KBOBABEL.COM (JAKARTA) — PT TIMAH Tbk meminta dukungan Komisi XII DPR RI dalam memperkuat tata kelola industri pertimahan nasional. Permintaan tersebut disampaikan oleh Direktur Utama PT TIMAH Tbk, Restu Widiyantoro, dan Direktur Produksi dan Komersial Ilhamsyah Mahendra dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Selasa (11/11/2025). Kamis (13/11/2025)
Dalam rapat tersebut, PT TIMAH Tbk memaparkan kondisi terkini perusahaan serta upaya yang dilakukan untuk memperbaiki tata kelola pertimahan nasional. Restu menegaskan, peningkatan tata kelola memerlukan dukungan berbagai pihak, termasuk DPR dan pemerintah pusat.
“Memang beberapa perkembangan terakhir di Bangka Belitung, khususnya di sektor pertimahan, masih ada beberapa ketidakpuasan masyarakat yang pelan-pelan kami atasi kembali,” ujar Restu di hadapan anggota Komisi XII.
Ia mengungkapkan bahwa salah satu persoalan utama dalam industri pertimahan saat ini adalah belum adanya harga patokan mineral (HPM) untuk komoditas timah. Akibatnya, harga di lapangan sangat bervariasi dan tidak memiliki standar yang mengikat.
“Isu yang paling mengemuka adalah karena belum ada harga patokan timah yang bisa dijadikan acuan, sehingga tata kelola belum bisa mengarah seperti yang kami harapkan. Sebagian besar harga masih ditentukan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan masing-masing,” jelasnya.
Restu menambahkan, PT TIMAH Tbk telah mengambil langkah konkret untuk memperbaiki sistem kemitraan di lapangan. Salah satunya dengan berkolaborasi bersama koperasi dalam pelaksanaan kegiatan penambangan di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) perusahaan. Sistem ini dinilai lebih transparan dan dapat mengakomodasi kepentingan penambang rakyat.
“Kami menggantikan pola kemitraan lama dengan sistem kerja sama melalui koperasi. Ini bagian dari upaya memperbaiki tata kelola agar lebih adil dan terstruktur,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Produksi dan Komersial PT TIMAH Tbk, Ilhamsyah Mahendra, menegaskan bahwa dukungan dari Komisi XII DPR RI sangat penting untuk memperkuat kebijakan dan regulasi yang mendukung industri timah nasional. Menurutnya, ada tiga langkah utama yang diharapkan dapat didukung DPR.
Langkah pertama adalah penerbitan peraturan turunan yang memberikan kewenangan lebih kuat kepada BUMN, dalam hal ini PT TIMAH Tbk, untuk menindak kegiatan tambang timah ilegal (PETI) serta mengatur alur bijih timah hasil penambangan rakyat agar bisa dilegalkan melalui mekanisme yang adil.
“Ini penting untuk menciptakan kestabilan produksi nasional. Implikasinya bukan hanya di dalam negeri, tetapi juga pada pasar global karena menyangkut keseimbangan demand and supply,” kata Ilhamsyah.
Langkah kedua adalah percepatan penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari Undang-Undang Minerba, yang akan mendukung perbaikan tata kelola dan tata niaga pertimahan. PP ini juga diharapkan dapat memperkuat status timah sebagai mineral kritis strategis serta mendorong hilirisasi industri timah di dalam negeri.
Langkah ketiga, lanjut Ilhamsyah, adalah pembinaan dan legalisasi aktivitas penambangan rakyat yang berada di dalam wilayah IUP PT TIMAH Tbk. Legalitas ini akan dilakukan melalui pola kerja sama yang diatur secara jelas dengan koperasi dan masyarakat setempat.
Selain tiga langkah utama tersebut, PT TIMAH Tbk juga meminta kepastian regulasi terkait reklamasi dan pascatambang, terutama pada area IUP perusahaan yang terdampak aktivitas tambang ilegal. Ilhamsyah menekankan pentingnya koordinasi antar kementerian dan lembaga untuk menyederhanakan serta mempercepat proses perizinan.
“Dari sisi pengamanan sudah banyak pembenahan. Jika harga acuan mineral diterapkan dan dijalankan di lapangan, saya yakin gejolak sosial di kalangan penambang rakyat dapat ditekan. Dengan demikian, produksi PT TIMAH Tbk akan lebih konsisten dan stabil dalam memenuhi kebutuhan global,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Patijaya menegaskan bahwa pembahasan mengenai tata kelola timah merupakan hal yang mendesak. Ia menyebutkan, salah satu fokus utama adalah penetapan formula perhitungan Harga Patokan Mineral (HPM) timah agar memiliki kepastian hukum dan menjadi acuan nasional.
“Salah satu yang menjadi concern adalah formula dalam perhitungan HPM. Kami minta Dirjen Minerba untuk segera membuat formula HPM timah ini,” ujar Bambang.
Menurutnya, keberadaan HPM akan menjadi bentuk kehadiran negara dalam mengatur tata kelola industri timah. Ia bahkan menargetkan agar penetapan HPM timah dapat diberlakukan mulai 1 Januari 2026.
“Kita punya target pada 1 Januari 2026 HPM sudah baku. Ini menjadi bukti bahwa negara hadir dalam pengaturan tata kelola pertimahan. Harga ini harus mewakili semua kepentingan, baik dari PT TIMAH Tbk maupun asosiasi secara umum. Ini akan menjadi rule of the game,” tegasnya.
Bambang juga mendorong agar pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat segera menyelesaikan regulasi tersebut sebelum akhir tahun. Ia menilai hal ini krusial untuk memastikan keberlanjutan industri timah yang berperan penting terhadap penerimaan negara.
Di sisi lain, sejumlah anggota Komisi XII DPR RI turut memberikan masukan terkait peningkatan tata kelola pertimahan nasional. Mereka menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, PT TIMAH Tbk, dan masyarakat agar sumber daya alam yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan secara optimal tanpa mengabaikan aspek lingkungan.
(Sumber: PT Timah Tbk, Editor: KBO Babel)



















