MK Putuskan Polisi Aktif Dilarang Duduki Jabatan Sipil, Harus Mundur atau Pensiun

MK Cabut Kebolehan Polisi Aktif Duduki Jabatan Sipil, Netralitas Aparatur Negara Ditegaskan

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa anggota polisi aktif tidak lagi diperkenankan menduduki jabatan sipil sebelum mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Keputusan ini menegaskan bahwa setiap penugasan di luar institusi Polri harus memenuhi persyaratan tersebut, dan tidak dapat sekadar mengandalkan arahan atau perintah dari Kapolri. Jumat (14/11/2025)

Putusan MK ini merupakan hasil pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri), khususnya Pasal 28 ayat (3) dan penjelasannya. Sidang pleno pengambilan keputusan digelar di ruang sidang Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, pada Kamis (13/11/2025). Ketua MK, Suhartoyo, membacakan amar putusan, yang mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

banner 336x280

Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah norma yang jelas dan harus dipenuhi anggota Polri untuk dapat menempati jabatan sipil. Menurutnya, frasa tersebut bersifat expressis verbis, sehingga tidak memerlukan tafsir tambahan.

Sementara itu, frasa tambahan dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) yang berbunyi “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dinilai menimbulkan ketidakjelasan norma. Ridwan menekankan bahwa keberadaan frasa tersebut justru mengaburkan substansi ketentuan utama yang menuntut anggota Polri untuk mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu sebelum menduduki jabatan di luar kepolisian.

“Hal ini berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar institusi kepolisian, sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berada di luar Polri,” kata Ridwan dalam persidangan.

Putusan MK ini dilatarbelakangi oleh permohonan perkara Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang diajukan oleh Syamsul Jahidin. Pemohon menilai bahwa praktik banyak anggota polisi aktif yang menempati jabatan sipil di berbagai instansi tanpa mengundurkan diri atau pensiun telah menimbulkan ketidakadilan dan menurunkan kualitas tata kelola birokrasi.

Beberapa jabatan yang saat ini diduduki polisi aktif di luar institusi Polri, menurut pemohon, termasuk Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Wakil Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hingga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Praktik ini dianggap melanggar prinsip netralitas aparatur negara, merugikan profesional sipil, serta mengurangi transparansi dan meritokrasi dalam pengisian jabatan publik.

Pemohon menekankan bahwa norma pasal tersebut secara substantif menciptakan dwifungsi Polri, karena anggota Polri tidak hanya menjalankan tugas keamanan negara, tetapi juga memiliki peran dalam pemerintahan, birokrasi, dan kehidupan sosial masyarakat. Hal ini, menurut pemohon, bertentangan dengan prinsip demokrasi dan merugikan hak konstitusional warga negara yang ingin bersaing secara adil dalam pengisian jabatan publik.

MK menegaskan bahwa ketentuan mengenai pengunduran diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah langkah yang harus dipenuhi agar anggota Polri yang ingin menempati jabatan sipil tidak menimbulkan konflik kepentingan dan tetap menjaga prinsip netralitas aparatur negara. Putusan ini secara otomatis meniadakan keberlakuan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU Polri, yang sebelumnya menjadi dasar bagi anggota Polri untuk menempati jabatan sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun.

Dengan putusan ini, diharapkan pengisian jabatan sipil menjadi lebih transparan dan adil. ASN profesional yang memenuhi kriteria akan memiliki peluang yang sama untuk menduduki jabatan publik tanpa harus bersaing dengan polisi aktif yang belum mengundurkan diri. Selain itu, putusan ini juga menegaskan pemisahan jelas antara fungsi kepolisian sebagai penegak keamanan dan jabatan sipil yang mengelola administrasi pemerintahan.

Beberapa pengamat hukum menyambut baik putusan MK ini karena dapat memperkuat prinsip netralitas, transparansi, dan meritokrasi dalam birokrasi. Mereka menilai, selama ini ambiguitas frasa dalam UU Polri telah menimbulkan kontroversi dan berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota Polri maupun ASN.

Dengan keputusan ini, setiap anggota polisi yang ingin menempati jabatan sipil di instansi pemerintah harus memastikan mereka telah mengundurkan diri atau pensiun dari kepolisian. Putusan MK berlaku sejak pengumuman resmi, sehingga seluruh lembaga pemerintah dan pejabat terkait wajib menyesuaikan kebijakan internal mereka sesuai amar putusan.

Ke depan, putusan ini diharapkan menjadi momentum reformasi birokrasi yang lebih jelas, profesional, dan netral, sehingga jabatan publik dapat diisi oleh mereka yang kompeten dan memenuhi prinsip keadilan bagi seluruh warga negara. MK menekankan bahwa pemisahan tegas antara kepolisian dan jabatan sipil merupakan langkah penting untuk menjaga kredibilitas, profesionalisme, dan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Dengan demikian, polisi aktif yang ingin menempati jabatan sipil kini diharuskan memilih: mundur dari dinas kepolisian atau menunda pengisian jabatan sipil hingga pensiun, memastikan kepatuhan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi dan prinsip hukum yang jelas. (Sumber : Kompas.com, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *