KBOBABEL.COM (Bangka Tengah) – Malam di Desa Kurau, Kabupaten Bangka Tengah, berubah mencekam. Enam anak di bawah umur, sebagian besar masih berseragam sekolah, menjadi korban kekerasan brutal yang diduga dilakukan oleh tiga oknum anggota kepolisian setempat. Peristiwa ini mengejutkan masyarakat dan menorehkan luka mendalam di hati para keluarga korban. Sabtu (13/9/2025).
Menurut kesaksian AL (16), salah satu korban, kejadian bermula dari candaan sederhana. Ia dan teman-temannya melemparkan kembang api, tanpa niat mengganggu siapa pun. Namun, letupan kembang api yang jatuh di jalan memicu amarah tiga oknum aparat.
“Kami niatnya bercanda, bukan mau melempar mereka,” ungkap AL lirih.
Amarah pun meledak. Tanpa peringatan, tiga oknum aparat itu mengejar para remaja dengan kasar. “Kami langsung dipepet, tangan saya ditarik, lalu saya dipukul,” kata AL sambil menahan perasaan.
Tidak berhenti di situ, para korban diseret ke sebuah gang sempit yang gelap, jauh dari pandangan warga. Di tempat itulah kekerasan berlangsung. Para remaja dipukuli, dihina, bahkan dipaksa untuk menghubungi teman-teman mereka agar ikut datang.
Ancaman bernada teror dilontarkan: jika kawan mereka tidak kembali, maka akan ada konsekuensi lebih berat.
Ketika kawan-kawan AL tiba, bukannya menerima penjelasan, mereka justru ikut menjadi sasaran kekerasan. “Kawan saya dicekik, ditampar, bahkan di-smackdown,” kenang AL, suaranya bergetar.
Bagi enam remaja tersebut, malam itu berubah menjadi neraka kecil. Pukulan, tendangan, dan makian seakan tiada henti, seolah tubuh-tubuh belia itu dijadikan pelampiasan amarah.
Situasi baru mereda ketika Kepala Desa setempat datang dan melerai. Kehadirannya bagai cahaya di tengah gelap, menyelamatkan para korban dari kekejaman yang tidak semestinya mereka alami.
Meski fisik mereka terluka, luka psikologis yang dialami jauh lebih dalam. Rasa takut, trauma, dan ketidakpercayaan terhadap aparat hukum kini membayangi mereka.
“Kami hanya anak-anak, tapi diperlakukan seperti penjahat,” ucap seorang korban lain dengan nada getir.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian Bangka Tengah maupun Polda Kepulauan Bangka Belitung belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan penganiayaan ini.
Redaksi jejaring media KBO Babel telah berupaya mengkonfirmasi Kapolres Bangka Tengah dan Kapolda Kep. Babel sebagai bentuk keseimbangan pemberitaan (cover both side), namun belum mendapat respons.
Kasus ini menjadi alarm keras bagi penegakan hukum di daerah. Aparat yang seharusnya melindungi, justru dituding melukai. Kekuasaan tidak boleh digunakan untuk menindas, apalagi terhadap anak-anak yang masih belia.
Masyarakat kini menanti langkah tegas dari kepolisian untuk mengusut tuntas peristiwa ini. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum akan semakin tergerus.
Luka fisik para korban mungkin bisa sembuh, tetapi trauma psikologis mereka akan menjadi bayangan panjang yang sulit terhapus. Tragedi Kurau adalah peringatan, bahwa tanpa pengawasan dan akuntabilitas, kekuasaan bisa berubah menjadi senjata yang melukai rakyatnya sendiri. (Mung Harsanto/KBO Babel)