KBOBABEL.COM (BANGKA) – Pemerintah pusat memangkas dana transfer ke daerah (TKD) tahun 2025 untuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) senilai Rp 245 miliar. Pemangkasan ini memicu kekhawatiran Pemerintah Daerah (Pemda) karena dianggap akan berdampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, pembangunan infrastruktur, serta pelayanan publik di wilayah kepulauan tersebut. Kamis (9/10/2025)
Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, M. Haris, mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melayangkan nota keberatan kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Ia menyebut, keputusan pemangkasan itu sangat berpotensi mengganggu stabilitas fiskal dan ekonomi daerah.
“Bangka Belitung juga kena, bersama Pak Gubernur sudah disampaikan langsung secara lisan maupun tertulis bahwa daerah keberatan,” ujar Haris di Pangkalpinang, Kamis (9/10/2025).
Menurut Haris, total dana transfer ke Babel tahun 2025 kini hanya sebesar Rp 1,13 triliun, turun dari semula Rp 1,40 triliun. Komponen yang paling terdampak adalah dana transfer umum dan dana alokasi umum (DAU).
“Anggaran yang dipotong pemerintah pusat mencakup dana transfer umum dari semula dianggarkan Rp 1,16 triliun menjadi Rp 931,7 miliar,” jelas Haris.
Selain itu, dana bagi hasil (DBH) juga ikut turun dari Rp 125,5 miliar menjadi Rp 92,8 miliar. Dana alokasi umum (DAU) berkurang dari Rp 1,04 triliun menjadi Rp 838,9 miliar, sedangkan dana alokasi khusus (DAK) yang semula Rp 235,5 miliar disunat menjadi Rp 207,7 miliar.
Haris menegaskan bahwa dana transfer ke daerah selama ini memiliki peran penting dalam mendukung belanja pemerintah daerah, terutama untuk kebutuhan dasar masyarakat.
“Penggunaan dana transfer ke daerah digunakan untuk gaji ASN, jaminan kesehatan nasional, pembangunan infrastruktur, pembangunan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa porsi dana transfer dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Bangka Belitung mencapai 58,8 persen dari total pendapatan tahun 2025. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) hanya menyumbang 41,2 persen.
“Pada 2026 kontribusi TKD pada pendapatan APBD diproyeksikan naik menjadi 61,5 persen, sedangkan PAD justru turun menjadi 38,5 persen,” ungkap Haris.
Kondisi ini, lanjutnya, berpotensi menurunkan kapasitas fiskal daerah yang selama ini digunakan untuk pemerataan pembangunan antarwilayah. Selain itu, potensi pengurangan dana juga dikhawatirkan akan memperlambat pengentasan kemiskinan dan memperlebar kesenjangan sosial.
“Pemda berharap adanya kebijakan transisi bertahap serta memberikan kembali insentif daerah yang berkinerja baik,” tegas Haris.
Menanggapi hal itu, Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, menyatakan pihaknya akan segera memanggil seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) untuk membahas langkah-langkah penyesuaian. Menurutnya, pemangkasan ini harus disikapi dengan strategi efisiensi dan optimalisasi pendapatan daerah.
“Pastinya harus ada efisiensi, hindari anggaran seremoni, dan maksimalkan lagi sumber pendapatan seperti hasil tambang daerah,” ujar Didit.
Didit juga menegaskan bahwa meski terjadi pemangkasan, pemerintah daerah tidak boleh mengorbankan sektor pelayanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Kedua sektor tersebut harus tetap menjadi prioritas utama dalam penyusunan program kerja.
“Kami mengingatkan agar layanan dasar meliputi bidang kesehatan dan pendidikan tetap masuk skala prioritas. Jangan sampai pemangkasan ini membuat masyarakat kecil menjadi korban,” ucapnya.
DPRD juga berencana mendorong pemerintah daerah untuk memperkuat PAD dengan menggali potensi ekonomi baru di luar sektor tambang, seperti pariwisata, perikanan, dan industri kecil menengah (IKM).
Sementara itu, sejumlah pengamat ekonomi lokal menilai, pemangkasan dana transfer ke daerah seperti Babel akan memberikan efek domino terhadap laju pembangunan. Mengingat posisi Babel yang masih sangat bergantung pada dana pusat, penurunan TKD dikhawatirkan membuat pemerintah daerah kesulitan menjalankan proyek-proyek strategis.
Dalam konteks nasional, Kemenkeu menyebut pemangkasan TKD dilakukan sebagai bagian dari kebijakan efisiensi fiskal dan penyesuaian belanja negara 2025. Namun bagi daerah dengan karakteristik kepulauan seperti Babel, kebijakan tersebut dinilai tidak sepenuhnya relevan karena biaya logistik dan pembangunan jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah daratan.
Dengan demikian, Pemprov Bangka Belitung berharap pemerintah pusat dapat meninjau ulang kebijakan tersebut atau setidaknya menerapkan mekanisme transisi secara bertahap agar pembangunan daerah tidak stagnan.
“Kalau bisa, jangan langsung dipotong dalam jumlah besar. Kami minta ada transisi bertahap supaya program pembangunan tetap berjalan dan masyarakat tidak dirugikan,” tutup Haris. (Sumber : KOMPAS.com, Editor : KBO Babel)













