/2025 yang dikutip pada Jumat (7/11/2025).

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa menargetkan RUU Redenominasi dapat rampung pada 2026, atau paling lambat pada 2027. Pelaksanaan kebijakan ini nantinya akan berada di bawah tanggung jawab Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kementerian Keuangan yang akan mengawal seluruh proses penyusunan dan implementasinya.

Dengan berbagai tantangan tersebut, para ekonom menekankan pentingnya perencanaan matang dan komunikasi publik yang kuat agar kebijakan redenominasi tidak menimbulkan kebingungan dan gejolak di masyarakat. (Sumber: Inilah.com, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *