KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Asosiasi Eksportir Timah Indonesia (AETI) mengungkapkan fakta mengejutkan terkait praktik penyelundupan timah dari Indonesia ke Malaysia. Menurut Ketua Umum AETI, Harwendro Adityo Dewanto, Indonesia diduga menyelundupkan hingga 12.000 ton timah per tahun yang kemudian digunakan untuk memasok smelter di Malaysia. Sabtu (4/10/2025)
Dalam program Mining Zone, Harwendro menyatakan Malaysia secara terbuka mengakui menerima pasokan ore timah dari Indonesia melalui jalur yang diduga ilegal.
“Malaysia sendiri mengakui kepada kita bahwa dia mendapat suplai timah, ore timah itu dari Indonesia itu sebanyak seribu ton per bulan,” ujarnya, dikutip Jumat (3/10/2025).
Jika dihitung secara tahunan, jumlah tersebut mencapai sekitar 12 ribu ton. Apabila dikonversikan menjadi timah batangan (ingot) dan mengacu pada harga timah saat ini, nilai ekonominya diperkirakan mencapai Rp45 hingga Rp47 triliun per tahun. Menurut Harwendro, hal ini merupakan kerugian besar bagi negara karena ekspor dilakukan di luar mekanisme resmi dan tidak tercatat sebagai penerimaan negara.
“Saya dengar langsung dari Malaysia Smelting Company bahwa dia mendapatkan ore dari kita, dari Indonesia,” bebernya. Praktik ini tidak hanya merugikan dari sisi ekonomi, tetapi juga berdampak negatif terhadap citra Indonesia di mata dunia.
Beberapa perwakilan dari International Tin Association bahkan sempat datang ke Indonesia untuk meminta penjelasan terkait maraknya penyelundupan timah ke luar negeri. Harwendro menilai hal ini menunjukkan perhatian internasional terhadap praktik ilegal yang terjadi dan menegaskan perlunya tindakan bersama.
“Kalau praktik seperti ini terus dibiarkan, industri resmi dalam negeri akan terus dirugikan, sementara penyelundup justru mendapatkan keuntungan besar tanpa kontribusi apa pun terhadap negara,” kata Harwendro.
Dia menekankan pentingnya kerja sama lintas negara untuk menghentikan pembelian timah dari jalur ilegal. Menurutnya, komunitas internasional harus ikut mengambil sikap agar praktik perdagangan timah ilegal tidak terus terjadi.
“Tentunya saya sampaikan bahwa ayolah kita dunia sama-sama bergandengan, supaya praktik-praktik seperti ini tidak terjadi,” ujarnya.
AETI juga menyoroti dampak jangka panjang dari penyelundupan timah terhadap industri resmi dalam negeri. Perusahaan-perusahaan yang beroperasi sesuai mekanisme hukum dan regulasi harus bersaing dengan penyelundup yang mendapatkan keuntungan besar tanpa membayar pajak maupun kontribusi negara. Kondisi ini dinilai menghambat perkembangan industri timah nasional dan merugikan pekerja serta ekonomi lokal.
Selain itu, praktik ilegal ini juga menimbulkan risiko hukum dan diplomatik bagi Indonesia. Hubungan perdagangan dengan negara lain bisa terganggu jika praktik penyelundupan terus berlanjut dan diketahui oleh komunitas internasional. Harwendro menekankan perlunya koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat, aparat penegak hukum, dan industri resmi untuk menutup celah penyelundupan.
Ia mengingatkan bahwa timah merupakan komoditas strategis bagi Indonesia. Dengan pengawasan yang ketat dan regulasi yang jelas, diharapkan industri resmi dapat berkembang, penerimaan negara meningkat, dan praktik ilegal dapat diminimalkan.
“Ini bukan sekadar masalah ekonomi, tetapi juga soal reputasi dan keberlanjutan industri timah Indonesia. Kita harus memastikan semua pelaku industri beroperasi sesuai aturan,” tegasnya.
Kasus penyelundupan timah ke Malaysia yang diungkap AETI ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dan komunitas internasional. Upaya pengawasan, penegakan hukum, dan kerja sama lintas negara dianggap kunci untuk menghentikan praktik ilegal dan melindungi industri resmi Indonesia dari kerugian besar. (Sumber : CNBC Indonesia, Editor : KBO Babel)