KBOBABEL.COM (JAKARTA) — Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang gugatan perdata senilai Rp 125 triliun terhadap Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka pada Senin (3/11/2025). Gugatan tersebut diajukan oleh Subhan, seorang warga yang menilai riwayat pendidikan Gibran tidak memenuhi syarat pencalonan wakil presiden.
Sidang ini menjadi yang ketiga setelah sebelumnya dua kali mengalami penundaan. Berdasarkan catatan pengadilan, sidang pertama pada 20 Oktober 2025 ditunda karena keberatan yang diajukan pihak penggugat terhadap kehadiran dua kuasa hukum KPU RI, yakni dari Biro Hukum Internal KPU dan Jaksa Pengacara Negara (JPN). Sementara sidang kedua pada 27 Oktober 2025 juga batal digelar lantaran pihak tergugat, yaitu Gibran dan KPU RI, tidak hadir di ruang sidang.
“Sidang pekan lalu ditunda karena kedua pihak tergugat tidak hadir. Bahkan para pengacara yang biasanya mendampingi juga tidak tampak di ruang sidang,” ujar sumber di lingkungan PN Jakarta Pusat, Senin (3/11/2025).
Mediasi Gagal Capai Kesepakatan
Sebelum masuk ke tahap persidangan pokok perkara, kedua pihak terlebih dahulu menjalani proses mediasi sebagaimana diatur dalam hukum acara perdata. Namun, proses mediasi tersebut dinyatakan gagal setelah dilakukan tiga kali pertemuan tanpa hasil kesepakatan.
Menurut penggugat Subhan, dirinya telah memberikan dua syarat damai yang dianggap wajar, namun tidak dapat dipenuhi oleh pihak tergugat.
“Saya mensyaratkan dua hal, yakni agar Gibran dan KPU menyampaikan permintaan maaf secara terbuka serta mundur dari jabatannya masing-masing. Tapi itu tidak bisa dipenuhi, sehingga mediasi dinyatakan gagal,” ujar Subhan kepada wartawan usai pertemuan mediasi di PN Jakarta Pusat pada Senin (13/10/2025).
Kegagalan mediasi tersebut membuat persidangan kembali dilanjutkan ke tahap pokok perkara dengan mengacu pada isi petitum gugatan yang telah diajukan Subhan.
Isi Gugatan
Berdasarkan data yang tercatat di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Pusat, perkara ini terdaftar dengan nomor 583/Pdt.G/2025/PN Jkt.Pst. sejak 29 Agustus 2025. Dalam gugatannya, Subhan menuntut dua tergugat utama, yakni Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai Tergugat I, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sebagai Tergugat II.
Dalam berkas gugatan tersebut, Subhan menilai kedua tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena dianggap meloloskan Gibran sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024 meski ada dugaan ketidaksesuaian dalam syarat pendidikan formal yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
“Kedua tergugat dinilai melakukan perbuatan melawan hukum karena syarat administrasi, khususnya pendidikan calon wakil presiden, tidak terpenuhi secara sah sesuai undang-undang,” tulis Subhan dalam berkas gugatan yang diterima pengadilan.
Subhan merujuk pada data pendidikan yang tercantum di situs resmi KPU RI, di mana Gibran tercatat pernah menempuh pendidikan di Orchid Park Secondary School, Singapura (2002–2004), dan di UTS Insearch Sydney, Australia (2004–2007). Menurut Subhan, kedua institusi tersebut bukanlah sekolah yang diakui secara resmi setara dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) di Indonesia sebagaimana disyaratkan dalam undang-undang.
“Kedua lembaga pendidikan itu tidak dapat dianggap setingkat SMA sebagaimana diatur dalam ketentuan nasional. Maka dari itu, syarat pendidikan Gibran sebagai calon wakil presiden dianggap tidak sah,” ungkap Subhan.
Tuntutan dan Petitum
Dalam petitumnya, Subhan meminta agar majelis hakim menyatakan Gibran dan KPU RI telah melakukan perbuatan melawan hukum serta menyatakan jabatan Gibran sebagai Wakil Presiden saat ini tidak sah.
Ia juga menuntut agar keduanya mengganti kerugian materiil dan immateriil yang ditaksir mencapai Rp 125 triliun dan Rp 10 juta. Jumlah tersebut, menurut Subhan, merupakan bentuk ganti rugi kepada seluruh warga negara Indonesia akibat dugaan pelanggaran hukum tersebut.
“Menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar kerugian materiil dan immateriil kepada penggugat dan seluruh warga negara Indonesia sebesar Rp 125 triliun dan Rp 10 juta, dan disetorkan ke kas negara,” demikian isi tuntutan dalam petitum yang diajukan.
Selain itu, Subhan juga meminta agar pengadilan menyatakan tidak sah seluruh proses pendaftaran dan penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden oleh KPU pada Pemilu 2024 lalu.
“Saya ingin kebenaran ditegakkan, bahwa tidak ada seorang pun yang boleh melanggar aturan, apalagi untuk jabatan tinggi negara. Semua harus sama di hadapan hukum,” kata Subhan.
Agenda Sidang dan Langkah Selanjutnya
Berdasarkan agenda yang dirilis PN Jakarta Pusat, sidang kali ini dijadwalkan dengan agenda pemeriksaan administrasi dan kelengkapan berkas perkara. Majelis hakim juga akan menentukan jadwal pemeriksaan saksi dan ahli jika seluruh pihak sudah hadir di persidangan.
Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak tergugat, baik dari Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka maupun KPU RI, terkait kelanjutan kasus ini. Namun, sumber di lingkungan pengadilan menyebut, majelis hakim berharap seluruh pihak dapat hadir agar sidang bisa berjalan efektif.
“Majelis hakim berharap semua pihak dapat hadir agar proses pemeriksaan bisa berjalan dengan lancar dan tidak kembali tertunda,” ujar sumber tersebut.
Dengan kembali digelarnya sidang ini, publik menanti kelanjutan perkara bernilai fantastis tersebut. Jika majelis hakim menerima sebagian atau seluruh petitum penggugat, kasus ini berpotensi menimbulkan dampak hukum dan politik yang luas. Namun, jika ditolak, gugatan Subhan dapat menjadi preseden bagi penerapan asas perbuatan melawan hukum oleh pejabat publik dalam ranah perdata di Indonesia. (Sumber : Kompas.com, Editor : KBO Babel)



















