Warga Pergam Protes, Irigasi Rusak Akibat Perkebunan Sawit Tanpa Izin

Ribuan Hektar Sawah Desa Pergam Terancam Kering Gara-Gara Ekspansi Sawit Ilegal

banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (Pangkalpinang) – Ribuan hektar lahan sawah di Desa Pergam, Kabupaten Bangka Selatan, terancam kehilangan pasokan air akibat ekspansi perkebunan kelapa sawit yang diduga ilegal. Aktivitas pembukaan lahan sawit di sekitar Sungai Nyirih dinilai telah merusak jalur irigasi utama yang menjadi tumpuan hidup ribuan petani. Kamis (2/10/2025)

Desa Pergam selama ini dikenal sebagai salah satu lumbung padi di Bangka Selatan dengan total luas persawahan mencapai lebih dari 2.100 hektar. Persawahan tersebut bergantung sepenuhnya pada aliran air dari Sungai Nyirih. Namun, sejak lahan di sekitar sungai dibuka untuk perkebunan sawit, debit air menuju sawah menurun drastis sehingga mengancam keberlangsungan produksi pangan masyarakat setempat.

banner 336x280

“Kami bukan menolak sawit, tapi kami menolak pengelolaan yang merampas sumber air baku kami. Kalau sawah kekeringan, masyarakat mau makan apa?” tegas Sandi, perwakilan Gabungan Kelompok Tani Pemakai Air (GP3A) Sungai Nyirih, saat audiensi dengan DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (2/10/2025).

Menurutnya, kondisi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Jika pasokan air terus menurun, ribuan petani di Desa Pergam akan kehilangan sumber penghidupan. Lebih jauh, hal itu juga dapat mengancam ketahanan pangan daerah.

Aksi Protes dan Dugaan Pelanggaran Hukum

Sebelumnya, warga Desa Pergam telah menggelar aksi protes pada 15 September 2025. Namun, meskipun penolakan sudah disuarakan secara terbuka, perusahaan sawit yang membuka lahan tetap melanjutkan aktivitasnya. Ironisnya, berdasarkan keterangan resmi dari Dinas Pertanian, Badan Pertanahan Nasional (BPN), serta Dinas Perizinan, tidak pernah ada izin atau rekomendasi yang diterbitkan terkait aktivitas ekspansi tersebut.

Hal itu memperkuat dugaan adanya pelanggaran hukum dalam pembukaan lahan sawit di sekitar Sungai Nyirih. Bahkan, warga menemukan adanya peta baru yang diduga digunakan untuk melegalkan ekspansi sawit tersebut. Peta itu jelas bertentangan dengan dokumen resmi sebelumnya yang menetapkan kawasan sekitar sumber air sebagai wilayah lindung irigasi.

“Pemerintah jangan pura-pura tidak tahu. Kalau sumber air baku hilang, sawah kami mati. Itu sama saja membunuh kehidupan masyarakat Desa Pergam,” tambah Sandi dengan nada tegas.

Masyarakat kini menuntut pemerintah mengambil langkah cepat dengan menghentikan seluruh aktivitas pembukaan lahan sawit di sekitar sumber air. Mereka juga meminta kawasan tersebut segera ditetapkan sebagai daerah lindung irigasi agar keberlangsungan sawah dapat terjamin.

Respons DPRD Babel

Menanggapi keluhan warga, Ketua DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Didit Srigusjaya, berjanji akan mengambil langkah maksimal agar persoalan ini tidak berlarut-larut. Ia menegaskan bahwa perlindungan sumber air dan kelangsungan pertanian di Desa Pergam adalah hal yang tidak bisa ditawar.

Bahkan, di hadapan warga, Didit langsung melakukan komunikasi via telepon dengan Kapolda Kepulauan Bangka Belitung, Irjen Pol Hendro Pandowo. Dalam percakapan itu, ia meminta aparat kepolisian segera turun ke lapangan untuk memastikan aktivitas sawit ilegal benar-benar dihentikan.

“Tolong segera turunkan tim ke lapangan agar masyarakat melihat bahwa negara hadir. Masalah ini serius dan harus segera ditindaklanjuti,” ujar Didit, yang disambut tepuk tangan meriah dari warga yang hadir di ruang Pansus DPRD Babel.

Aksi spontan Ketua DPRD ini memberikan secercah harapan bagi masyarakat Desa Pergam bahwa pemerintah benar-benar peduli dan siap melindungi sumber daya air mereka dari ancaman eksploitasi.

Harapan Masyarakat

Masyarakat Desa Pergam menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan semata soal menolak perkebunan sawit, melainkan memperjuangkan keberlangsungan sumber air dan sawah sebagai tulang punggung ekonomi desa. Sawah tidak hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga sumber pendapatan yang menopang kehidupan ribuan kepala keluarga di daerah tersebut.

“Kalau sawah kering, bukan hanya petani yang rugi. Semua orang di Bangka Selatan akan merasakan dampaknya karena suplai beras berkurang,” ungkap salah satu warga.

Kini, warga berharap pemerintah daerah maupun aparat penegak hukum benar-benar menindaklanjuti temuan ini secara serius. Mereka mengingatkan, jika pemerintah tidak segera bertindak, konflik horizontal bisa saja muncul akibat perebutan sumber daya air.

Dengan adanya janji dari Ketua DPRD dan keterlibatan aparat, masyarakat berharap keadilan bisa ditegakkan. Sumber air Sungai Nyirih harus tetap dijaga sebagai penopang pertanian, demi keberlangsungan hidup generasi Desa Pergam ke depan. (Sumber : Sumselupdate, Editor : KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *