KBOBABEL.COM (Jakarta) – Program televisi Xpose Uncensored di TRANS7 menjadi sorotan publik setelah menayangkan segmen yang dianggap menghina Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, serta Kiai Haji Anwar Manshur. Tayangan pada 13 Oktober 2025 itu menampilkan narasi dan cuplikan yang dinilai melecehkan kehidupan pesantren serta kiai sebagai tokoh spiritual, sehingga memicu kemarahan masyarakat, khususnya kalangan santri. Rabu (15/10/2025)
Judul segmen yang dipermasalahkan berbunyi provokatif: “Santrinya Minum Susu Aja Kudu Jongkok, Emang Gini Kehidupan Pondok?” Narasi dalam tayangan juga menyindir kehidupan pesantren dan kiai dengan kalimat, “Ketemu kiai-nya masih ngesot dan cium tangan. Dan ternyata yang ngesot itulah yang ngasih amplop. Netizen curiga bahwa bisa jadi inilah kenapa sebagian kiai makin kaya raya.”
Banyak pihak menilai penyajian itu tak hanya tidak etis, tetapi juga melecehkan simbol-simbol keagamaan. Tayangan tersebut segera memicu tagar #BoikotTRANS7 yang menjadi trending di media sosial. Warganet bereaksi keras, menyebut program itu tidak berimbang dan penuh prasangka terhadap kehidupan santri.
Namun, sebagian kecil netizen menilai tayangan itu sebagai “fakta yang disembunyikan.” Mereka menyebut program tersebut berani mengangkat realitas sosial di pesantren, meski dianggap kontroversial. Perdebatan pun merebak di ruang digital.
Legislator PKB Mengecam
Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Oleh Soleh, mengecam keras tayangan Xpose TRANS7. Ia menyebut program tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap martabat kiai dan lembaga pesantren. Oleh mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) segera menghentikan tayangan itu dan melakukan audit menyeluruh terhadap TRANS7.
“Tayangan seperti itu sangat tidak pantas disiarkan di ruang publik. Program itu telah melecehkan simbol-simbol keagamaan, terutama kiai dan pesantren yang menjadi penjaga moral bangsa. KPI tidak boleh tinggal diam. Hentikan programnya dan audit total TRANS7,” tegas Oleh Soleh, Selasa (14/10/2025).
Ia menegaskan dunia penyiaran harus kembali pada koridor etika, serta taat pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). “Media harus menjadi sarana pendidikan dan pencerahan, bukan alat untuk menodai simbol-simbol keagamaan,” tambahnya.
Senada, Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKB, Mafirion, menilai tayangan tersebut tidak hanya mencederai nilai agama, tetapi juga melanggar Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurutnya, Pasal 29 ayat (1) UU HAM menegaskan setiap orang berhak atas perlindungan diri, kehormatan, dan martabat. Ia menilai pelecehan terhadap tokoh agama merupakan pelanggaran terhadap hak atas martabat manusia.
“Kiai adalah panutan spiritual. Merendahkan kiai berarti merendahkan nilai moral dan identitas santri,” ujar Mafirion di Jakarta.
Ia juga mengingatkan bahwa tindakan semacam itu bertentangan dengan prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang menjunjung martabat manusia tanpa penghinaan. Mafirion mendesak KPI dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menindak tegas agar peristiwa serupa tidak terulang.
PBNU dan GP Ansor Angkat Suara
Reaksi keras juga datang dari Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Ketua Umum GP Ansor, Addin Jauharudin, menyebut tayangan itu mencederai martabat ulama dan pesantren yang berperan besar dalam membentuk karakter bangsa.
“Kiai bukan komoditas pemberitaan. Mereka adalah penjaga ilmu dan akhlak bangsa. Tidak boleh ada media yang menjadikan pesantren atau kiai sebagai bahan sensasi,” tegas Addin.
Addin menilai tayangan tersebut melanggar prinsip jurnalisme berimbang (cover both side) dan menciptakan framing negatif terhadap tokoh agama. Ia menegaskan GP Ansor tidak akan tinggal diam, apalagi menjelang Hari Santri Nasional, momen yang seharusnya memperkuat penghormatan terhadap ulama.
Sementara itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengambil langkah hukum. Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya, menegaskan bahwa pihaknya telah menginstruksikan Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) PBNU untuk menempuh jalur hukum terhadap TRANS7.
“Saya telah menginstruksikan LPBH PBNU untuk mengambil langkah hukum terkait tayangan ini,” ujar Gus Yahya dalam keterangannya, Selasa (14/10/2025).
Ia menilai isi tayangan itu secara terang-terangan menghina pesantren dan tokoh yang dimuliakan warga Nahdlatul Ulama (NU).
PBNU juga menuntut Trans7 dan Trans Corporation segera memperbaiki kerusakan sosial yang ditimbulkan.
“Kami menuntut agar Trans7 membuat langkah nyata memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi,” tegas Gus Yahya.
TRANS7 Akui Lalai dan Minta Maaf
Menanggapi kecaman luas, Production Director TRANS7, Andi Chairil, menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada pimpinan dan keluarga besar Pondok Pesantren Lirboyo.
“Berkaitan dengan isi berita salah satu program di TRANS7, kami ingin menyampaikan permintaan maaf sebesar-besarnya kepada pimpinan, pengasuh, santri, dan alumni Pondok Pesantren Lirboyo,” ujar Andi melalui kanal resmi Youtube TRANS7 Official, Selasa (14/10/2025).
Ia mengakui pihaknya lalai dalam melakukan pengecekan terhadap konten dan tidak melakukan sensor mendalam sebelum tayangan ditampilkan.
“Kami tidak berlepas tanggung jawab atas kesalahan tersebut,” ucapnya.
Andi menyebut permohonan maaf telah disampaikan secara langsung kepada Gus Adib, putra dari KH Anwar Manshur, dan juga melalui surat resmi. Ia menegaskan kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi TRANS7 agar lebih berhati-hati dalam menayangkan konten keagamaan.
“Untuk ke depannya, kami akan lebih teliti dalam memahami hubungan antara santri dan kiai. Sekali lagi kami mohon dibukakan pintu maaf sebesar-besarnya atas kelalaian kami,” tutup Andi.
Kasus ini menjadi refleksi penting bagi dunia penyiaran nasional agar menjaga sensitivitas terhadap nilai-nilai keagamaan dan sosial masyarakat Indonesia. (SUmber: Tirto.id, Editor: KBO Babel)



















