KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Aktris Sandra Dewi kini tengah berjuang mempertahankan hak atas sejumlah aset pribadinya yang ikut disita Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam kasus korupsi tata niaga timah yang menyeret suaminya, Harvey Moeis. Melalui pengacaranya, Sandra mengajukan keberatan terhadap penyitaan aset tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Sabtu (18/10/2025)
Sidang lanjutan atas keberatan tersebut digelar pada Jumat (17/10/2025) dengan agenda pembuktian dari pihak Kejagung selaku Termohon. Dalam sidang ini, jaksa menghadirkan ahli hukum pidana dari Universitas Jenderal Soedirman, Prof. Hibnu Nugroho, untuk memberikan pandangan terkait keabsahan penyitaan harta milik pihak ketiga dalam perkara korupsi.
Sandra Dewi, melalui kuasa hukumnya, menegaskan bahwa aset-aset yang disita merupakan hasil kerja kerasnya selama berkarier di dunia hiburan.
“Aset tersebut diperoleh jauh sebelum kasus suaminya muncul. Itu hasil dari jerih payah klien kami sebagai artis dan dari kegiatan endorsement,” ujar kuasa hukum Sandra di ruang sidang.
Meski demikian, seluruh aset tersebut tetap disita oleh penyidik Kejagung sebagai bagian dari upaya pemulihan kerugian negara yang mencapai Rp 420 miliar, sesuai dengan vonis uang pengganti terhadap Harvey Moeis.
Dalam sidang, Hakim Rios selaku anggota majelis mempertanyakan kepada ahli mengenai status hukum harta pihak ketiga, khususnya dalam konteks suami-istri.
“Apakah harta yang diperoleh seorang pihak ketiga jauh sebelum tempus tindak pidana terjadi dapat dikategorikan sebagai harta yang tidak terkait korupsi, menurut ahli?” tanya Hakim Rios.
Menanggapi hal tersebut, Prof. Hibnu menjelaskan bahwa secara prinsip, aset yang diperoleh jauh sebelum tindak pidana terjadi bisa dinilai tidak terkait dengan kasus korupsi. Namun, status hubungan pemilik aset dengan terdakwa juga menjadi pertimbangan penting dalam penegakan hukum.
“Kalau secara waktu dan bukti kepemilikan jelas berasal dari hasil pribadi dan tidak ada kaitannya dengan uang hasil korupsi, maka aset tersebut tidak bisa dirampas. Tetapi kalau masih ada hubungan dengan terdakwa, negara tetap punya hak untuk menelusuri,” jelas Hibnu.
Hakim kemudian mempertegas dengan memberikan contoh dalam konteks hubungan rumah tangga.
“Ini subjeknya adalah suami-istri, bukan korporasi. Salah satu pasangan memperoleh harta jauh sebelum tindak pidana terjadi, kemudian pasangannya didakwa korupsi. Dalam hal ini, apakah termasuk harta terkait atau tidak terkait?” tanya Rios kembali.
Hibnu menjawab hati-hati. “Kalau melihat dari pendekatan pihak, tidak terkait. Namun, kalau pendekatan korupsi, ada bagian pengembalian kerugian negara. Dua pendekatan ini sering kali menimbulkan dilema dalam praktiknya,” katanya.
Sidang sempat berlangsung cukup intens karena masing-masing pihak mempertahankan argumen. Pihak Sandra menegaskan aset pribadi tidak bisa serta-merta disita tanpa bukti keterkaitan langsung dengan tindak pidana korupsi. Sementara jaksa menilai penyitaan tersebut sah karena seluruh aset rumah tangga dapat digunakan untuk menutupi kerugian negara akibat perbuatan terdakwa.
Adapun daftar aset yang disita dari Harvey Moeis dan Sandra Dewi mencakup berbagai kendaraan mewah, properti, hingga barang-barang pribadi bernilai tinggi. Beberapa di antaranya adalah Rolls-Royce Ghost Extended Wheelbase, Ferrari 458 Speciale, Ferrari 360 Challenge Stradale, Mercedes-Benz SLS AMG, MINI Cooper S Countryman F60, Toyota Vellfire, Lexus, dan Porsche.
Selain itu, terdapat 11 unit tanah dan bangunan yang tersebar di Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Tangerang, 88 tas mewah dari berbagai merek, 141 perhiasan, uang tunai sebesar 400.000 dolar Amerika Serikat (AS) dan Rp 13,58 miliar, serta sejumlah logam mulia.
Dari seluruh aset yang disita, beberapa di antaranya—termasuk tas mewah, perhiasan, deposito, dan kendaraan pribadi—tercatat atas nama Sandra Dewi.
(Sumber: Kompas.com, Editor: KBO Babel)



















