Irwansyah Akui Pemilik Awal PT DAM dalam Sidang Korupsi Rp121 Miliar: “Benar, Saya Pemilik Awalnya”

Terungkap di Pengadilan, Irwansyah Jadi Pemilik Awal PT DAM yang Terlibat Korupsi Lahan Negara

Uncategorized120 Dilihat
banner 468x60
Advertisements

KBOBABEL.COM (PALEMBANG) — Sidang lanjutan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan izin perkebunan kelapa sawit oleh PT Dapo Agro Makmur (DAM) kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang, Jumat (1/8/2025). Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyeret sejumlah tokoh penting, termasuk mantan Wali Kota Pangkalpinang, Muhammad Irwansyah. Selasa (5/8/2025)

Dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Pitriadi tersebut, Irwansyah hadir sebagai saksi untuk terdakwa Effendi Suyono alias Afen Metro, pengusaha sawit asal Bangka Belitung. Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menghadirkan Irwansyah untuk mengurai alur kepemilikan dan peran awal dalam penguasaan lahan milik negara yang digunakan secara ilegal oleh PT DAM.

banner 336x280

Dalam kesaksiannya, Irwansyah secara terbuka mengakui bahwa dirinya merupakan pemilik awal dari PT DAM, sebuah perusahaan yang kini berada di tengah pusaran kasus dugaan korupsi senilai Rp121 miliar tersebut.

“Benar, saya pemilik awal PT DAM tahun 2008. Namun saat itu perusahaan tidak aktif. Kemudian beralih ke Pak Afen,” ujar Irwansyah di hadapan majelis hakim.

Ia juga tidak membantah adanya hubungan dekat dengan terdakwa Afen. Menurut Irwansyah, hubungan mereka sudah terjalin cukup lama dan didasari faktor kedaerahan serta kedekatan keluarga.

“Kami memang cukup dekat, sejak lama,” katanya.

Keterangan Irwansyah tersebut menambah daftar panjang pihak-pihak yang disebut berperan dalam penguasaan lahan negara oleh PT DAM. Berdasarkan hasil penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, lahan seluas sekitar 5.974 hektare yang digunakan oleh PT DAM ternyata merupakan tanah negara yang statusnya tidak dapat dialihfungsikan.

Lahan itu masuk dalam kawasan hutan negara yang semestinya tidak boleh dijadikan area perkebunan. Namun, PT DAM justru mengklaim kepemilikan lahan tersebut berdasarkan dokumen Surat Pengakuan Hak (SPH) yang diduga diterbitkan secara ilegal.

Dalam persidangan juga terungkap bahwa SPH atas lahan seluas total 10.200 hektare dijadikan dasar oleh PT DAM untuk mengajukan izin perkebunan. Dokumen ini disebut-sebut sebagai produk manipulatif yang dikeluarkan dengan bantuan sejumlah oknum pejabat daerah. Beberapa nama yang disebut terlibat antara lain mantan Bupati Musi Rawas, Ridwan Mukti, dan mantan Kepala Desa Mulyoharjo periode 2010-2016, Bachtiar.

Baik Ridwan maupun Bachtiar disebut berperan dalam memuluskan proses terbitnya SPH yang menjadi pijakan hukum bagi PT DAM dalam mengelola ribuan hektare lahan negara. SPH tersebut kemudian digunakan untuk memproses izin-izin lain, termasuk izin lokasi dan izin usaha perkebunan.

Menariknya, dalam sidang sebelumnya, terdakwa Afen telah menitipkan dana sebesar Rp61,3 miliar kepada penyidik sebagai bentuk pengembalian kerugian negara. Namun, JPU menegaskan bahwa pengembalian uang tersebut tidak menghapus unsur pidana.

“Pengembalian kerugian negara tidak menghilangkan perbuatan pidana yang telah dilakukan,” tegas JPU dalam persidangan sebelumnya.

Kasus ini menjadi perhatian luas karena bukan hanya menyangkut luasan lahan yang besar dan nilai kerugian negara yang mencapai ratusan miliar rupiah, tetapi juga karena kuatnya dugaan praktik kolusi antara pengusaha dan pejabat dalam proses perizinan.

Nama Irwansyah sendiri kembali menjadi sorotan. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Wali Kota Pangkalpinang periode 2013-2018 dan pernah maju di sejumlah pemilihan kepala daerah pasca menjabat. Keterlibatannya dalam kasus PT DAM dinilai sebagai potongan penting dalam mengurai peran-peran yang terjadi sejak awal berdirinya perusahaan tersebut.

Meski belum berstatus tersangka, kehadiran Irwansyah sebagai saksi dan pengakuannya sebagai pemilik awal PT DAM memperkuat dugaan adanya keterlibatan aktor politik dalam skema penguasaan lahan secara ilegal.

Dalam dakwaan JPU, para terdakwa dijerat dengan Pasal 2 dan 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 64 ayat (1) KUHP. Mereka dinilai secara bersama-sama melakukan tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara secara sistematis.

Sidang selanjutnya dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi ahli dan pemutaran bukti digital yang diajukan oleh JPU. Majelis hakim menegaskan akan terus mendalami semua keterangan dan bukti untuk mengungkap peran semua pihak yang terlibat.

Sementara itu, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menegaskan bahwa penyelidikan terhadap pihak-pihak lain yang diduga terlibat akan terus dibuka. Termasuk mereka yang ikut dalam penerbitan dokumen awal dan pendirian PT DAM.

Dengan kerugian negara yang sangat besar dan keterlibatan banyak aktor dari sektor swasta maupun pejabat publik, masyarakat berharap proses hukum dilakukan secara transparan dan adil. Kasus ini dinilai menjadi momentum penting untuk memperbaiki tata kelola izin perkebunan dan mencegah praktik serupa di masa mendatang. (Sumber: Metroposkota.com, Editor: KBO Babel)

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *