KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Penyitaan terhadap 41.194,5 kilogram pasir timah hasil operasi TNI Angkatan Laut (AL) di Perairan Pangkalbalam, Kota Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memicu polemik. Pasir timah tersebut rencananya akan diselundupkan ke Malaysia, namun berhasil digagalkan oleh Tim Fleet One Quick Response (F1QR) Pangkalan TNI AL Bangka Belitung pada Jumat, 1 Juni 2025. Sabtu (12/7/2025)
Pengadilan Negeri Pangkalpinang telah mengeluarkan surat persetujuan penyitaan terhadap barang bukti itu. Namun, sejumlah pihak mempertanyakan keabsahan prosedur penyitaan karena pasir timah tersebut dianggap sebagai barang tidak bertuan dan proses penimbangan dilakukan tanpa kehadiran saksi-saksi independen sebagaimana diatur dalam Pasal 129 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Humas Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Anshori Hironi, membenarkan bahwa pihaknya telah mengeluarkan surat persetujuan penyitaan dengan Nomor 289/Pid.B.SITA/2025/PN Pgp yang ditandatangani pada 26 Juni 2025. Menurutnya, persetujuan penyitaan itu dikeluarkan berdasarkan permohonan dari penyidik Pangkalan TNI AL Bangka Belitung yang diajukan pada 23 Juni 2025.
“Persetujuan penyitaan berdasarkan permohonan yang disampaikan pihak penyidik Pangkalan TNI AL Bangka Belitung pada 23 Juni 2025 lalu,” ujar Anshori dilansir dari Tempo, Jumat, 11 Juli 2025.
Meski demikian, saat ditanya mengenai dugaan bahwa Berita Acara (BA) penimbangan barang bukti dilakukan tanpa menghadirkan saksi independen, Anshori enggan berkomentar lebih jauh. Ia menyebut hal itu merupakan ranah dan kewenangan penuh dari pihak Lanal Bangka Belitung.
“Dasar kami menetapkan penyitaan adalah adanya permohonan, resume laporan penyidik, berita acara penyitaan, berita acara penimbangan, serta adanya surat perintah penyitaan dan surat perintah penyidikan yang dilampirkan pihak Lanal Bangka. Total ada 12 item yang diusulkan permohonan untuk disita,” katanya.
Dalam berita acara penimbangan yang diajukan oleh pihak Lanal, hanya tercantum nama-nama internal, yaitu Lettu Dody Putra Hutagalung dan Lettu Sulaiman AMB yang hadir sebagai saksi bersama penyidik penimbang Ahmad Yuspa.
“Mengapa tidak ada saksi yang lain, kami tidak tahu. Terhadap hal ini sebaiknya ditanyakan kepada pihak Lanalnya. Kalau kami, selama persyaratan yang ditentukan telah dipenuhi, maka dapat dikeluarkan penetapan penyitaan,” ucap Anshori.
Lebih lanjut, Anshori juga mengakui bahwa dalam dokumen permohonan penyitaan yang diajukan pihak Lanal Bangka Belitung tidak mencantumkan nama tersangka yang jelas sebagai pemilik barang maupun kapal yang digunakan.
“Dalam permohonan, yang tercantum sebagai tersangka hanya bertuliskan inisial X yang tidak diketahui identitasnya dan dalam kurung DPO (Daftar Pencarian Orang). Mengapa seperti itu, silakan konfirmasi saja ke pihak Lanal,” jelasnya.
Ia menambahkan, dengan adanya surat persetujuan penyitaan tersebut, pihak Lanal Bangka Belitung kini memiliki dasar hukum untuk melanjutkan proses terhadap barang bukti tersebut, baik dimusnahkan maupun dilelang.
“Kalau sesuai Pasal 45 KUHAP, barang bukti yang disita namun masih mempunyai nilai ekonomis biasanya akan dilelang. Kalau tidak ada nilai ekonomis baru dimusnahkan,” kata Anshori.
Di sisi lain, Perwira Penerangan Lanal Bangka Belitung, Lettu Lukman Hakim, saat dimintai konfirmasi mengatakan pihaknya hingga kini belum menerima surat persetujuan penyitaan dari Pengadilan Negeri Pangkalpinang. Ia juga menyebutkan bahwa pelelangan belum dapat dilakukan karena masih ada beberapa persyaratan administratif yang belum terpenuhi.
“Proses pelelangan sementara belum bisa karena masih ada persyaratan yang diminta pengadilan untuk pelelangan yang belum kami penuhi. Kami sedang melengkapinya. Kalau sudah ada nanti, akan saya sampaikan,” ujar Lukman.
Sebelumnya, pada 1 Juni 2025, Tim F1QR Pangkalan TNI AL Bangka Belitung yang sedang berpatroli menemukan kapal KM Indah Jaya yang kandas di Perairan Pangkalbalam. Saat mendekat, sejumlah orang yang diduga sebagai Anak Buah Kapal (ABK) kabur ke arah hutan mangrove untuk menghindari penangkapan.
Kecurigaan tim F1QR terbukti saat mereka memeriksa kapal tersebut dan menemukan puluhan ton pasir timah yang diduga kuat berasal dari tambang ilegal dan akan diselundupkan ke Malaysia. Temuan ini langsung diamankan ke Pangkalan TNI AL Bangka Belitung untuk proses hukum lebih lanjut.
Kasus ini memicu perhatian publik karena selain nilai ekonomis pasir timah yang mencapai miliaran rupiah, juga menimbulkan tanda tanya besar mengenai identitas pemilik barang dan kapal tersebut. Hingga kini, status “barang tidak bertuan” yang disematkan dalam permohonan penyitaan masih menuai kontroversi di tengah masyarakat. (Sumber: Tempo, Editor: KBO Babel)