KBOBABEL.COM – Pada suatu siang di awal Januari 2025, saya ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Team Operasional Penyelamatan Aset Negara Republik Indonesia Dewan Pimpinan Wilayah Provinsi Bangka Belitung (LSM TOPAN-RI DPW Babel) menyambangi Rumah Sakit Umum Provinsi (RSUP) Ir. Soekarno. Sebuah pertemuan resmi di ruang Direktur Utama yang kala itu dipimpin langsung oleh dr. Astrid menjadi awal dari perjalanan panjang pencarian kebenaran atas kabar raibnya alat kesehatan (alkes) bantuan COVID-19, salah satunya ventilator — alat vital penyelamat nyawa saat pandemi melanda.
Sebagai lembaga yang mengawal transparansi dan akuntabilitas publik, kami datang dengan niat baik: mengonfirmasi dan mengklarifikasi informasi hilangnya alkes tersebut. Namun jawaban tegas disampaikan oleh Dirut RSUP, bahwa hingga saat itu dirinya tidak pernah menerima laporan adanya alkes yang hilang. Ia bahkan meyakinkan bahwa audit rutin oleh Inspektorat Provinsi selalu dilakukan setiap tahun, dan jika benar ada yang hilang, tentu seharusnya sudah terdeteksi.
Kami menjunjung asas praduga tak bersalah dan menghargai penjelasan tersebut. Namun, demi keterbukaan informasi publik, kami mengajukan surat resmi untuk meminta daftar bantuan alkes COVID-19 yang diterima rumah sakit. Beberapa hari kemudian, kami menerima jawaban tertulis dari pihak RSUP: daftar lengkap alkes dari berbagai sumber, disertai pernyataan bahwa seluruhnya dalam keadaan baik.
Tentu saja, hal itu tidak serta-merta memadamkan kecurigaan. Kami meyakini ada yang tidak beres. Maka kami lanjutkan langkah dengan melaporkan dugaan hilangnya alkes ini ke Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung, lengkap dengan dokumen pendukung. Saya sendiri sudah dimintai klarifikasi oleh pihak Kejati. Namun sejak laporan tersebut masuk pada Januari, tak ada informasi lanjutan yang kami terima. Tidak ada kejelasan. Senyap.
Lalu hari ini, Rabu 9 Juli 2025, media lokal memuat kabar mengejutkan: Polda Bangka Belitung berhasil mengungkap kasus pencurian ventilator RSUP Ir. Soekarno. Tiga orang pelaku ditangkap. Proses hukum pun bergulir cepat. Hanya dalam hitungan hari setelah menerima laporan , Polda sudah berhasil menetapkan tersangka.
Kami angkat topi. Kecepatan ini patut diapresiasi. Namun justru di situlah muncul ironi: kenapa laporan kami ke Kejati sejak Januari tak kunjung menunjukkan hasil? Apakah memang tidak ditemukan unsur pidana? Ataukah ada hal lain yang tak kasat mata?
Kami menyebut ini drama hukum, karena terlalu banyak hal ganjil yang sulit dijelaskan dengan akal sehat — apalagi logika hukum.
Pertama, ventilator bukan barang kecil yang bisa diselipkan ke saku. Dibutuhkan kendaraan untuk mengangkutnya keluar dari lingkungan rumah sakit. Apakah mungkin benda sebesar itu bisa lolos begitu saja dari penjagaan rumah sakit tanpa diketahui pihak keamanan?
Kedua, jika ini murni pencurian, mungkinkah hanya tiga orang yang terlibat? Di tengah sistem birokrasi rumah sakit yang sangat ketat, tidak masuk akal jika hanya segelintir orang yang mampu mengeksekusi pencurian alat medis bernilai ratusan juta rupiah. Bisa jadi ada kelalaian sistemik — bahkan mungkin lebih dari itu.
Ketiga, bagaimana dengan audit? Bantuan ventilator masuk sekitar tahun 2019–2020, dan jika benar alat itu sudah tidak ada sejak lama, maka pertanyaannya: apa yang dikerjakan oleh Inspektorat Provinsi selama lima tahun ini? Bukankah audit rutin seharusnya mampu mendeteksi kehilangan aset negara semacam ini?
Di titik ini, publik wajar bertanya: jangan-jangan yang hilang bukan hanya ventilator, tapi juga akal sehat para pengelola negara.
Kami dari LSM TOPAN-RI sejak awal meyakini bahwa ini bukan sekadar pencurian biasa, melainkan bagian dari indikasi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Mengapa? Karena barang yang hilang adalah aset negara, dibeli dengan dana publik, dan hilangnya menimbulkan kerugian negara.
Jika sekarang Polda Babel telah berhasil menetapkan tersangka dan membuktikan adanya pencurian, maka sudah saatnya Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung masuk lebih dalam ke ranah Tipikor. Ini bukan semata soal siapa yang mencuri, tetapi juga siapa yang lalai, siapa yang menutup mata, dan siapa yang seharusnya bertanggung jawab menjaga aset negara ini.
Kita bicara pencurian, maka kita bicara tentang kerugian. Kalau sudah bicara kerugian, maka pertanyaannya sederhana: kerugian siapa? Kerugian negara, bukan? Maka jelas, ranahnya kini masuk ke Tipikor. Dan publik menanti: apakah Kejaksaan akan menunjukkan taringnya?
Dalam situasi seperti ini, harapan masyarakat pun mengarah ke pemimpin baru — Hidayat Arsani, Gubernur Kepulauan Bangka Belitung saat ini. Ini adalah momentum baginya untuk melakukan bersih-bersih, bukan hanya di rumah sakit, tetapi juga di seluruh tubuh Pemerintah Provinsi — terutama Inspektorat, yang selama ini kinerjanya sangat buruk dan terkesan tidak serius dalam menjalankan fungsi pengawasan internal.
Akhirnya, kami tak sedang menyudutkan lembaga penegak hukum. Kami percaya, masih banyak aparat yang bekerja dengan hati nurani. Tapi publik punya hak bertanya, berhak berharap, dan berhak mengkritik.
Jika hukum benar-benar menjadi panglima, maka tegakkanlah tanpa pandang bulu. Jangan biarkan rakyat menjadi sekadar penonton dari sandiwara prosedural yang membosankan dan penuh jebakan formalitas.
Karena hari ini, yang lebih layak dicari bukan hanya ventilator yang hilang — tetapi juga keadilan yang kian kabur entah ke mana.
Catatan Redaksi: Tulisan ini adalah opini pribadi penulis. Redaksi tidak bertanggung jawab atas isi opini, namun membuka ruang bagi klarifikasi atau tanggapan dari pihak-pihak yang disebutkan.