Nasib Dokter Ratna Ditentukan Besok di MK: “Saya Siap dan Ikhlas, Walau Pahit”

Uji Materil UU Kesehatan Dokter Ratna Masuki Babak Akhir, Putusan MK Diumumkan Besok

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) dijadwalkan membacakan putusan atas permohonan uji materil yang diajukan oleh Dokter Ratna Setia Asih, Sp.A., M.Kes., seorang dokter spesialis anak asal Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sidang pembacaan putusan tersebut akan digelar pada Kamis, 30 Oktober 2025, di Gedung MKRI, Jakarta. Rabu (29/10/2025)

Jadwal pembacaan putusan itu tercantum di situs resmi MKRI dan telah dikonfirmasi langsung oleh Dokter Ratna.

banner 336x280

“Iya saya sudah terima jadwalnya,” tulis Ratna saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp dilansir dari Bangka Pos, Selasa (28/10/2025) malam.

Meski demikian, ia belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait isi atau strategi hukum yang akan ditempuh setelah putusan dibacakan. Ia hanya memastikan akan hadir secara langsung dalam sidang tersebut.

“Insya Allah (hadir),” ujarnya singkat.

Namun di balik ketegangan menjelang sidang penentuan itu, Dokter Ratna menyampaikan sikap pasrahnya terhadap apapun hasil yang akan diputuskan MK.

“Walaupun hasilnya pahit berarti itulah yang terbaik yang diberikan Allah SWT buat saya, dan saya harus siap dan ikhlas menerimanya. Dan harus move on mempersiapkan untuk langkah hukum selanjutnya,” tegasnya.

Perjuangan Panjang Mencari Keadilan

Permohonan uji materil yang diajukan Dokter Ratna ke MK merupakan langkah hukum terakhir yang ditempuhnya dalam memperjuangkan keadilan atas kasus dugaan malapraktik yang menyeret namanya. Ia didampingi tim penasihat hukum dari Firma Hukum Hangga OF.

Permohonan tersebut diajukan untuk menguji Pasal 307 sepanjang frasa “putusan dari majelis” dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.

Kasus ini bermula dari rekomendasi Majelis Disiplin Profesi (MDP) Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang menyatakan bahwa Dokter Ratna diduga melanggar standar profesi sebagai dokter spesialis anak. Rekomendasi tersebut kemudian dijadikan dasar oleh penyidik Polda Kepulauan Bangka Belitung untuk menetapkan Dokter Ratna sebagai tersangka dalam kasus dugaan malapraktik atas kematian seorang pasien anak bernama Aldo Ramdani (10).

Aldo meninggal dunia saat menjalani perawatan di RSUD Depati Hamzah Pangkalpinang pada akhir 2024. Orang tua Aldo, Yanto, warga Desa Terak, Kecamatan Simpang Katis, Kabupaten Bangka Tengah, kemudian melaporkan peristiwa tersebut ke Polda Babel pada 12 Desember 2024.

Setelah beberapa kali diperiksa, Dokter Ratna akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Juni 2025. Ia dijerat dengan Pasal 440 ayat (1) atau Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan dugaan kelalaian yang menyebabkan kematian pasien.

Namun Ratna bersikukuh bahwa dirinya telah menjalankan tugas sesuai standar operasional prosedur (SOP).

“Sejak awal saya sudah melakukan hal yang benar dan sesuai SOP. Tapi entah kenapa, lama-lama arah kasus ini seperti menyudutkan saya,” ujarnya dalam wawancara sebelumnya dengan Bangka Pos, Rabu (22/10/2025).

Dari Rekomendasi hingga Uji Materil ke MK

Ketidakjelasan tindak lanjut atas rekomendasi MDP KKI membuat Ratna merasa hak konstitusionalnya sebagai tenaga profesional terlanggar. Ia menilai rekomendasi tersebut seolah menjadi vonis tanpa kesempatan untuk melakukan pembelaan.

Berangkat dari hal itu, Ratna bersama tim hukumnya mengajukan permohonan uji materil ke MK pada 29 September 2025, yang kemudian teregistrasi resmi pada 30 September 2025.

Sidang pertama permohonan digelar pada 10 Oktober 2025, di mana tim hukum membacakan permohonan uji materil di hadapan majelis hakim MK. Sidang kedua dilanjutkan pada 23 Oktober 2025 dengan agenda perbaikan berkas dan penguatan argumentasi.

Dalam persidangan, Hangga Oktafandany, kuasa hukum Dokter Ratna, menjelaskan bahwa kliennya mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 307 UU Kesehatan.

“Berlakunya kewenangan absolut rekomendasi MDP KKI menyebabkan kriminalisasi berjalan tegak di tubuh kolegium kedokteran, dan Pemohon adalah pihak yang mengalami langsung kekejaman ini serta merasakan sikap masa bodoh MDP KKI setelah menjerumuskan Pemohon,” ujar Hangga di ruang sidang MK.

Tim hukum Dokter Ratna memohon agar Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 307 sepanjang frasa ‘Putusan dari Majelis’ bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, serta menambahkan frasa baru “dan/atau Rekomendasi dari majelis” dalam pasal tersebut.

Dengan demikian, Pasal 307 UU Kesehatan nantinya akan berbunyi:
“Putusan dari majelis dan/atau Rekomendasi dari majelis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 304 dapat diajukan peninjauan kembali kepada Menteri dalam hal: a. Ditemukan bukti baru; b. Kesalahan penerapan pelanggaran disiplin; atau c. Terdapat dugaan konflik kepentingan pada pemeriksa dan yang diperiksa.”

Menurut Hangga, perubahan tersebut penting agar ada kesetaraan hak di hadapan hukum antara MDP KKI dan para kolegium kedokteran.

“Semua ini akan terwujud apabila majelis hakim Mahkamah Konstitusi berkeyakinan bahwa setiap dokter memiliki hak yang sama di hadapan hukum,” ucapnya.

Menanti Putusan Bersejarah

Besok menjadi hari yang sangat menentukan bagi perjalanan hukum Dokter Ratna. Putusan MK akan menentukan apakah langkahnya untuk memperjuangkan kesetaraan hukum dalam dunia kedokteran akan membuahkan hasil atau tidak.

Jika MK mengabulkan permohonan tersebut, maka rekomendasi MDP KKI tidak lagi bisa dianggap sebagai keputusan mutlak dan bisa diajukan peninjauan kembali. Namun jika ditolak, maka pasal tersebut akan tetap berlaku sebagaimana adanya, dan posisi Ratna dalam proses hukum pidana akan tetap bergantung pada rekomendasi MDP KKI.

Kini publik Bangka Belitung dan komunitas medis nasional menanti hasil akhir sidang Mahkamah Konstitusi tersebut. Putusan yang akan dibacakan besok bukan hanya akan menentukan nasib Dokter Ratna, tetapi juga bisa menjadi preseden penting bagi perlindungan hukum profesi kedokteran di Indonesia. (Sumber: Bangkapos, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *