Oknum TNI Bekingi Tambang Ilegal di Hutan Lindung Dusun Nadi : Negara Diam, Hukum Dipermainkan

Tiga Alat Berat Gali Hutan Lindung Dusun Nadi, TNI Terlibat, Spanduk Hanya Pajangan  

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Bangka Tengah), – Praktik tambang timah ilegal yang menggila di Dusun Nadi, Kecamatan Lubuk Besar, kian membuka borok pembiaran hukum di Bangka Belitung. Aktivitas tambang ini tak hanya kembali menjebol kawasan hutan lindung yang sempat ditertibkan, tapi kini malah menggandeng alat berat, bahkan oknum militer aktif yang mengaku sebagai pemiliknya. Minggu (22/6/2025).

Penelusuran terbaru menemukan sedikitnya tiga unit alat berat jenis excavator dan buldozer beroperasi bebas di kawasan tersebut. Padahal, kawasan ini masuk wilayah konservasi yang dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

banner 336x280

Pelanggaran atas UU Kehutanan Pasal 17 ayat (1) bisa berujung pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda hingga Rp10 miliar, terutama bagi pihak yang menggerakkan alat berat di kawasan hutan tanpa izin.

Namun lebih mengejutkan lagi, aktivitas ini justru diduga dibekingi oknum TNI aktif bernama Kopral Viktor Sinaga dari Korem 045/Gaya Pangkalpinang. Saat dikonfirmasi, ia justru mengakui bahwa tambang tersebut adalah miliknya:

“Itu tambang kami sendiri. Tidak ada kaitan dengan Igus,” ujarnya dalam kutipan media sebelumnya.

Pernyataan ini bukan hanya memperparah posisi hukumnya, namun juga mencederai MoU resmi antara Panglima TNI dan Kementerian Kehutanan tentang dukungan TNI dalam pelestarian lingkungan.

Padahal, Panglima TNI telah menyatakan bahwa kerja sama ini strategis untuk mendukung rehabilitasi hutan, pengamanan kawasan konservasi, dan sosialisasi pentingnya menjaga lingkungan hidup.

KBOBABEL.COM (Bangka Tengah), – Praktik tambang timah ilegal yang menggila di Dusun Nadi, Kecamatan Lubuk Besar, kian membuka borok pembiaran hukum di Bangka Belitung. Aktivitas tambang ini tak hanya kembali menjebol kawasan hutan lindung yang sempat ditertibkan, tapi kini malah menggandeng alat berat, bahkan oknum militer aktif yang mengaku sebagai pemiliknya. Minggu (22/6/2025).
Caption : Tampak alat berat eksavator sedang beraktifitas di dalam kawasan hutan lindung Dusun Nadi

TNI Terlibat, Spanduk Larangan Sekadar Simbolisasi

 Penertiban sempat dilakukan pada 17 Juni 2025 oleh tim gabungan dari KPH Sungai Simbulan, dan spanduk larangan aktivitas tambang sempat dipasang. Namun, seperti diduga, itu hanya “hiasan”. Tak ada pengawasan lanjutan. Tak ada sanksi nyata. Tak ada efek jera.

Aktivitas tambang tetap berlangsung bebas, tanpa rasa takut, tanpa langkah represif dari penegak hukum.

Ini menunjukkan bahwa perusakan hutan lindung bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan bagian dari skema besar yang diselimuti pembiaran dan bekingan kuasa.

Dalam hal ini, tindakan oknum TNI melanggar Pasal 94 dan 95 UU Kehutanan, yang seharusnya ditindak oleh Gakkum DLHK, bahkan dilaporkan ke Denpom (Polisi Militer) untuk pelanggaran disiplin dan pidana militer.

Dampak Lingkungan dan Sosial yang Parah

 Kerusakan di Dusun Nadi tidak bisa diremehkan. Ekskavator yang menggali tanah tanpa kendali telah merusak struktur tanah, memusnahkan vegetasi, serta mencemari air permukaan dengan limbah tambang. Ini berdampak langsung pada warga yang menggantungkan hidup dari pertanian, kebun, hingga sumber air bersih.

Pencemaran air akibat limbah tambang dapat melanggar Pasal 98 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman pidana minimal 3 tahun hingga 10 tahun dan denda minimal Rp3 miliar.

Belum lagi potensi konflik sosial antarwarga, karena ketimpangan antara mereka yang membekingi tambang dan warga yang menolak. Hak masyarakat atas tanah dan lingkungan dilangkahi demi keuntungan segelintir orang dengan dukungan aparat.

Tambang Rajuk Ilegal di Kota Pangkalpinang: Zona Nol Tambang Terkoyak

 Tak hanya di Lubuk Besar, penelusuran juga menemukan bahwa Kopral Viktor alias “Kopral Naga” turut mengkoordinir tambang apung (TI Rajuk Tower) di Kolong Koboy, Kota Pangkalpinang—wilayah yang oleh pemerintah setempat telah ditetapkan sebagai zona nol tambang.

Sumber menyebut, aktivitas ini sudah berlangsung lama dan luput dari penertiban. Padahal, beroperasi di wilayah yang sudah diputuskan sebagai zona steril adalah bentuk pelanggaran administratif dan pidana. Koordinasi dan aliran dana dari aktivitas ilegal ini jelas mencerminkan struktur mafia tambang yang tertata dan sistematis.

Pelanggaran Multidimensi: UU Kehutanan, Minerba, hingga MoU TNI-Kemenhut

Keterlibatan Kopral Viktor Sinaga mencerminkan pelanggaran di berbagai level:

  • UU 18/2013 Pasal 17, 19, dan 94: Pidana berat bagi individu dan korporasi yang merusak kawasan hutan.
  • UU 3/2020 Pasal 158: Setiap orang yang menambang tanpa IUP dapat dipidana maksimal 5 tahun dan denda Rp100 miliar.
  • UU TNI dan Disiplin Militer: Oknum TNI aktif yang terlibat dalam bisnis ilegal bisa dikenai sanksi etik, pemecatan, hingga pidana.
  • Nota Kesepahaman TNI-Kementerian Kehutanan: Keterlibatan langsung dalam kejahatan kehutanan mencederai komitmen institusi militer secara nasional.
KBOBABEL.COM (Bangka Tengah), – Praktik tambang timah ilegal yang menggila di Dusun Nadi, Kecamatan Lubuk Besar, kian membuka borok pembiaran hukum di Bangka Belitung. Aktivitas tambang ini tak hanya kembali menjebol kawasan hutan lindung yang sempat ditertibkan, tapi kini malah menggandeng alat berat, bahkan oknum militer aktif yang mengaku sebagai pemiliknya. Minggu (22/6/2025).
Caption : Tampak alat berat eksavator beraktifitas dalam kawasan hutan lindung dusun Nadi Bangka Tengah.

Rekomendasi dan Seruan Aksi

 Dalam kondisi ini, langkah-langkah yang harus segera diambil antara lain:

  1. Gakkum DLHK Provinsi Babel harus segera turun melakukan penindakan lanjutan, bersama KPH Sungai Simbulan.
  2. Polisi Militer (Denpom) harus memanggil dan memproses hukum Kopral Viktor atas dugaan pelanggaran disiplin dan pidana.
  3. Pemasangan spanduk harus diiringi pengawasan, bukan sekadar simbol. Penindakan harus berjalan paralel.
  4. Zona nol tambang harus dijaga ketat, dan koordinasi dengan Satpol PP serta Dinas ESDM perlu diperkuat.
  5. Masyarakat didorong aktif melapor, namun negara juga wajib hadir melindungi pelapor dari intimidasi.

Menjaga Hutan, Mengembalikan Keadilan

 Saat hukum tak ditegakkan dan aparat malah jadi pelindung pelaku, yang hancur bukan cuma hutan, tapi juga kepercayaan masyarakat terhadap negara. Jika Panglima TNI dan Menteri KLHK benar-benar berkomitmen menjaga lingkungan, maka keterlibatan oknum seperti Kopral Naga harus jadi pintu masuk pembersihan total dalam tubuh militer dari praktik kotor tambang ilegal.

KPHP Sungai Simbulan tidak bisa jalan sendiri. Harus ada kolaborasi nyata dengan DLHK, Kepolisian, bahkan Corps Polisi Militer, agar kawasan hutan lindung benar-benar mendapat perlindungan maksimal.

Jika tidak, maka ke depan, semua MoU, peraturan, dan undang-undang hanya akan menjadi dokumen tanpa makna, kalah oleh bekingan, ketamakan, dan impunitas. (Rhendra, Editor : M.Zen)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *