Smart TV Rp 26 Juta Dibagikan ke Semua Sekolah, P2G Ingatkan: Jangan Sampai Ada Chromebook Jilid 2

Program Smart TV Rp 26 Juta Per Unit Tuai Sorotan, Pemerhati Pendidikan Ingatkan Risiko Korupsi

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Program pemerintah dalam mendistribusikan interaktif flat panel (IFP) atau smart TV ke ribuan sekolah di Indonesia tengah menjadi sorotan publik. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengungkapkan harga perangkat digital tersebut mencapai Rp 26 juta per unit. Sabtu (13/9/2025)

Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP, Setya Budi Arijanta, menyebut angka itu sudah mencakup seluruh biaya.

banner 336x280

“Kalau enggak salah Rp 26 juta per unit itu sudah termasuk ongkos kirim, sudah termasuk asuransi, sudah termasuk garansi gitu ya,” ujar Setya saat dihubungi pada Jumat, 12 September 2025.

Smart TV yang dibeli pemerintah itu merupakan produk dari produsen elektronik asal Tiongkok, Hisense. Perangkat tersebut memiliki ukuran layar 75 inchi dengan spesifikasi mode 75WM61FE. Sistem operasinya menggunakan Android 13 dengan kapasitas memori internal 16 gigabyte (GB). Selain itu, papan pintar ini juga membutuhkan tegangan listrik 100-240 volt, sudah terintegrasi dengan akun Merdeka Mengajar, dan dilengkapi berbagai aplikasi penunjang pembelajaran.

Presiden Prabowo Subianto berencana membagikan satu unit smart TV ke setiap sekolah di seluruh Indonesia. Program ini ditujukan untuk memperkuat penerapan pembelajaran jarak jauh sekaligus sebagai solusi atas keterbatasan guru kompeten di sejumlah daerah. Presiden menargetkan sebanyak 330 smart TV dapat tersalurkan ke sekolah-sekolah hingga akhir tahun ini.

Temuan di lapangan menunjukkan, smart TV ini tidak hanya dibagikan kepada sekolah negeri, melainkan juga ke sekolah swasta, termasuk sekolah-sekolah elite dan internasional. Bahkan, bantuan tersebut menyasar seluruh jenjang pendidikan, mulai dari taman kanak-kanak (TK), sekolah dasar, hingga sekolah menengah atas.

Setya Budi menjelaskan, program pengadaan ini menggunakan anggaran dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Menurutnya, kesepakatan dengan vendor dilakukan sekitar dua bulan lalu. Pemerintah akhirnya memilih Hisense karena perusahaan ini berani memberikan penawaran harga yang lebih rendah dibanding pesaingnya.

“Acer mengundurkan diri, maksudnya nggak mau turun (harga). Akhirnya, yang mau negosiasi harganya tuh Hisense di angka Rp 26 juta per unit itu,” kata Setya.

Namun, transparansi anggaran serta mekanisme penyaluran bantuan ini mendapat kritik dari berbagai kalangan. Chief Executive Officer Jurusanku, Ina Liem, menilai proyek yang disebut-sebut bernilai belasan triliun rupiah itu berpotensi mubazir dan sarat masalah. Ia mempertanyakan keterbukaan sumber anggaran serta kejanggalan distribusi yang menyasar sekolah internasional.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, membantah adanya penyaluran ke sekolah internasional. Ia menegaskan program ini sepenuhnya ditujukan untuk memperkuat infrastruktur pembelajaran di sekolah dalam negeri.

Di sisi lain, sejumlah pemerhati pendidikan menilai pengadaan smart TV ini berisiko membuka celah korupsi. Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menyoroti potensi penyalahgunaan dana dalam proyek tersebut.

“Jangan sampai ada chromebook jilid dua,” kata Iman saat dihubungi pada Jumat, 15 Agustus 2025.

Ia merujuk pada kasus pengadaan laptop chromebook dalam program digitalisasi pendidikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi yang saat ini sedang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menanggapi kritik tersebut, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto, menekankan bahwa tujuan utama program ini adalah membangun ekosistem digital classroom.

Menurut Gogot, kehadiran smart TV di sekolah diharapkan dapat mendorong pembelajaran berbasis teknologi yang sesuai dengan tuntutan zaman.

“Kemendikdasmen berkomitmen melaksanakan instruksi presiden, dan merealisasikan program ini sebaik-baiknya dengan menyalurkan smart TV ke seluruh sekolah, baik negeri maupun swasta,” ujar Gogot.

Meski demikian, polemik mengenai efisiensi anggaran dan relevansi perangkat ini bagi sekolah-sekolah di daerah masih terus berkembang. Sejumlah pihak khawatir bahwa distribusi smart TV tanpa memperhatikan kondisi infrastruktur, seperti listrik dan jaringan internet, justru akan membuat perangkat tersebut tidak optimal digunakan.

Bagi pemerintah, distribusi smart TV merupakan bagian dari strategi besar digitalisasi pendidikan. Namun, bagi sebagian kalangan, proyek ini berpotensi menjadi pengulangan dari kasus sebelumnya yang menuai masalah hukum. Pertanyaan tentang efektivitas dan kebermanfaatan jangka panjang dari program ini pun masih belum sepenuhnya terjawab.

Dengan harga Rp 26 juta per unit dan target distribusi ribuan unit, pemerintah kini ditantang untuk membuktikan bahwa program ini bukan sekadar proyek belanja barang, melainkan investasi nyata dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. (Sumber: Tempo, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *