KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Proyek rekonstruksi peningkatan Jalan Kartini Selindung yang dikerjakan oleh CV. Mandiri Jaya kembali menuai sorotan publik. Hasil investigasi lapangan yang dilakukan jejaring media KBO Babel, Faktamediababel.com, menemukan sejumlah kejanggalan teknis maupun lemahnya pengawasan dari pihak Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR). Senin (29/9/2025).
Salah satu masalah yang paling menonjol ialah keterlambatan pengadaan alat pemadat—komponen vital dalam pengerjaan
jalan.Berdasarkan temuan di lapangan, kontraktor tetap melanjutkan pekerjaan dengan menghamparkan agregat meskipun peralatan pemadat belum tersedia.
Padahal, menurut standar teknis, agregat harus dipadatkan terlebih dahulu dengan alat pemadat dan diuji menggunakan Dynamic Cone Penetrometer (DCP Test) sebelum masuk ke tahap berikutnya.
Ketiadaan prosedur ini dikhawatirkan akan membuat kualitas jalan tidak bertahan lama.
Apalagi proyek ini bernilai cukup besar, yakni Rp2,513,700,000 sesuai dengan kontrak nomor 02/SPK/PUPR-MB APBD/BM/2025 tertanggal 19 Agustus 2025.
Lemahnya Pengawasan
Tak hanya persoalan teknis, aspek pengawasan proyek juga menjadi sorotan.
Saat tim investigasi turun ke lokasi pada Selasa (23/9/2025), tidak ditemukan keberadaan konsultan pengawas maupun pengawas dari Dinas PUTR.
Padahal, keduanya wajib hadir untuk memastikan setiap pekerjaan sesuai spesifikasi dan kontrak.
Lebih ironis lagi, proyek di lapangan tidak dilengkapi dengan rambu-rambu keselamatan kerja. Kondisi ini jelas membahayakan pekerja dan pengguna jalan karena lalu lintas dibiarkan tanpa pengaturan.
Ketika dikonfirmasi, pelaksana lapangan bernama Defri sempat memberikan klarifikasi via WhatsApp pada Rabu (24/9/2025) malam.
Ia menyebut bahwa alat pemadat sebenarnya sudah berada di lokasi dan pemadatan dilakukan secara berkala hingga memenuhi syarat.
Menurutnya, pengawasan juga berlangsung setiap hari oleh konsultan dan dinas terkait. Namun, fakta di lapangan memperlihatkan hal berbeda.
Oknum Kabid PUTR Blokir Nomor Wartawan
Lebih jauh, upaya redaksi untuk meminta konfirmasi kepada Kabid Tata Ruang Dinas PUTR, Yanto, justru berujung janggal.
Pesan WhatsApp yang dikirim tidak pernah mendapat balasan, bahkan nomor wartawan yang menghubunginya malah diblokir tanpa alasan jelas.
Sikap ini tidak hanya mencederai etika komunikasi antara pejabat publik dengan pers, tetapi juga berpotensi melanggar Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Pasal 4 ayat (3) UU Pers secara tegas menyatakan bahwa:
“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Artinya, setiap pejabat publik berkewajiban menghormati tugas jurnalistik yang dilindungi undang-undang.
Menghalangi kerja pers dengan cara mengabaikan konfirmasi, apalagi memblokir nomor wartawan, merupakan bentuk tidak transparan yang bertentangan dengan semangat keterbukaan informasi.
Tanggung Jawab Moral dan Hukum
Proyek infrastruktur jalan bukan sekadar program pembangunan, tetapi menyangkut keselamatan masyarakat luas. Jika dikerjakan asal-asalan tanpa standar teknis yang benar, maka bukan hanya uang negara yang berpotensi terbuang sia-sia, tetapi juga nyawa pengguna jalan bisa terancam.
Masyarakat berharap Dinas PUTR segera melakukan evaluasi menyeluruh, termasuk mengawasi ulang pelaksanaan proyek Jalan Kartini Selindung.
Sebab, transparansi dan akuntabilitas adalah kunci untuk membangun kepercayaan publik.
Sementara itu, sesuai amanat Pasal 5 UU Pers, media berkewajiban melayani hak jawab dan hak koreksi dari pihak yang merasa dirugikan pemberitaan.
Oleh karena itu, redaksi jejaring media KBO Babel membuka ruang seluas-luasnya bagi pihak terkait, baik kontraktor maupun pejabat dinas, untuk memberikan klarifikasi resmi.
Namun yang jelas, publik menilai sikap pejabat yang memilih bungkam dan memblokir wartawan justru akan semakin memperburuk citra lembaga, sekaligus menguatkan dugaan adanya masalah dalam pelaksanaan proyek.
Sebagai pengawal kepentingan publik, pers akan terus mengawasi jalannya proyek ini agar tidak menimbulkan kerugian negara maupun membahayakan keselamatan masyarakat.
Sebab, jalan yang kuat adalah fondasi pembangunan, sedangkan keterbukaan informasi adalah fondasi demokrasi. (Bambang/KBO Babel)