KBOBABEL.COM – Pengusutan perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah kembali memasuki babak baru. Setelah putusan pengadilan tingkat pertama hingga kasasi terhadap para bos smelter dinyatakan inkrah, kini Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) resmi membuka penyelidikan Jilid II yang menyasar para kolektor atau penampung timah. Jum’at (3/10/2025)
Langkah ini menandai keseriusan aparat penegak hukum dalam membongkar praktik ilegal yang sudah lama berlangsung dan diduga merugikan negara hingga ratusan triliun rupiah. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, menegaskan bahwa penyidikan kali ini bukan sekadar lanjutan, tetapi lebih dalam menggali rantai distribusi timah yang selama ini terindikasi ilegal.
“Kalau yang tahap pertama kemarin (tata niaga) sudah inkrah. Kini kita mulai lagi yang baru terkait dengan tingkat penampungnya (kolektor),” ujar Anang Supriatna, saat meninjau salah satu smelter di Pangkalpinang yang kini menjadi barang bukti kasus tipikor tata niaga timah, Selasa (30/9/2025).
Menurutnya, tim penyidik dari Jampidsus Kejagung tengah melakukan pemeriksaan intensif terhadap sejumlah pihak yang diduga terlibat. Meski demikian, ia belum bisa membeberkan detail perkembangan perkara karena proses masih berjalan.
“Saat ini sedang berlangsung pemeriksaan-pemeriksaan ya,” ujarnya singkat.
Kolektor Jadi Sorotan
Dalam dakwaan terhadap para bos smelter yang sudah divonis, terungkap adanya peran signifikan dari para kolektor. Para penampung ini disebut sebagai penghubung yang memasok timah ilegal ke smelter, termasuk melalui CV-CV (Commanditaire Vennootschap) yang diduga hanya menjadi “boneka” atau perusahaan bayangan.
Vonis sebelumnya, yang menyasar pemilik smelter dan jajaran direksi PT Timah Tbk, belum menyentuh level kolektor maupun pemilik CV. Mereka baru sebatas berstatus saksi dalam persidangan. Bahkan, ada informasi bahwa sebagian pemilik CV yang namanya disebut di persidangan telah melarikan diri ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri.
Praktik ini memperlihatkan adanya jaringan besar yang terstruktur dalam tata niaga timah, di mana kolektor memainkan peran penting dalam rantai pasok. Dengan dibukanya Jilid II, para kolektor yang selama ini masih berada di balik bayangan mulai ketar-ketir menunggu giliran untuk diperiksa atau bahkan ditetapkan sebagai tersangka.
Kerugian Negara Fantastis
Sebagaimana diketahui, perkara mega korupsi tata niaga timah ini menyebabkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp 300 triliun. Angka ini disebut sebagai salah satu skandal korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia. Pada Jilid I, pengadilan telah memutus bersalah sejumlah pemilik smelter dan pejabat PT Timah, namun Kejagung menilai penyelidikan tidak bisa berhenti di sana.
“Skema peredaran timah ini tidak mungkin berjalan tanpa ada keterlibatan berbagai pihak, mulai dari penambang ilegal, kolektor, hingga smelter. Karena itu kami harus masuk lebih jauh,” kata salah satu sumber internal penegak hukum yang enggan disebutkan namanya.
Publik Menanti Ketegasan
Masyarakat Bangka Belitung, sebagai daerah penghasil timah, menaruh harapan besar agar pengusutan Jilid II ini benar-benar menyentuh semua pihak yang terlibat, bukan hanya segelintir aktor besar. Selama ini, kolektor dianggap sebagai salah satu mata rantai utama yang memperlancar aliran timah ilegal dari tambang rakyat ke pabrik peleburan.
Sejumlah aktivis antikorupsi di Babel juga menegaskan agar Kejagung tidak pandang bulu dalam memproses hukum para kolektor.
“Kalau hanya berhenti di smelter, itu belum tuntas. Kolektor dan CV boneka yang disebut di persidangan harus ikut diproses,” tegas seorang aktivis lokal.
Dengan dimulainya pengusutan Jilid II, publik kini menunggu langkah tegas Kejagung dalam menjerat para kolektor timah yang selama ini disebut-sebut sebagai kunci utama dalam praktik tata niaga ilegal tersebut. (Sumber : koranbabelpos.id, Editor : KBO Babel)